Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Cerita Erry Riyana Bertemu Jokowi Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi

Erry Riyana Hardjapamekas bertemu dengan Presiden sebelum terbit putusan Mahkamah Konstitusi yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka jadi calon presiden.

12 November 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Erry Riyana Hardjapamekas saat wawancara dengan Tempo di Utan Kayu, Jakarta, 8 November 2023/Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBERMULA surat terbuka yang ditulis esais Goenawan Mohamad pada Sabtu, 14 Oktober lalu, yang beredar melalui aplikasi percakapan WhatsApp. Sebagai pendukung Joko Widodo, Goenawan merasa Presiden berubah menjelang akhir masa pemerintahannya. Selain tak mudah dikritik dan tidak mendengarkan saran, Jokowi mulai melakukan apa yang diperbuat penguasa Orde Baru, Soeharto, yaitu memberi perlakuan istimewa kepada anak-anaknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam sebuah makan siang dengan Abdi Negara, gitaris grup musik Slank, pada Sabtu, 14 Oktober lalu, Jokowi mengaku membaca surat itu dan menyampaikan keinginannya untuk bertemu dengan GM—sapaan Goenawan—dan anggota masyarakat sipil lain. Rencana itu terwujud keesokan harinya, Ahad, 15 Oktober lalu, pada pukul 8 malam di Istana Negara. Jokowi ditemani Menteri Sekretaris Negara Pratikno bertemu dengan Abdee—sapaan Abdi Negara—dan mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Erry Riyana Hardjapamekas, yang menggantikan GM yang sedang berada di Bali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam pertemuan itu, Erry menyampaikan dua aspirasi utama masyarakat sipil. Selain meminta Jokowi menyatakan secara terbuka tidak akan mengintervensi pencalonan presiden, ia meminta Jokowi meminta anaknya, Gibran Rakabuming Raka, tak maju sebagai calon wakil presiden, meski Mahkamah Konstitusi mengubah Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilihan Umum yang membuat Gibran bisa menjadi kandidat dalam pemilu.

Saat dimintai konfirmasi Tempo pada Kamis, 9 November lalu, Abdee membenarkan adanya dua topik percakapan itu, tapi tak mau berkomentar ihwal pertemuan tersebut. Menurut Erry, Jokowi merespons dua usulnya sebagai saran yang bagus dan meminta Pratikno mencatatnya.

Sehari setelah pertemuan itu, Mahkamah Konstitusi membuat putusan yang mengubah isi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu itu. Gibran pun tak lagi terhalang usia dan bisa maju menjadi calon wakil presiden. Bukannya melarang seperti janjinya kepada Erry dan Abdee Slank, Jokowi malah memberikan restu kepada anaknya terus maju menjadi pendamping Prabowo Subianto. “Kami kecewa sekali,” kata Erry kepada Abdul Manan dari Tempo, Rabu, 8 November lalu.

Erry dan sejumlah tokoh lain lalu berkumpul dan membacakan Maklumat Juanda pada Selasa, 17 Oktober lalu. Mereka menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi merusak tatanan demokrasi dan membuka jalan bagi politik dinasti. Saat Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menyatakan Anwar Usman melanggar etik dan mencopotnya sebagai ketua pada Selasa, 7 November lalu, para tokoh penggagas Maklumat Juanda mendesak Anwar mundur sebagai hakim konstitusi.

Apa persisnya pembicaraan Anda dengan Presiden pada 15 Oktober lalu itu?

Pak Jokowi menjelaskan ekonomi kita sudah maju. Lima belas tahun lagi kita akan menjadi negara besar. Saya mendengarkan. Terus, soal pemilu harus damai.

Anda bertanya soal Gibran Rakabuming Raka?

Kami ini kan pemilih, pendukung Jokowi, yang ingin melihat dia mengakhiri pemerintahannya dengan elegan, dengan baik, sebagai negarawan, sehingga bisa dikenang. Selama ini dia juga sudah dikagumi banyak orang di dunia. Tapi jangan sampai akhirnya seperti ini. Ini akan menjadi noda.

Anda memberi saran?

Pertama, yang menjadi perhatian publik, termasuk kami semua, adalah dia dituduh mengintervensi pencalonan presiden terlalu jauh. Jadi dia harus dengan tegas mengatakan, syukur-syukur dengan bukti, bahwa dia tidak mengintervensi pemilihan presiden siapa pun dari partai koalisi mana pun.

Apa tanggapan Jokowi?

“Oh, bagus itu. Mas Pratik, tolong dicatat.”

Masukan itu memang dicatat?

Dicatat.

Saran lain?

Pak Presiden perlu berbicara kepada publik, “Apa pun keputusan Mahkamah Konstitusi, saya harap Mas Gibran kembali ke Solo, menyelesaikan masa jabatan sebagai wali kota, dan loyal kepada partai pendukung.”

Kenapa mengangkat perihal loyalitas ke partai pendukung?

Buat saya, integritas yang utama. Integritas itu antara lain loyal kepada partai pendukung. Anda didukung oleh partai jadi wali kota. Terus, tiba-tiba meninggalkannya. Padahal baru bekerja dua tahun. Itu bukan integritas. Integritas harus dipelihara. Bukan untuk melarang Gibran berpolitik. Justru dengan memulai di Solo, lengkap sampai lima tahun, itu modal. Apalagi dengan menjunjung tinggi integritas.

Apa respons Presiden?

“Oh, iya. Bagus.” Beliau mencatat. Pak Pratikno juga mencatat. Saya senang, dong. Setelah itu mengobrol soal lain-lain.

Saat itu Anda merasa masukan tersebut akan diikuti?

Iya, dong. Waktu beliau bicara seperti itu dan mencatat dengan sungguh-sungguh, saya senang sekali.

Apa harapan terhadap Presiden dari masukan itu?

Berubah pikiran, berubah pendirian ihwal pencalonan anaknya. Itu yang kami harapkan.

Usul itu Anda konsultasikan dengan anggota kelompok masyarakat sipil lain?

Ya. Melalui Zoom meeting. Saya bilang, saya diutus Goenawan, nih. Saya mau ketemu dengan Presiden mewakili Anda semua.

Apa yang disampaikan masyarakat sipil dalam pertemuan itu?

Kira-kira dua itu substansinya. Setelah selesai, aku lapor lagi ke mereka, bareng Abdee.

Apa reaksi mereka mendengar laporan Anda?

Ada dua kubu. Kubu satu bilang, “Ah, Pak Erry masih percaya aja.” Saya bilang, saya percaya dengan harapan. Yang lain bilang, “Kita berharap, lah. Siapa tahu ada mukjizat, ada hidayah.” Ya, sudah. Kami tunggu besok (putusan Mahkamah Konstitusi). Ternyata usul yang pertama dia lakukan. Dia panggil orang, pejabat daerah, untuk netral. Setelah itu kan bunga-bunga saja.

Setelah MK mengeluarkan putusan itu, apa reaksi Anda?

Kami kecewa sekali. Kecewa berat. Tampak sekali ini ada pengaturan. Putusan yang dibacakan pagi hari semuanya ditolak. Putusan yang dibacakan siang, sebagian juga ditolak. Yang ujungnya (gugatan dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023) diterima dengan kalimat agak tricky: tetap 40 tahun atau di bawah 40 tahun tapi punya pengalaman sebagai kepala daerah. Nah, itu sebenarnya mau meloloskan Gibran. Pada saat itu Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, paman Gibran, ikut mengadili.

Anda menilai putusan MK itu memang keinginan Presiden?

Iya, lah.

Anda terkejut terhadap sikap Presiden?

Kami sangat berharap. Bahkan setelah putusan MK pun kami masih berharap.

Berharap Jokowi tidak menyetujui Gibran?

Ya. Kami enggak setuju Gibran, bukan karena Gibran secara personal, tapi karena Gibran anak presiden yang sedang berkuasa.

Kenapa perihal majunya Gibran ini penting?

Buat kami, nomor satu itu kami ingin melihat MK yang tidak diintervensi oleh siapa pun, bisa adil, bisa menjunjung tinggi etika karena ia akan menjadi wasit pada waktu pemilihan umum legislatif, pemilihan umum presiden, dan pemilihan kepala daerah. Kalau ada perselisihan hasil pemilu, MK jadi wasitnya. Yang kami ingin selamatkan pertama adalah Mahkamah Konstitusi. Nomor dua, baru soal kekeluargaannya itu.

Pegiat Masyarakat Sipil Erry Riyana Hardjapamekas memberikan keterangan saat penyampaian Maklumat Juanda yang berjudul "Reformasi Kembali ke Titik Nol" di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, 16 Oktober 2023/Tempo/Febri Angga Palguna

Setelah putusan MK keluar, yang dikhawatirkan itu terbukti?

Memang susah membuktikan Presiden mengintervensi. Tapi, memakai logika umum, ada paman, ada adik ipar di situ. Terus Anwar di Semarang juga ngomong soal pentingnya pemimpin muda. Itu kelihatan sekali. Itu susah menyangkalnya, walaupun kami enggak punya bukti konkret.

Apakah harapan bahwa Jokowi tidak mendukung Gibran itu realistis?

Ya, itu harapan.

Ternyata tak sesuai dengan harapan Anda....

Patah hati, tapi tetap dengan harapan. Ya, siapa tahu kerendahan hati, kesabaran, dan jiwa besar Jokowi bisa menerima kritik para penggemarnya. Seperti Goenawan Mohamad bilang, kami menyayangkan kalau dia mengakhiri jabatannya dengan noda seperti ini. Makanya saya selalu mengibaratkan prestasi Jokowi itu seperti susu sebelanga, tapi nila setitik merusak semuanya.

Anda yakin nilanya hanya setitik?

Mungkin ada beberapa titik. Paling tidak, satu nila pun sudah jadi rusak. Apalagi kalau lebih.

Menurut Anda, mengapa Jokowi tak mendengarkan dua saran Anda itu?

Macam-macam, ya. Tapi sekurang-kurangnya yang saya tangkap beliau sangat peduli pada keberlanjutan program Ibu Kota Nusantara, hilirisasi, dan sebagainya. Bukan yang lain. Dia pasti enggak mau IKN jadi seperti Hambalang. Itu yang saya tangkap concern utamanya.

Bukan karena ingin terus berkuasa melalui anaknya?

Ya, mungkin untuk mengamankan itu harus dengan pengaruh.

Apakah kekecewaan terhadap Jokowi ini juga karena Gibran menjadi pasangan Prabowo?

Kekecewaannya bukan berpasangannya dengan siapa. Kekecewaannya karena Gibran anak presiden yang sedang berkuasa. Itu tidak sehat.

Apalagi berpasangan dengan Prabowo?

Apalagi. Itu pandangan saya.

Anda sudah menduga Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK?

Di luar dugaan. Kami berharapnya diberhentikan dengan tidak hormat sebagai hakim. Sebab, kalau dia masih menjadi hakim, ketercelaannya masih menempel di MK. Kan, concern kami, MK nanti bakal jadi wasit.

Apa langkah selanjutnya?

Maklumat Juanda mendesak Anwar Usman mundur. Membersihkan Mahkamah Konstitusi agar MK jadi wasit yang bersih.

Kalau soal Gibran?

Itu urusan politik, lah. Otomatis terdelegitimasi.


Erry Riyana Hardjapamekas

Tempat dan tanggal lahir:

  • Bandung, 5 September 1949

Pendidikan:

  • Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, 1978
    Kursus
  • Program Pendidikan Eksekutif Corporate Financial Management, Harvard Business School, Boston, Amerika Serikat, 1992

Karier:

  • Direktur Keuangan PT Timah Tbk, 1991-1994
  • Direktur Utama PT Timah Tbk, 1999-2002
  • Komisaris Utama PT Agrakom, 2000-2003
  • Komisaris dan Ketua Komite Audit PT Pembangunan Jaya Ancol, 2001-2003
  • Penasihat dan anggota Komite Audit PT Unilever Indonesia Tbk, 2001-2003
  • Komisaris Independen PT Semen Cibinong Tbk, 2002-2003
  • Komisaris Independen PT Kaltim Prima Coal, 2003
  • Ketua Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional, 2011-2014
  • Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, 2003-2007
  • Komisaris Utama Bank Negara Indonesia, 2008-2009
  • Komisaris PT Weda Bay Nickel, 2010-2017
  • Komisaris PT ABM Investama, 2011-2015
  • Direktur Non-Eksekutif Maybank KL, 2012-2015
  • Komisaris Utama PT MRT Jakarta, Mei 2013-2018

Organisasi:

  • Pendiri Masyarakat Transparansi Indonesia
  • Anggota Dewan Pendiri Indonesia Institute for Corporate Governance
  • Anggota Dewan Pakar Dompet Dhuafa
  • Pendiri Transparency International Indonesia (TII)
  • Ketua Dewan Pengurus TII, 2001-2003, 2008-2011
  • Anggota Independent Joint Anti-Corruption Monitoring and Evaluation Committee, Afganistan, 2011-2012
  • Ketua dan anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia, 2014-2019
  • Ketua Dewan Penasihat Universitas Indonesia, 2019-2020
  • Anggota Dewan Penyantun Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, 2015-sekarang
  • Anggota Dewan Pembina Indonesia Institute for Corporate Directorship dan Indonesia Institute for Public Governance, 2018-sekarang
  • Ketua Dewan Kehormatan Ikatan Akuntan Manajemen Indonesia, 2019-sekarang
  • Pendiri dan Ketua Advisory Committee Koalisi Anti Korupsi Indonesia, 2021-sekarang.

Tanda Jasa:

  • Satyalancana Pembangunan dari pemerintah Republik Indonesia, 1996
  • Bintang Jasa Utama dari pemerintah RI, 1997
  • Bintang Mahaputra Utama dari pemerintah RI, 2009

Penghargaan:

  • Bung Hatta Anti-Corruption Award 2003 untuk Kategori Bisnis
  • Lifetime Achievement Award dari Komunitas GRC, 2023

Anda mulai merasa ada yang salah dengan Jokowi sejak kapan?

Sejak amendemen Undang-Undang KPK itu. Saya berangkat tetap dari bidang yang saya tekuni, yaitu pemberantasan korupsi. Amendemen itu bikin kecewa. Kami sudah bertemu (Jokowi) waktu itu. Kami berikan masukan. Beliau bilang, “Ya, ini perintah partai koalisi dan segala macam. Saya enggak bisa apa-apa. Silakan saja judicial review.” Oke. Kami mengajukan permohonan judicial review, tapi kalah.

Jadi Anda sudah tahu waktu itu Presiden tidak akan mengeluarkan peraturan pengganti undang-undang seperti harapan banyak orang?

Betul. Kami memberi banyak masukan pun enggak mempan.

Apa yang paling mengecewakan dari revisi itu?

Independensi KPK hilang. Bukan hanya karena pegawainya jadi aparatur sipil negara, tapi juga seleksi pimpinannya, definisi pimpinan, dan macam-macam sehingga dimungkinkan presiden mengintervensi.

Ihwal KPK bisa mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3)?

Kalau itu saya setuju. Karena, bagaimanapun, satu waktu pasti ada kekhilafan atau kekurangan walaupun sebetulnya itu bisa dilakukan di tahap penyelidikan, tanpa SP3. Adanya Dewan Pengawas kami setuju, tapi kewenangannya harus jelas.

Mengapa independensi itu penting bagi KPK?

Karena bisa melawan intervensi dari mana pun. Di undang-undang lama ada pasal bahwa KPK tidak dapat diintervensi oleh siapa pun. Itu yang hilang.

Kalau komisionernya independen dan berintegritas, apakah itu bisa membuat KPK jadi baik?

Bisa menolong. Pimpinan KPK seharusnya orang yang tidak punya agenda, enggak mau ke mana-mana lagi. Ya, sudah di situ saja sampai selesai. Itu juga faktor yang menentukan. Independensi kadang-kadang juga tergantung kita sendiri, kan?

Anda melihat dampak kerusakan KPK akibat revisi itu sekarang?

No comment.

Kalau KPK ingin diperbaiki, apa yang harus dilakukan?

Harus diamendemen undang-undangnya.

Apakah masih ada kemungkinan itu dilakukan di periode akhir pemerintahan Jokowi?

Kalau mau, masih bisa, dong. Dewan Perwakilan Rakyat dikuasai dia. Kecuali Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sekarang jadi susah (diandalkan).

Ada kemungkinan itu akan dilakukan?

Itu persis yang saya sampaikan kepada Pak Jokowi di akhir pembicaraan. Bapak masih punya waktu kurang dari satu tahun. Ada beberapa yang bisa dilakukan dengan baik. Satu, penegakan hukum dan reformasi penegakan hukum. Kedua, Undang-Undang Perampasan Aset. Ketiga, reformasi birokrasi.

Apa jawaban presiden? Dia mencatat juga?

Enggak. Cuma iya, iya saja. Presiden bilang, “Tapi, ya, susah.” Enggak meyakinkan jawabannya. Mudah-mudahan saya salah.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kami Memberi Banyak Masukan pun Enggak Mempan"

Abdul Manan

Abdul Manan

Meliput isu-isu internasional. Meraih Penghargaan Karya Jurnalistik 2009 Dewan Pers-UNESCO kategori Kebebasan Pers, lalu Anugerah Swara Sarasvati Award 2010, mengikuti Kassel Summer School 2010 di Jerman dan International Visitor Leadership Program (IVLP) Amerika Serikat 2015. Lulusan jurnalisme dari kampus Stikosa-AWS Surabaya ini menjabat Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen Indonesia 2017-2021.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus