Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Mesin teleks si didi

Hardianto kamarga menciptakan mesin teleks pertama buatan dalam negeri yang disebut mkn 8400. mempunyai kelebihan dan lebih modern dari yang biasa. (ilt)

6 Oktober 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAMPANYE pemerintah untuk menggalakkan penggunaan produksi dalam negeri, agaknya, mendapatkan "mesiu" baru. Mesin teleks, yang selama ini merupakan barang lmpor, sekarang dapat dibuat putra Indonesia. "Ini adalah mesin teleks pertama buatan dalam negeri," kata Ir. Hardianto Kamarga, sambil memperlihatkan ciptaannya, MKN 8400, produksi perdana PT Multi Kontrol Nusantara, yang dipamerkan kepada Menteri Parpostel minggu ini. Mesin ini terdiri atas tiga bagian, yaitu papan tombol (keyboard), pencetak (printer), dan terminal utama. Papan tombol merupakan kotak plastik yang dipenuhi tombol huruf alfabet, angka, dan fungsi-fungsi lainnya. Persis seperti tombol pada terminal komputer. Fungsinya adalah menjalankan dan mematikan teleks, serta "mengetik" berita yang dikirim dan mengeditnya. Hasil ketikan akan tergambar pada layar televisi ukuran 7 inci, yang terdapat pada terminal utama. Selain layar TV, pada terminal ini terdapat juga disc drive untuk piringan magnetis penyimpan memory ukuran 5,25 inci, yang digunakan sebagai penyimpan arsip teleks. Jika dianggap perlu, berita yang dikirim atau diterima dapat pyla dicetak pada printer dengan menekan sebuah tombol di papan tombol. "Jadi, dibanding mesin teleks biasa, alat ini dapat menghemat kertas," kata si pencipta, yang panggilan akrabnya Didi itu. Demikian pula dalam hal penyimpanan arsip: fungsi kertas perekam pada mesin teleks, berupa pita berlubang-lubang, digantikan oleh piringan magnetis. Kelebihan lainnya adalah kemampuan MKN 400 untuk menyimpan beberapa alamat yang dianggap penting, dan menghubunginya berulang-ulang - secara otomatis - bila keadaan saluran sedang sibuk. Keunggulan MKN 8400 ini dimungkinkan karena penggunaan sistem elektronik penuh. Sedangkan mesin teleks biasa, yang lahir pada dasawarsa 1970, menggunakan sistem gaungan elektronik dengan mekanik. Di luar negeri, menurut Didi, "Mesin teleks elektronik penuh, yang merupakan gabungan antara teleks dan komputer. sudah banyak dipasarkan." Tapi harganya lebih tinggi dibanding mesin teleks biasa. Maklum, selain dapat digunakan sebagai teleks, mesin ini juga berfungsi sebagai komputer biasa. Sedangkan teleks buatan Didi, memang, "dirancang sebagai mesin teleks yang menggunakan teknologi komputer". Jadi, komponen komputer hanya digunakan untuk menjalankan fungsi teleks. Karena itu, kapasitas memory yang digunakan pun kecil saja, hanya 64 Kbyte - bandingkan dengan komputer jenis IBM PC, misalnya, yang memiliki 256 Kbyte. Toh hal itu sudah cukup membuat MKN 8400 memiliki beberapa kelebihan dibanding teleks biasa. Misalnya kemampuan mengedit dengan mudah. Berita yang akan dikirim dapat dibaca dulu pada layar, kalau perlu masih dapat ditambah atau dikurangi. Bila sudah baik, baru dikirim. Selain itu, kapasitas memo ini masih memungkinkan MKN 8400 mengirim atau menerima teleks dalam dua mode standar, yaitu mode Baudot dan ASCII. Indonesia masih menggunakan mode Baudot pada sentral teleksnya, sedangkan kebanyakan negara maiu telah menggunakan ASCII . Bahkan, jika perlu, antara MKN 8400 dan komputer, atau antara dua MKN 8400, dapat saling berkomunikasi melalui saluran telepon biasa. "Tapi harus menggunakan modem," kata Didi. Modem adalah peralatan tambahan pada komputer agar dapat berkomunikasi melalui saluran telepon. Dengan segala kelebihan yang dimiliki MKN 8400 itu, toh, "Saya jamin, harganya tidak lebih mahal dari teleks biasa," kata Didi, berpromosi. Ia memperkirakan, harga teleks biasa di Indonesia "sekitar empat hingga lima juta rupiah". Dari keseiuruhan biaya ini, Didi memperkirakan, "Local content alat saya mencapai 70%, terutama karena desainnya dibuat sendiri." Maklum, lebih dari tujuh bulan diperlukan untuk menciptakan mesin ini - yang sekitar tiga bulan dihabiskan di Taiwan, Hong Kong, dan Jepang. "Soalnya, saya harus mencarl komponen dan desain yan paling optimal," kata bekas presiden direktur PT RFC (1978-19-83). Wajar jika biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. "Sekitar 500 juta rupiah," kata Didi. Tentu, tidak semua biaya dari koceknya. Ia banyak dibantu teman karibnya, seorang pengusaha terkemuka, Ir. Aburizal Bakrie. Besar harapan sukses bagi PT MKN ini. Dalam buku Telekomunikasi di Indonesia menjelang Tahun 2000, yang dikeluarkan Perumtel, 1980, diperkirakan: Pada 1984 akan terpasang 15.700 sambungan teleks, atau akan menjadi 28.100 pada 1989, 41.300 pada 1994, dan 62.900 pada tahun 2000. Maka, promosi bagi produk yang direncanakan masuk pasar awal tahun depan ini pun mular gencar dilakukan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus