Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PLASTIK tak selalu jadi momok sebagai limbah yang sulit diberantas, atau menakutkan karena ada orang yang mengolah bijihnya jadi beras. Di mata empat mahasiswa Universitas Brawijaya, limbah plastik bisa menjadi bisnis yang menjanjikan-tentu saja setelah limbah itu diolah.
Keempatnya menciptakan alat pengolah limbah plastik yang menyulapnya menjadi barang rumah tangga yang siap pakai, seperti sapu, tikar, dan tambang. Mereka menamai alat itu G-MAP 1 atawa Green Machine Portable First Generation. "Prototipe ini kami rancang sendiri dan sudah final," kata Bildiosta Sappar, anggota ABS Industry, pekan lalu.
ABS Industry tak lain kelompok para mahasiswa ini ketika mereka mendaftar menjadi peserta Youth Eco-Preneur Competition pada 13 Mei 2015 di Bandung. Dewan juri menetapkan G-MAP sebagai juara kedua karena Sappar, Khasemy Rafsanjany, Taufiq Aldyansha, dan Muhammad Wildan berhasil meyakinkan juri akan kemudahan memasarkan hasil dan modifikasi plastik lewat alat ini. Maka bisnisnya paling menjanjikan diterima masyarakat.
G-MAP berupa pelat logam berukuran 25 x 22 sentimeter. Sappar merancang alat ini, lalu menyerahkannya kepada ahli bubut untuk dibuatkan menjadi alat pengolah limbah. Di atas pelat itu ada dudukan botol atau gelas plastik berupa lempeng yang menancap dengan baut setinggi 15 sentimeter. "Tingginya bisa disesuaikan dengan diameter gelas atau botol plastik," ujar mahasiswa Jurusan Administrasi Bisnis berusia 22 tahun ini.
Ujung dudukan itu di tengah pelat, diapit sepasang pelat tegak berkisi empat lubang. Seperti gerbang tipis dengan tinggi 8 sentimeter dan lebar 5 sentimeter, lubang kisi itu berfungsi sebagai tempat menyelipkan pisau pemotong selebar 3 sentimeter. Empat lubang kisi yang bergaris mendatar diatur berlapis dengan jarak 1 milimeter. "Jarak itu untuk mengatur hasil potongan, mulai ukuran tali plastik selebar 2 milimeter," katanya.
Di salah satu sisi dudukan pisau pemotong, ada pelat setinggi 8 sentimeter yang berfungsi sebagai penahan botol. Bagian keras di bawah botol dipotong di sini. Irisan pisau menghasilkan tali. Mesin sudah mengatur tali ketika tuasnya diputar. "Botol air kemasan ukuran 1,5 liter bisa jadi tali plastik selebar 2 milimeter dan sepanjang 5-8 meter tanpa putus," ujar Sappar.
Semula ABS akan memasang dinamo untuk memutar tuas sehingga tali plastik tergulung otomatis sekaligus memutar botol. Untuk itu mereka hendak mengajak mahasiswa dari Jurusan Teknik Elektro. Rencana itu dibatalkan karena tim ABS menimbang dinamo perlu listrik. Mereka tak ingin kerja manusia dan alat jadi tergantung setrum.
Tim ABS akhirnya memutuskan alat itu bekerja secara manual. "Kami ingin alat ini sederhana sehingga bisa dipakai siapa saja, termasuk ibu rumah tangga," kata Sappar.
Berat alat itu kurang dari 5 kilogram. Di sebuah sisi panjangnya ada pegangan untuk memudahkan membawanya. Dengan masa jaminan alat sampai tiga tahun, mereka membanderol harga G-MAP Rp 99.900 per unit. Rencananya, setelah diproduksi banyak, alat itu akan ditawarkan ke komunitas pengolah limbah dan masyarakat umum.
Selain mengepang tali dari botol plastik, alat ini bisa dipakai mengolah gelas plastik menjadi sapu lidi dan anyaman tikar. Untuk sapu di dalam rumah, tali plastik yang digunakan harus lebih dari ukuran lebar 2 milimeter agar agak keras. "Bentuknya bisa jadi barang kerajinan sesuai dengan kreativitas pemakainya," ucap Sappar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo