Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana memodifikasi cuaca untuk mengurangi curah hujan tinggi di Jabodetabek mengandung risiko. Menurut Kepala Pusat Sains dan Teknologi Sains Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Halimurrahman, pemanfaatan teknologi modifikasi cuaca dalam kasus tertentu memungkinkan.
“Hanya untuk diterapkan pada kasus seperti hujan ekstrim Jakarta kemarin perlu dikaji secara hati-hati,” ujarnya saat dihubungi Kamis 2 Januari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Halim, awan konveksi atau awan berbentuk kumulus dalam lapisan atmosfer yang tidak stabil muncul sangat luas dan intens. Pada fenomena cold surge atau udara dingin yang menjalar dari Asia ke Indonesia dinamikanya sangat berbeda dibanding konvektif biasa karena ada desakan udara dingin dari utara. “Hal lain terkait penerapan modifikasi cuaca yaitu mengubah keseimbangan alam.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya diberitakan, Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT, Tri Handoko Seto mengatakan teknologi modifikasi cuaca (TMC) itu dilakukan dengan cara menjatuhkan awan yang akan masuk ke Jabodetabek di Selat Sunda, Lampung dan sekitarnya.
"Jadi tugas kami adalah menjatuhkan awan itu sehingga curah hujan di Jabodetabek akan berkurang secara signifikan," kata Seto dalam Rapat Koordinasi Banjir Jabotabek di Kantor BNPB, Jakarta Timur pada Kamis 2 Januari 2020.
BPPT mentargetkan pengurangan sekitar 30-50 persen hujan yang diperkirakan akan jatuh di Jabodetabek. Hal itu dianggap perlu lantaran saat ini Jabodetabak sudah sangat basah. Pihaknya berencana mengerahkan dua pesawat yaitu pesawat Casa dan CN 295 segera untuk modifikasi cuaca itu.
Ahli Sains Atmosfer dari Institut Teknologi Bandung Armi Susandi mengatakan rencana modifikasi cuaca dapat berhasil secara signifikan apabila aktivitas konveksi yang menyebabkan hujan di Jabodetabek terjadi di wilayah laut. Kondisi lainnya yaitu tanpa angin dominan yang mendorong aktivitas konveksi awan-awan dengan cepat ke daratan.
Selain itu Armi menilai rencana modifikasi cuaca mungkin akan sulit dilakukan apabila aktivitas konveksi yang terjadi berasal dari aktivitas konveksi lokal yang menyebabkan awan hujan tumbuh di atas wilayah Jabodetabek.
Aktivitas konveksi lokal itu seperti penguapan dari badan air yang ada di Jabodetabek seperti waduk, danau, maupun sungai. “Faktor lain pergantian angin darat dan angin laut di wilayah pesisir, atau pergerakan angin gunung dan lembah di wilayah Bogor dan sebagainya,” ujarnya.
Mengutip dari laman BPPT, Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dilakukan dengan meniru proses yang terjadi di dalam awan. Sejumlah partikel higroskopik yang dibawa dengan pesawat sengaja ditambahkan langsung ke dalam awan agar proses pengumpulan butiran tetes air di dalam awan segera di mulai.
Pelepasannya bisa dilakukan di bawah dasar awan, atau bisa juga dilepas langsung ke dalam awan. Dengan berlangsungnya pembesaran tetes secara lebih awal maka hujan juga turun lebih cepat dari awan, dan proses yang terjadi lebih efektif.