SEJAK krisis energi bermula pada akhir 1973, segala upaya dikerahkan oleh semua negeri yang sangat bergantung pada bahan bakar minyak. Secara intensif, negeri-negeri industri maju, seperti AS, Jepang, Jerman Barat, Prancis, dan beberapa negeri Eropa mendorong penelitian dan pengembangan di bidang teknologi bahan bakar. Satu di antara penelitian yang digalakkan ialah di bidang bahan bakar sel. Tantangannya pun cukup menarik. Sejak 1975, misalnya, penelitian dan harapan pada energi alternatif ini sudah dipusatkan. Tetapi, sampai sekaran, hasil yang nyata secara komersial belum terwujud. Di AS, tempat semua usaha pembangkit listrik ditangani swasta, kemajuan di bidang bahan bakar sel sekarang ini sangat diperhatikan, terutama pemanfaatannya secara komersial. Jika cita-cita itu tercapai, perdagangan sel bahan bakar bisa menciptakan omset US$ 2 milyar dalam masa 20 tahun mendatang. Kapasitas terpasang akan mencapai 35.000 MW, dengan pertumbuhan 2.000 MW setiap tahun. Di AS, sejak dulu Departemen Energi (DOE), Lembaga Penelitian Ketenagaan (klKI), Lemhaga Penelitian Gas, dan beberapa lembaga lain menjadi sponsor penelitian di bidang ini. Namun, belum satu megawat listrik pun yang sudah diproduksikan secara komersial menguntungkan. Satu di antara perusahaan AS yang paling getol ialah United Technologies Corporation (UTC). Mcreka telah membangun satu unit berkekuatan 4,5 MW untuk perusahaan listrik Consolidated Edison di Kota New York. Meski unit tersebut dibangun untuk sekadar demonstrasi, hingga sekarang ia belum berfungsi secara benar, bahkan sering rusak. Karena itu, UTC kini membangun pembangkit listrik tipe yang sama, dengan menggunakan asam fosfor, yang sedikit ditingkatkan mutunya. Dengan berkekuatan 11 MW, beberapa unit dari versi ini siap untuk diserahkan kepada pemesan, menjelang 1987 nanti. Saingan berat UTC ialah Westinghouse, yang telah menandatangani kontrak dengan perusahaan listrik Southern California. Mereka akan membangun prototip sel bahan bakar dari asam fosfor berkekuatan 7,5 MW, berdasarkan lisensi teknologi dari Energy Research Corporation (ERC). Menurut Westinghouse, mereka akan tetap mempertahankan unit berkekuatan demikian, bila nanti alat tersebut memasuki tahap komersial, 1988. Apalagi sejak awal 1984, General Electric membekukan semua kegiatannya dalam teknologi sel bahan bakar. Tinggallah kini persaingan antara Westinghouse dan UTC. Dalam beberapa hal, sel bahan bakar menyerupai baterai lampu senter biasa, atau baterai mobil, yang memiliki anoda (-) dan katoda (+), yang dipisahkan oleh elektrolit. Bedanya, baterai senter hanya menyimpan energi dengan jumlah tetap, sedangkan sel bahan bakar tidak aus, dan tidak perlu dicas ia akan tetap menghasilkan energi, selama hidrogen disuplai ke anoda, dan oksigen disuplai ke katoda. Pada bidang batas di antara setiap elektroda dan elektrolit terjadi dua reaksi elektrokimia. Dengan merembesnya hidrogen ke anoda yang berongga, terjadilah oksidasi. Ini berarti, ia pecah mcnjadi ion hidrogen (H+), dan melepaskan elektron. Elektron-elektron ini mengalir melalui anoda, dan menciptakan arus satu arah (DC). Ion-ion hidrogen bergerak melalui elektroda ke katoda, tempat mereka bersatu dengan oksigen. Lalu, elektron-elektron mengalir dari muatan, untuk membentuk uap. Reaksi demikian terjadi pada sel asam fosfor. Pada sel alkali, partikel-partikel yang pindah ialah ion hidroksil (OH-). Pada sel karbonat cair, yang bergerak ion-ion karbonat (C03-). Sedangkan pada sel oksida padat, yang bergerak ialah ion-ion oksida (O). Sel bahan bakar, akhirnya memang masih merupakan tantangan besar. Namun, para peneliti yang tidak mengenal telah sudah berniat tidak menghentikan usaha mereka, sampai energi alternatif ini memasuki tahap layak komersial. M.T. Zen
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini