JALUR cerita telah disodorkan jaksa. Para tertuduh juga mengaku.
Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Watampone tak perlu repot
Tahir dan La Wali, 18 Februari lalu, masing-masing dihukum 17
tahun penjara potong tahanan.
Mereka dinyatakan terbukti bersalah melakukan pembunuhan
berencana terhadap Sumiaty. Vonnis tak beda jauh dari tuntutan
jaksa yang minta agar kedua tertuduh dihukum 17 tahun tanpa
dipotong tahanan.
Namun agaknya tak dapat dielakkan kesan, bahwa ini sebuah proses
peradilan yang tidak lengkap ceritanya.
Betapa tidak? Cerita yang dibawa Jaksa Arsjad Massie berasal
dari pemeriksaan POMDAM XIV/Hasanuddin (Laksusda). Korban
pembunuhan, yang diketemukan dengan kepala terpisah dari badan
di Kampung Pinra (Kabupaten Bone), katanya bernama Sumiaty.
Pembunuhnya Tahir dan La Wali itulah.
Tahir dan La Wali sendiri di pengadilan mengaku: Mereka diundang
oleh Tajuddin, pegawai Pasar Sentral, untuk suatu jamuan makan
di Rumah makan Ramayana. Kopral Mallaniung, seorang anggota
polisi, ikut bersama dalam pertemuan tersebut. Di situ Tajuddin
menunjuk seorang wanita yang duduk di meja lain.
Besoknya 23 Maret di rumah makan yang sama, barulah Tajuddin
mengutarakan maksudnya mengundang makan-makan: ia minta agar
Tahir dan La Wali membunuh wanita yang kemarin ditunjuknya.
Disebutkan, namanya Sumiaty. Ia sendiri akan bertanggungjawab
atas semua risiko. Sebab, kata Tajuddin seperti diungkapkan
Tahir, semua rencana itu ada hubungannya dengan usaha
mengembalikan jabatan bupati kepada Suaib. Sebab bupati yang
sekarang, Harahap (pengganti Suaib), bukan orang Bone. Upah
untuk kerja demikian diterima Tahir (Rp 50 ribu) dan Wali (Rp
100 ribu) dari H.A. Sunre, pejabat di Pasar Sentral, melalui
Tajuddin.
Itulah sebabnya, setelah jaksa selesai dengan tuntutannya, Tahir
berani mengemukakan pembelaannya demikian: "Perbuatan itu saya
lakukan karena disuruh aparat pemerintah -- jadi atas nama
pemerintah sendiri!" Pun, katanya, pembunuhan yang diawali
dengan penganiayaan dan pemerkosaan terhadap korban itu
dilakukan di bawah ancaman Kopral Mallaniung. Jadi, lanjutnya,
"perbuatan itu saya lakukan untuk keselamatan jiwa saya yang
terancam . . ."
Pengadilan menerima begitu saja alasan Tahir dan La Wali.
Sementara itu beberapa hal nampaknya dilewatkan. Beberapa nama
penting, yang terseret dalam alur cerita versi Laksusda yang
dibawakan jaksa, tidak bisa dihadirkan sebagai saksi. Suaib,
misalnya, tidak bisa diajukan dengan alasan "sedang ke luar
desa" seperti disebutkan jaksa. Meskipun Suaib pernah mengatakan
bahwa ia bersedia maju sebagai saksi sekaligus untuk
membersihkan namanya.
Disiksa
Tidak itu saja. H.A. Sunre, yang berada dalam tahanan pun,
ternyata tidak bisa ditampilkan. Cerita tentang upah membunuh,
seperti yang diceritakan Tahir, diterima pengadilan tanpa
mendengarkan apa kata Sunre tentang hal itu. Kopral Mallaniung,
yang diceritakan kut serta dalam rencana dan pelaksanaan
pembantaian di Kuburan Pinra, ternyata juga tak pernah duduk di
kursi saksi.
Tajuddin orang yang menurut Tahir menyuruhnya, memang bersaksi.
Tapi tak mendukung tuduhan jaksa. Di bawah sumpah ia membantah
mendalangi Tahir dan La Wali. "Bagaimana mungkin," kata
Tajuddin, "kenal kedua tertuduh itu pun tidak." Lalu
pengakuannya di muka POMDAM tempo hari? "Keterangan itu saya
berikan karena disiksa," sanggah Tajuddin.
Berangkat dari cerita versi Laksusda, seperti yang disodorkan
jaksa, Majelis Hakim yang dipimpin Hakim M. Soedarsono
Djojohadiredjo juga tidak mempersoalkan pertanyaan yang beredar
di mulut umum: Benarkah wanita hamil yang diketemukan terpenggal
-- seperti diakui pembunuhnya -- bernama Sumiaty? Rupanya
pengadilan tidak mempersoalkan siapa yang dibunuh dan mengapa
korban itu yang dipilih, bukan orang lain.
Padahal polisi punya versi yang berbeda tentang korban ini.
Versi ini belum tentu benar, meskipun sebenarnya menarik juga.
Polisi yakin, setelah melakukan serangkaian pemeriksaan sidik
jari dan identifikasi lain, korban adalah Hasnah dengan nama
alias Hasse (TEMPO, 9 Februari). Bukan Sumiaty. Dan siapa Hasnah
itu mungkin bisa jadi petunjuk tentang alasan mengapaustru
wanita ini yang disingkirkan dari dunia.
Tapi versi lain itu sudah ditutup. Projustitia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini