JUNI nanti, Indonesia mulai mengoperasikan kolam uji desain dan model kapal (KUDMK). "Yang pertama di negeri kita," ujar Ir. Suleman Wiriadidjaja, direktur Pengkajian Teknologi BPPT dan direktur Teknologi PT PAL Surabaya, kepada Muchlis Dj. Tolomundu dari TEMPO. KUDMK itu dibangun oleh Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Surabaya (ITS), di kampusnya di Sukolilo, pantai timur Surabaya. Dirintis sejak November 1984, kolam ini juga lazim disebut laboratorium hidrodinamika perkapalan (LHP). Kini, bangunan sipilnya tinggal dipasangi atap. Semua perlengkapan, mulai kabel sampai komputer, sudah tiba dari Jerman Barat. Biayanya sekitar US$ 270 ribu - US$ 200 ribu berupa bantuan dari Jerman Barat. Kolam berukuran panjang 55 meter, lebar 1,8 meter, dan kedalaman 3 meter ini akan menguji desain kapal maksimal 7.500 ton. Yang diuji, tentu saja, adalah miniaturnya yang diciutkan sampai 30 kali. Untuk kapai 7.500 ton dengan panjang 100 meter dan kecepatan 14 knot, umpamanya, miniatur yang masuk kolam hanyalah sepanjang 3 meter, dengan berat total 0,2025 ton, dan kecepatan 2,4249 knot - alias 1,25 meter/detik. Di kolam, ketahanan kapal diuji dalam kondisi air tenang, berombak, atau sekaligus berombak dan berarus deras. Kelak, hasil uji akan tampil di layar komputer. "Dari situlah diketahui, mesin utama yang dibutuhkan desain kapal tersebut," ujar Ir. Soegiono, dekan FTK ITS, dan satu di antara lima anggota tim perancang KUDMK. Lainnya adalah Ir. Petrus Adrianto, Ir. Eko Panunggal, Dr. Ing. Hans W. Schlott, dan Dipl. Ing. Hans Meier - dua nama terakhir adalah tenaga ahli perkapalan Jerman Barat yang sedang bertugas di ITS. Selama ini, kapal kita yang berukuran di atas 500 ton biasanya memesan desain dari luar negeri, dan diuji di sana. Atau, "Langsung di laut bebas, setelah kapal selesai dibangun," tutur Hutomo dari PT Pelita Bahari, Jakarta, kepada wartawan TEMPO Putut Tri Husodo. Soalnya, Hutomo menambahkan, "Belum ada ketentuan yang jelas mengenai prosedur pengujian desain kapal " Hal itu dibenarkan Dirjen Perhubungan Laut, J.E. Habibie, melalui telepon kepada TEMPO. Itu sebabnya, Habibie menilai pembangunan KUDMK sebagai langkah maju menuju industrialisasi perkapalan. "Kita tidak perlu lagi menguji desain kapal ke luar negeri," kata Habibie. Di luar negeri, program pengujian penuh menuntut ongkos sekitar US$ 40 ribu untuk setiap desain. Namun, para langganan tidak keberatan membayar karena hasil kolam uji justru bertujuan penghematan. Kolam uji akan menunjukkan daya mesin yang tepat digunakan, sehingga pemborosan bisa dihindari. Pada kapal laut, yang umumnya mempunyai masa operasi puluhan tahun, penghematan bahan bakar merupakan soal yang harus diperhitungkan. Penghitungan daya mesin sekaligus menyangkut penggunaan ruang, yang di kapal diusahakan seefisien mungkin. Kelebihan ruang bisa digunakan untuk muatan, yang dengan sendirinya mengurangi biaya operasi. KUDMK juga menguji kelayakan baling-baling, dalam interaksinya dengan badan kapal. Kolam uji semakin penting bila kita membuat desain untuk kapal berseri. Misalnya, membuat 10 kapal dengan desain yang sama. "Kalau desain itu tidak diuji, akibatnya bisa fatal, semuanya mungkin rusak sekaligus," kata Suleman Wiriadidjaja. Setelah kolam uji ITS ini, BPPT tahun ini juga mulai membangun kolam uji kedua, juga di Sukolilo. Direncanakan mulai beroperasi pada 1988, kolam uji BPPT itu berukuran panjang 220 meter, lebar 16 meter, dan kedalaman 6 meter. Kolam ini, di samping untuk riset, khusus menguji kapal di atas 7.500 ton. Kolam uji ITS ini, setelah rampung, akan tertutup sama sekali, untuk menghindari pelumutan. Airnya juga akan dicampuri kaporit. Dilengkapi ruang kerja, bengkel, serta ruang kontrol dan komputer. "Ke sinilah kelak industri maritim kita menoleh," kata Soegiono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini