Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Starlink mulai melebarkan sayapnya di Indonesia. Bersamaan dengan itu ramai perbincangan di media sosial mengenai pengalaman memakai layanan internet berbasis Satelit besutan Elon Musk itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di antaranya adalah pengalaman yang dipos oleh Asep Indrayana, pengguna Starlink yang berdomisili di Bandung Barat. Dia mengungkap menjadi pengguna Starlink seminggu lalu. "Awalnya belum ada niatan beli, tapi tertarik secara knowledge aja," katanya saat dihubungi pada Rabu, 8 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Indra mengungkap niatan itu terus tumbuh dipicu oleh banyak faktor. Yang terutama adalah kawasan tempat tinggalnya yang minim dijangkau internet lewat jaringan fiber optik. Dia sempat mengatasi permasalahan ini dengan membeli modem GSM biasa, tapi risikonya lumayan boros biaya. Sudah begitu, sinyalnya tidak stabil.
"Ketika Starlink sudah bisa dipesan di Indonesia, saya membelinya dan barang ini sampai pada 3 Mei lalu," katanya sambil menambahkan, "Langsung saya pasang dan hanya butuh 10 menit saja perangkat bisa digunakan."
Indra membeberkan harga perangkat Starlink senilai Rp 7,8 juta dan biaya langganan per bulan Rp 750 ribu. Hasilnya, kini dia menjadi lebih mager di rumah.
Satu saja catatannya, kecepatan akses belum memuaskannya sebagai gamer. Untuk bermain game online setidaknya butuh latency-kecepatan koneksi jaringan-di bawah 10 ms (millisekon). Starlink, menurut Indra, hanya mampu 30 ms.
Menurut dia pula, kecepatan internet dari Starlink masih kalah dibanding layanan serat optik biasa yang sudah beredar di Indonesia. Sebab jaringan model ini akan mampu menghantarkan sinyal lebih cepat dalam waktu yang singkat ke smartphone maupun perangkat teknologi pengguna. "Latensi Starlink belum sebagus FO (fiber optik)," ucap Indra.
Kesaksian senada diungkap Ramda Yanurzha, pengguna Starlink di Jakarta Selatan, yang mengungkap latensi 28 ms. Bedanya, game online bukanlah prioritas Ramda. Kepada Koran Tempo, dia mengaku tak sabar menjajal layanan itu untuk kepentingan proyek-proyeknya di daerah terpencil.
Salah satu warga Indonesia asal Bandung mulai menggunakan layanan internet milik Elon Musk, Starlink pada Sabtu, 4 Mei 2024. Foto: Dokumen pribadi/Asep Indrayana
Perusahaan konsultan pembanding layanan internet, High Speed Internet, lewat situs miliknya mengatakan bahwa game bersifat interaktif dan memerlukan kecepatan internet yang mumpuni. Untuk jaringan yang dihantarkan lewat fiber optik, memungkinkan hadirnya latensi sebanyak 11 hingga 14 ms. Ukuran segitu dinilainya sangat mampu untuk mengoperasikan game dengan lancar tanpa hambatan.
Adapun pakar telekomunikasi yang juga Direktur ICT Institute, Heru Sutadi, berpendapat bahwa kecepatan internet Starlink akan berkorelasi dengan jumlah penggunanya. Dengan bertambah banyaknya pemakai perangkat ini maka mengharuskan perusahaan milik Elon Musk itu menerbangkan lebih banyak satelit ke luar angkasa.
Artinya untuk saat sekarang Heru mengklaim jika Starlink belum memenuhi targetnya untuk menjangkau seluruh wilayah di dunia. "Di banyak negara juga sudah mulai komplain dengan kecepatan Starlink yang menurun," katanya mengungkapkan.
Menurut Heru, Starlink saat ini mereka sudah mengorbitkan 6 ribuan satelit. "Tapi itu masih jauh dari yang direncanakan, harus ditambah menjadi 12 ribu lagi dan kemudian menjadi 34 ribu," katanya menambahkan.
Pilihan Editor: 5 Cara untuk Lebih Menjaga Kerahasiaan Chat di WhatsApp