Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUHU di salah satu ruangan rumah kaca Fasilitas Uji Terbatas Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong, konstan 30 derajat Celsius. Ruang setengah lapangan bulu tangkis itu dipenuhi puluhan tanaman berbatang lurus dengan daun menyerupai perisai. Tingginya bervariasi, dari satu hingga tiga meter. Setiap tanaman diperlakukan istimewa.
Saban hari, petugas dari laboratorium biologi molekuler bergantian mengukur pertumbuhan tanaman yang dikembangkan lewat rekayasa genetik ini. Tak ada yang tertinggal. Dari pertumbuhan akar, batang, hingga pucuk tertinggi pohon, semua dicatat teliti. "Ini sengon transgenik pertama di dunia," kata Enny Sudarmonowati, peneliti utama bioteknologi LIPI, kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Keberhasilan Enny meneliti sengon transgenik mengantar doktor filsafat dari Universitas Bath, Inggris, ini dinobatkan sebagai profesor riset bidang kultur jaringan tanaman LIPI, 28 Mei lalu. Alasannya, perbaikan tanaman hutan industri lewat transgenik atau pemindahan gen dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lain masih jarang dilakukan di Indonesia.
Sengon atau Paraserianthes falcataria merupakan tanaman hutan asli Indonesia. Di habitat alaminya, sengon mampu hidup setinggi 45 meter dengan diameter batang hampir mencapai satu meter selama puluhan tahun. Pada usia 5-10 tahun pun, kayu sengon sudah bisa dimanfaatkan sebagai bahan industri pulp, kertas, tiang rumah, papan peti kemas, peti kas, perabotan rumah tangga, pagar, tangkai, dan kotak korek api. Tak aneh jika sengon punya nilai ekonomi tinggi.
Tapi sengon biasa yang tumbuh di tempat alaminya tidak cukup memenuhi kebutuhan industri. Meski sejak 1986 pemerintah meluncurkan program hutan tanaman industri dengan merekomendasikan 20 spesies tanaman, termasuk sengon dan mangium, kebutuhan bahan baku tanaman industri tetap saja belum bisa terpenuhi. Pertambahan jumlah penduduk malah menyebabkan kebutuhan akan bahan baku industri kian tinggi.
Contoh kecil, kebutuhan bahan baku industri kertas Indonesia pada 2009 mencapai 300 ribu metrik ton, lalu meningkat drastis pada 2010 menjadi 420 ribu metrik ton. "Transgenik bisa menjadi solusi," kata peneliti bioteknologi, Sri Hartati. Percepatan waktu tumbuh sengon dengan rekayasa genetika, kata dia, mampu meningkatkan produksi bahan baku tanaman industri secara signifikan.
Enny menambahkan keunggulan sengon transgenik: bisa tumbuh 1,5 kali lebih cepat dibanding yang biasa. "Potensinya masih bisa lebih cepat lagi," katanya. Bayangkan, sementara sengon biasa bisa diproduksi pada umur 5-10 tahun, sengon transgenik memangkas waktu pertumbuhan menjadi 3-7 tahun.
Tempo mengamati, tidak ada perbedaan antara sengon biasa dan sengon transgenik. Habitat dan morfologi bentuk tanamannya pun sama. Tapi, jika disandingkan, dua jenis sengon yang berumur sama akan tampak jelas perbedaannya. Pertumbuhan sengon transgenik lebih cepat. Warna dan ukuran daun sengon transgenik lebih hijau tua dan berbentuk lebar-lebar.
Lalu bagaimana rekayasa genetik sengon? Menurut Enny, butuh waktu panjang, sejak 1992. Syarat untuk rekayasa genetik adalah memperbanyak tanaman sengon melalui kultur jaringan hingga 2000. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan mengisolasi bagian tanaman, seperti daun dan mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan. Untuk tanaman sengon, dibutuhkan suhu 20-24 derajat Celsius.
Tahap selanjutnya adalah memasukkan gen yang diinginkan ke dalam tanaman sengon. Gen yang dimasukkan berasal dari pohon poplar (Populus alba) selulase (PaPopCel1). PaPopCel1 memiliki kemampuan meningkatkan panjang dan lebar batang. Daunnya pun lebih lebar dan berwarna hijau tua. Artinya, kemampuan fotosintesis sengon bisa lebih cepat.
Memasukkan gen PaPopCel1 ke tanaman sengon dilakukan melalui metode Agrobacterium tumefaciens. Caranya, kultur jaringan awal sengon dimasukkan ke dalam cairan bakteri yang telah diatur kadarnya selama 5-10 menit. Setelah enam bulan, tanaman sengon yang sempurna seukuran kelingking dipindahkan ke rumah kaca dengan media tanah.
Selain cocok untuk tanaman industri, sengon transgenik pas ditanam di tepi kawasan yang mudah terkena erosi atau daerah aliran sungai. Keistimewaan lainnya, sengon transgenik mudah dihidrolisis. Artinya, kandungan selulosa dalam sengon transgenik mampu menghasilkan bioetanol. "Selulosa bisa dikonversi menjadi gula, kemudian etanol," kata Enny. Bioetanol berfungsi sebagai bahan bakar alternatif masa depan.
Agus Imam, penggiat industri kehutanan di Gresik, menyambut baik kehadiran sengon transgenik. "Yang penting aman dan tidak berpengaruh terhadap ekosistem," katanya. Jawaban laki-laki 35 tahun itu memang beralasan. Hingga kini, kehadiran teknologi transgenik masih menuai pro-kontra. Sebagian kalangan masih menganggap tanaman transgenik punya potensi besar merusak lingkungan. Hal tersebut berkaitan dengan keberadaan gen asing di dalam tubuh tanaman yang berpotensi mengubah ekologi. Misalnya matinya serangga bukan hama dan meningkatnya ketahanan gulma terhadap herbisida.
Di sisi lain, banyak yang berpendapat rekayasa genetik berdampak positif. Alasannya, selain menguntungkan, transgenik mampu menekan penggunaan produk pestisida sebagai polutan dan racun terhadap lingkungan. Enny dan Sri pun berpendapat senada. "Tidak perlu khawatir, gen-gen yang dialihekspresikan aman," ujar Sri.
Tren penelitian rekayasa genetik tanaman di dunia memang menunjukkan kenaikan. Pada 2009, tercatat 25 negara sudah menanam tanaman transgenik secara komersial. Mayoritas didominasi tanaman pertanian, seperti jagung, kedelai, dan kapas, dengan gen pembawa sifat ketahanan terhadap serangga dan herbisida. Sengon bongsor ini masih diuji coba terbatas di rumah kaca. "Tinggal menempuh penelitian kestabilan gennya," kata Enny.
Rudy Prasetyo
Sengon dalam Bahasa Bahasa Ilmiah: Paraserianthes falcataria
Jawa : Sengon
Sunda : Jeunjing
Maluku : Seja
Banda : Sikat
Ternate : Tawa
Tidore : Gosui
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo