Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Raja Ampat - Dikenal dengan kehidupan bawah laut yang sangat indah, Raja Ampat menyimpan potensi ancaman yang disebabkan deforestasi atau penggundulan hutan. Ancaman itu di antaranya sedimentasi yang menghalangi arus laut dan ikan untuk masuk ke teluk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terumbu karang di perairan Raja Ampat, Papua Barat, telah menarik perhatian para turis dan meningkatkan pendapatan masyarakatnya. Sayangnya, terumbu karang di sana banyak yang sudah rusak.
Tingkat ancaman perusakan terhadap pulau-pulau kecil dan terumbu karang di sekitarnya saat ini makin meningkat.
Tidak hanya isu mengenai terumbu karang, Raja Ampat pun memiliki ancaman deforestasi, yang juga berdampak besar pada kehidupan laut. “Harapan kami dari Dewan Adat adalah hutan kami dilindungi sebagai kawasan adat,” tutur Kristian Thebu, Ketua Dewan Adat Suku Maya di Raja Ampat, Papua Barat, Minggu, 18 Maret 2018.
Dia mengatakan Raja Ampat terdiri atas 20 persen hutan dan 80 persen laut. Keduanya, kata dia, perlu dilindungi.
Di hutan Raja Ampat, banyak binatang endemik, yang juga menjadi sumber penghasilan masyarakat di sana karena bisa dijual dengan jasa wisata.
Dewan Adat Raja Ampat juga mendapat dampingan dari Flora dan Fauna Indonesia, yang sedang melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai peraturan hutan adat.
“Mereka membantu kami dengan peraturan-peraturan, tetapi kami dari Dewan Adat mendorong bagaimana melakukan pemahaman kepada masyarakat kita,” ujar Kristian.
Mereka juga sudah mulai melakukan pemetaan di Teluk Mayalibit, Raja Ampat, agar bisa mengetahui luas hutan. Ancaman terbesar yang mereka hadapi sekarang adalah penebangan kayu ilegal.
Kristian mengingatkan agar isu penebangan kayu di Raja Ampat tidak diabaikan karena berdampak besar pada banyak hal.
Deforestasi hutan juga memiliki dampak besar pada laut. Hal tersebut sempat terjadi di Teluk Mayalibit, yang sebelumnya memiliki arus keras, tapi sekarang tidak ada arus karena sedimentasi membuat tanah menjadi naik.
Saat ini, arus yang tadinya membawa banyak ikan masuk sudah jarang. “Kami mau hutan Raja Ampat selamat supaya laut selamat,” tutur Kristian.