Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Bahan bakar minyak jenis Pertalite ataupun yang lainnya yang ada di tangki SPBU sangat mungkin tercampur oleh air. Menurut dosen dari Kelompok Keahlian Konversi Energi Institut Teknologi Bandung (ITB), Tri Yuswidjajanto Zaenuri, air yang masuk bisa dari imbas hujan atau banjir. “Kalau bahan bakarnya sampai berwarna coklat berarti airnya masuk ke dalam tangki timbun,” katanya Jumat, 6 Januari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tri menerangkan, air banjir atau rob bisa masuk tangki lewat bagian yang disebutnya venting. Bagian itu berfungsi mengeluarkan uap sekaligus mengurangi tekanan di dalam tangki. Dia menampik kemungkinan bagian lain karena tangki SPBU terbuat dari bahan baja tebal dan tutupnya kedap air. “Dan kalau bensinnya tercampur air, tangkinya harus dikuras,” ujar Tri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus seperti itu, menurutnya, rawan terjadi pada SPBU di daerah yang kerap kebanjiran, baik dari genangan setelah hujan maupun banjir rob di daerah pesisir. “Saya pernah melaporkan kasus seperti itu, Pertamina segera tangani jadi disedot diganti bahan bakar lain yang tidak ada airnya,” kata Tri menambahkan.
Petugas melakukan tera pada bahan bakar jenis pertalite di SPBU kawasan Kuningan, Jakarta, 29 Desember 2015. TEMPO/Tony Hartawan
Sebelumnya diberitakan, sepeda motor konsumen mogok setelah mengisi bensin Pertalite di sebuah SPBU di Karawang. Setelah diperiksa, ternyata warna bensin seperti 'jus jeruk'. Namun, Tri menjelaskan, perubahan warna bensin tidak mengindikasikan banyak sedikitnya air, melainkan lamanya waktu tercampur bensin dengan air di dalam tangki timbun SPBU.
Padahal, menurut Tri, ada prosedur untuk menguras tangki timbun secara periodik. “Jadi barangkali (campuran air) sempat seharian di dalam tangki timbun itu,” ujarnya.
Ditambahkannya, secara regulasi, sertifikasi bahan bakar boleh mengandung air paling banyak 500 ppm atau 0,5 cc per liter atau 0,05 persen. Standar itu terkait dengan kondisi negara tropis yang lembap. Kondisi kadar air sekecil itu, kata Tri, tidak akan membuat mesin kendaraan mati atau mogok. Namun sebaliknya jika melebihi ambang batas tersebut.
Solusi atas kasus bensin tercampur air itu, apapun warna bensinnnya, konsumen ganti bensin dengan yang baru, tanpa perlu penggantian komponen kendaraan. “Tidak ada yang rusak atau perlu penggantian komponen, paling buka businya dikeringkan pasang lagi, sudah,” ujarnya.