Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Rajawali Tidak Terbang Sungguhan

Terdapat cockpit lengkap dengan semua instrument. pilot yang sedang berlatih bisa berkeringat mendaratkan pesawat penuh muatan berbekal latihan di simulator.

1 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENDIDIKAN pilot mahal sekali -- dan bila mereka mogok memang tak mudah cari gantinya. Salah satu penyebab ongkos besar itu ialah biaya menerbangkan pesawat. Biaya menerbangkan pesawat jet jumbo seperti Boeing 747 misalnya, setiap jamnya sekitar AS$ 7.000 sampai AS$ 8.000 (Rp 4,5 - 5 juta). Banyak perusahaan penerbangan tidak mampu lagi untuk melatih pilot mereka menggunakan pesawat sungguhan. Terutama melatih pendaratan di semua pelabuhan udara yang penting. Tapi manusia memang banyak akal. Kenapa harus pakai pesawat sungguhan? Karenanya tidak luar biasa ketika awak DC-10 milik Air New Zealand yang jatuh di daerah Antarktika akhir tahun lalu hanya memiliki pengalaman pendaratan di dua pelabuhan udara, yaitu Auckland dan Christchurch. Pengalaman terbang selebihnya diperoleh dari latihan dengan alat simulator dan video tape. Alat simulator makin berperanan dalam program latihan pilot pesawat jet raksasa masa kini. Teknologinya makin sempurna. Kini peralatan itu mampu meniru semua kondisi yang mungkin bakal dialami pilot -- dan bahkan lebih dari itu. Padahal, menggunakan simulator hanya membutuhkan biaya sebesar AS$ 300 sampai AS$ 400 setiap jam (Rp 175.000 sampai Rp.250.000). Suara Dalam Cockpit Latihan dengan alat simulator modern begitu realistis hingga pilot dapat menggunakannya untuk memperpanjang surat izin terbang. Pejabat penerbangan sipil si Amerika Serikat dan Eropa kelak bahkan mengizinkan semua latihan penting dilakukan dengan simulator ini. Malah beberapa perusahaan penerbangan menyatakan bahwa seorang pilot yang menghadapi pesawat jenis baru, sekarang bisa dianggap cukup terlatih bila ia menerbangkan pesawat sungguhan selama 1«-2 jam saja, asal ditambah dengan latihan simulator. Dengan alat simulator modern sekarang, seorang pilot dapat melakukan apa saja yang mungkin ingin ia lakukan dengan pesawat sebenarnya -- termasuk yang mungkin tidak ingin dilakukan, seperti pendaratan darurat. Kotak tertutup alat simulator itu terpasang setinggi 7 m di atas 6 tiang hidraulis. Di dalamnya terdapat suatu cockpit lengkap dengan semua instrumen sampai tombol sekecilnya pun. Di belakang pilot yang berlatih terdapat meja instruktur, dilengkapi dengan peralatan yang mengulang setiap gerakan, serta peta yang mencatat "rute" penerbangan. Cockpit itu bukan main-main. Di sana bisa terdengar suara mesin yang meniru raungan mesin jet pada setiap kecepatan. Terdapat alat yang berbunyi atau mengeluarkan peringatan bila pilotnya terbang terlalu rendah. Ke-6 tiang hidraulis dapat meniru gerak percepatan serta getaran dan goncangan yang diakibatkan oleh bagian hampa udara. Perusahaan raksasa Boeing baru ini memesan 10 buah alat simulator kepada pembuatnya Redifon di Inggris. Sebagian direncanakan untuk melatih penggunaan pesawat Boeing yang baru, B-757 dan B-767. Pilot Boeing sangat terkesan dengan sistem hidrostatik yang dipakai simulator ini. Sistem ini meniru tekanan pada kemudi dalam setiap keadaan, seperti pada pesawat sebenarnya. Hanya pemandangan keadaan luar-yang terlihat pada layar di luar jendela cockpit simulator itu masih punya kekurangan. Meski citra yang diatur oleh komputer sudah cukup meyakinkan, seperti misalnya perubahan lapisan awan, sistem itu belum berhasil meniru pandangan meluas ke samping. Padahal pandangan ini penting, untuk terciptanya kesan gerak maju. Kini peralatan komputer dari General Electric berhasil mengurangi kepincangan ini. Sistem ini menggunakan beberapa layar video. Dengan demikian dapat mengesankan gambaran situasi bila sebuah pesawat jet berputar-putar di atas pelabuhan udara. Tapi masih terdapat lowong yang terlalu nyata antara citra di masing-masing layar itu. Meski begitu, kesan "ini-bukan-mainan" dengan simulator kadang berhasil menyebabkan pilot yang sedang dilatih berkeringat. Dengan tersedianya komputer unggul dan kemampuan programming yang terperinci sekali, alat simulator ini dapat meniru secara meyakinkan semua keadaan yang mungkin dihadapi seorang pilot. Misalnya ban pesawat yang pecah waktu mendarat atau terjadi kegagalan mesin setelah lepas landas. Peralatan yang dipesan Boeing kepada Redifon meliputi juga microprocessor (unsur utama bagi komputer) berkekuatan 32-bit, yang dibikin oleh System Engineering Laboratories di Florida, AS, dan mampu melakukan 30 perhitungan setiap detik. Sistem Redifon memiliki kemampuan komputer yang cukup untuk memonitor setiap kegiatan sistem itu secara cermat. Bila muncul suatu problem, segera dapat diketahui oleh ahli mekanik yang merawat sistem itu, bagian mana yang harus diperhatikan. Kini banyak pilot di dunia menerbangkan dan mendaratkan pesawat jet jumbo penuh muatan di pelabuhan udara manapun, hanya berbekal latihan berjam-jam di alat simulator, yang bagi setiap jenis pesawat dibuat tersendiri. "Terbang" di darat tentu jauh lebih murah, pasti lebih aman, tidak meggunakan bahan bakar yang mahal dan tidak bising. Rajawali bisa juga terbang sendiri -- tepat di muka bumi. Maka kini bisnis membuat simulator cukup menarik dan cenderung untuk memasuki wilayah bisnis raksasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus