PERANG masa kini, menurut para ahli senjata, adalah pertempuran antar mikrocip dan antarkomputer. Keputusan dan reaksi yang diambil harus mampu melampaui kecepatan berpikir manusia. Maka, dua pekan lalu, Pentagon (departemen pertahanan AS) terkesiap ketika menemukan kekeliruan yang mungkin terjadi pada jutaan mikrocip dalam sistem pertahanan mereka. Ruda inframerah Maverick, misalnya. Ketika dicoba di Gurun Tucson, Arizona, Oktober tahun lalu, barang ini dielu-elukan sebagai "senjata ajaib Amerika untuk menangkal tank Rusia". Letnan Jenderal Thomas McCullen, dari Divisi Sistem-Sistem Aeronautika angkatan udara AS, ketika itu dengan gaya puitis menyebut Maverick, "Senjata yang akan menyingkapkan tirai malam." Ditembakkan dari udara, rudal ini mampu mencari jalannya sendiri melalui sistem penginderaan bahang, kendati di tengah kabut atau malam gelap gulita. Ketepatannya menjangkau jarak 16 km. Tetapi, kini, pabrik Hughes Aircraft Co. - yang membuat Maverick - bagaikan sedang dilanda musibah. Angkatan udara AS, yang sudah menyetujui pembelian hampir 61.000 biji dengan harga total sekitar Rp 5,81 trilyun, tiba-tiba membatalkan kontrak. Rudal itu, ternyata, terlalu cenderung menukik. Hughes sampai merombak tatanan manajemen puncaknya menghadapi peristiwa ini. Keluhan Pentagon disimpulkan dalam kalimat, "Kelemahan serius dalam keseluruhan kualitas." Tetapi, menurut koresponden pertahanan London Observer, Ian Mather "Penyimpangan mikrocip hanyalah satu aspek teknologi tinggi dalam kelemahan persenjataan modern." Aspek lain ternyata cukup banyak. Dan musibah yang menimpa Hughes, rupanya, juga tidak terlalu unik. Para perusahaan kontraktor yang melayani sistem pertahanan AS memang sudah agak lama dicurigai bekerja ugal-ugalan. Maret lalu, misalnya, sebuah perusahaan elektronika terkemuka AS didenda lebih dari Rp 1,3 milyar karena ketahuan memalsukan hasil uji coba mikrocip. Pabrik lain, yang merancang dan mengembangkan sistem radar untuk pesawat pesawat tempur AS, juga disuruh menghentikan produksinya. Radar tersebut diketahui berada di bawah standar. Di samping itu, versi AS atas senjata antipesawat Roland buatan Prancis-Jerman Barat juga dibatalkan. Proyek ini dianggap tidak layak dengan tuntutan pertahanan AS. Sebetulnya, "Akar masalah ini sangat sederhana tetapi gawat," tulis Ian Mather. Tuntutan konsumen mesin perang seperti tak pernah berakhir. Dan, sebagai akibatnya, teknologi yang diterapkan di bidang persenjataan juga semakin kompleks. Dengan kebutuhan akurasi tinggi yang digantungkan pada mikrocip, pembuatan benda itu sendiri kini membutuhkan standar yang tidak pernah dikenal sebelumnya. Hingga dua pekan lalu, Pentagon baru berani menyatakan clear untuk sekitar 2.000 dari 4.700 jenis cip yang terdapat dalam sistem pertahanan mereka. Cip itu meliputi yang terdapat pada pesawat pengebom B-52, rudal antikapal selam Harpoon, rudal daratke-darat Lance, serta tiga jenis pesawat tempur AS: A6, A7, dan F15. Pengujian untuk jenis cip sisanya masih membutuhkan beberapa minggu lagi. Cip mikroelektronik adalah kepin silikon seluas kuku jempol. Ia berisi lebih dari 100.000 sirkuit transistor. Dalam ukuran sekarang, mikrocip ini lebih kompleks dan lebih bertenaga daripada komputer sebesar kamar 20 tahun silam. "Bayangkanlah, menggambar peta kota besar, lengkap dengan rumah demi rumah, pada bidang seluas 1 cm2," ujar Dr. David Milne dari Institut Mikroelektronik Wolfson di Edinburg, Inggris. Kekeliruan mikrocip ini ditemukan hampir secara kebetulan, ketika para penilik dari angkatan laut AS meninjau pabrik Hughes di Tucson. Di situ, mereka mendapati "prosedur kontrol kualitas yang mungkin layak dipertanyakan". Tetapi, Hughes tidak sendirian menanggung maiu. Ia sendiri menggunakan mikrocip buatan pabrik lain, Texas Instrument Co. Hughes juga menghentikan produknya yang lain: senjata antitank TOW dan radar untuk pesawat tempur. TOW, yang sudah terjual sebanyak 750.000 biji ke 32 neara lain lagi penyakitnya. Senjata ini, setelah diteliti lebih saksama, mempunyai kelemahan pada sistem pembakaran motor kedua. Akibatnya, bila ditembakkan, rudal itu bukannya melesat menuu sasaran, melainkan mubeng - berputar-putar. Namun, pihak produsen tampaknya tidak mau disalahkan begitu saja. Pentagon, menurut mereka, terlalu membatasi waktu untuk riset dan pengembangan. Apalagi ada semacam sanksi bila pabrik melanggar deadline. Padahal, "Uji coba senjata memerlukan waktu," kata seorang manajer Hughes. Lagi pula, menurut dia, kebanyakan senjata memang bisa jenuh bila dicoba terlalu lama. Roland, misalnya, memerlukan sembilan tahun masa pengembangan. Sekitar Rp 13 mllyar dlhabiskan untuk "mengamerikakan" senjata buatan Prancis dan Jerman Barat ini. Mendadak, awal tahun ini, Pentagon menghapus nama senjata itu dari daftar mesin perangnya. Tadinya, AS bermaksud mengandalkan Roland untuk menangkal serangan nuklir, senjata kimia, dan senjata biologis. Kritik bertubi-tubi dilemparkan ke alamat beberapa perusahaan yang selama ini melayani pesanan departemen pertahanan AS. Soalnya, perusahaan-perusahaan itu dianggap tidak lagi bekerja dengan sikap ilmiah sepenuhnya. Mereka sudah banyak terlibat dalam teknik penjualan di pasar bebas. Selain itu, mereka juga mendorong kapasitas produksi secara berlebihan, sehingga agak ceroboh dalam kontrol, kualitas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini