Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Tim Pasca-bencana Gempa Bumi gabungan dari Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, merekonstruksi peristiwa Gempa Panjalu yang terjadi pada 27 Mei 1978. Gempa merusak itu diduga akibat aktivitas pergerakan sesar aktif yang belum terpetakan sebelumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berawal dari kajian katalog gempa merusak dari PVMBG Badan Geologi, tim lalu berangkat ke Panjalu untuk menggali lebih jauh data kejadian gempa tersebut. “Mumpung gempa belum berulang, apalagi di Jawa Barat risikonya tinggi,” kata anggota tim, Supartoyo, kepada Tempo, Jumat 22 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lokasi pusat gempa saat itu diperkirakan di darat di wilayah Kecamatan Panjalu dengan sebaran kerusakan meliputi bangunan di Desa Maparah dan Ciomas. Berdasarkan data Digital Elevation Model Nasional (Demnas), tim mengungkap melihat adanya kelurusan garis sesar gempa yang didukung oleh data sebaran kerusakan bangunan, retakan tanah, gerakan tanah. “Maka diperkirakan sesar aktif tersebut berarah barat laut – tenggara seperti di peta geologi,” kata Supartoyo.
Di desa terdampak, tim menemui beberapa warga yang menjadi saksi peristiwa gempa merusak itu. Disebutkan, guncangan gempa dirasakan cukup kuat hingga membuat genting berjatuhan, atap rusak, dinding tembok retak, bahkan ada rumah yang roboh. Selain juga terjadi retakan dan gerakan tanah. Yang terakhir ini seperti terjadi di Kampung Sukasirna. Tim memperkirakan, intensitas gempa saat itu sampai V-VI MMI (Modified Mercally Intensity).
Menggunakan peralatan seismograf portabel, tim melakukan pengukuran mikrotremor di 18 lokasi dengan durasi 40-60 menit per lokasi. Hasilnya, nilai frekuensi tanah yang 1,1 hingga 2,71 Hertz berkisar antara 0,37 sampai 0,91 detik, yang artinya kondisi geologinya tersusun oleh sedimen lunak yang cukup tebal. Daerah Panjalu pada umumnya juga diketahui tersusun oleh tanah sedang hingga tanah agak keras.
Dari hasil pengamatan lapangan juga diketahui bahwa tinggi muka air tanah pada morfologi lembah dan dataran bergelombang relatif dangkal atau kurang dari 20 meter. Ukuran butir tanah antara pasir sedang hingga lanau. "Apabila diguncang gempa bumi bersumber di darat dengan kekuatan atau magnitudo lebih dari 6,5 bisa berpotensi likuefaksi," kata Supartoyo.
Sementara itu, di katalog gempa bumi signifikan dan merusak 1821-2017 dari Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG), nihil catatan gempa merusak di Ciamis pada 1978. Beberapa gempa yang merusak di Ciamis dicatat justru akibat gempa yang berpusat di daerah lain. Misalnya saat gempa Tasikmalaya yang bermagnitudo 6,9 pada 15 Desember 2017. Kala itu, catatan menyebut, sebanyak 117 unit rumah rusak berat, 239 unit rumah rusak sedang, dan 403 unit rumah rusak ringan di Ciamis.
Tim peneliti merekomendasikan antara lain agar pemerintah Kabupaten Ciamis untuk melakukan sosialisasi tentang ancaman gempa bumi kepada warganya. Untuk menguatkan upaya mitigasi, pemda bisa menjadikan Desa Maparah, Ciomas, Kertamandala di Kecamatan Panjalu, sebagai desa tangguh bencana gempa bumi dan bahaya ikutannya.