Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Serai wangi menjadi tanaman penutup di area reklamasi tambang milik PT Solusi Bangun Indonesia Tbk.
Tanpa memerlukan perawatan, serai wangi bisa tumbuh di berbagai kondisi tanah.
Llimbah serai wangi bisa menjadi pakan ternak sapi serta media tanam jamur tiram.
RUMPUN-RUMPUN tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus) dengan daun-daunnya yang panjang menjuntai itu tampak menghijau meski berada di lahan bekas tambang batu gamping. Serai wangi sengaja ditanam sebagai tanaman penutup tanah di salah satu area reklamasi tambang milik perusahaan semen PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SBI) Pabrik Narogong di Desa Kembang Kuning, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tanaman serai wangi ini sudah berumur setahun dan sudah beberapa kali dipanen daunnya untuk produksi minyak asiri,” kata Kepala Teknik Tambang Batu Gamping SBI Pabrik Narogong Jufrill Appangallo pada Jumat, 24 Januari 2025. “Jadi ini sudah berkali-kali regenerasi. Selain dipotong daunnya, diambil batang hingga akarnya untuk dijadikan bibit,” kata Jufrill.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemilihan serai wangi itu, dia menjelaskan, merupakan rekomendasi peneliti ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB University).
Kepala Laboratorium Riset Unggulan IPB University Irdika Mansur mengamini penjelasan Jufrill. Pengajar di Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB University tersebut mengungkapkan, pada 2018 atau 2019, ia didatangi pihak SBI Pabrik Narogong yang bercerita mengenai kesulitan dalam reklamasi tambang. “Mereka tanya jenis tanaman reklamasi apa yang cocok untuk lahan bekas tambang batu gamping dan tanah liat. Saya bilang coba serai wangi, lalu mereka tanam dan berhasil,” tutur Irdika di kantornya, Selasa, 21 Januari 2025.
Menurut Irdika, SBI Pabrik Narogong berhasil karena dapat menumbuhkan tanaman serai wangi di lokasi reklamasi tambang, baik bekas tambang batu gamping maupun tanah liat. Selain itu, mereka bisa memproduksi barang-barang berbasis minyak asiri serai wangi. Menurut General Affairs and Community Relation Manager SBI Pabrik Narogong Nur Lailiyah, perusahaannya memiliki program Sistem Mas Soeltan—akronim Sistem Reklamasi Tambang yang Berdampak Sosial dan Berkelanjutan.
“Kegiatan reklamasi tambang menggunakan tanaman serai wangi ini melibatkan masyarakat lima desa ring 1 SBI Pabrik Narogong. Sebanyak 17 petani dilibatkan dalam penanaman. Empat di penyulingan, tiga di pembibitan, dan sepuluh di produk olahan,” ucap Lailiyah, Jumat, 24 Januari 2025. Produk yang telah dihasilkan, Lailiyah menambahkan, adalah olahan minyak asiri seperti hand sanitizer, karbol, minyak pijat, minyak angin, dan minyak telon.
Produk asiri, Sijebi. Dok. PT SBI
Penyulingan minyak serai wangi milik SBI Pabrik Narogong itu memiliki kapasitas produksi 1,4 ton. Limbah berupa sisa serai wangi dari produksi minyak asiri, Lailiyah menuturkan, juga dijadikan pakan ternak sapi. “Kami punya kandang sapi komunal yang diberharapkan dapat digunakan oleh para penggembala sapi yang melintas di area tambang. Saat ini kandang dikelola oleh koperasi masyarakat yang menjadi binaan kami,” tuturnya. “Kotoran sapi yang dijadikan kompos oleh masyarakat itu dibeli SBI Pabrik Narogong untuk memupuki tanaman reklamasi, sehingga terjadi ekonomi sirkular.”
Ihwal ekonomi sirkular itulah yang membuat Irdika menyukai serai wangi. Menurut dia, sebenarnya nilai ekonomi serai wangi justru ada pada limbahnya. Tanaman itu, kata Irdika, sudah bisa dipanen pada umur enam bulan dan setiap tiga bulan setelahnya. “Seribu kilogram daun serai wangi menghasilkan 7 kilogram minyak asiri. Harga per kilogram minyak asiri serai wangi Rp 150-300 ribu,” kata Irdika.
Adapun limbahnya bisa dijadikan kompos. “Dari 993 kilogram limbah, 60 persen bisa menjadi kompos. Satu kilogram kompos itu Rp 2.000, dikalikan sekitar 600 kilogram, dapat Rp 1,2 juta,” ucap Irdika membuat perhitungan. “Tapi jangan dijadikan kompos dulu limbahnya, melainkan dijadikan media tanam jamur tiram. Limbah itu kira-kira bisa menghasilkan 300 kilogram jamur yang harga per kilogramnya Rp 10 ribu,” tuturnya. “Setelah ditanami jamur, limbah bisa berubah jadi media tanam yang cantik banget, hitam seperti tanah.”
SBI Pabrik Narogong, Irdika melanjutkan, bukan satu-satunya perusahaan tambang yang menanam serai wangi untuk mereklamasi tambang. Irdika, yang meneliti tambang selama 30 tahun ini, justru belajar menanam serai wangi dari R.A. Ety, petani serai wangi di Jonggol, Jawa Barat. “Bu Ety yang pertama kali menanam serai wangi di lahan reklamasi tambang. Waktu itu di tambang PT Berau Coal di Berau, Kalimantan Timur,” ujar Irdika.
Sepanjang pengetahuan Irdika, sudah banyak tambang yang menjadikan serai wangi tanaman reklamasi. Ia menyebutkan beberapa perusahaan tambang besar, seperti PT Arutmin Indonesia Tambang Kintap, Tanah Laut, Kalimantan Selatan; PT Bukit Asam di Tanjung Enim, Sumatera Selatan; beberapa tambang PT Aneka Tambang; PT Harita Nickel di Pulau Gebe, Halmahera Tengah, Maluku Utara; juga PT Multi Harapan Utama di Samarinda, Kalimantan Timur.
Menurut Irdika, pemilihan serai wangi sebagai tanaman penutup lahan di lokasi reklamasi tambang didasari banyak pertimbangan. “Sebelumnya tanaman penutup tanah itu dipakai tanaman kacang-kacangan. Masalahnya, kacang-kacangan ini juga bisa merambat. Kalau merambat melilit tanaman pionir bisa mati,” ucapnya. “Karena itu, tiap tiga bulan mesti dipangkas. Jelas mahal karena upah di tambang kan beda dari pertanian.”
Adapun serai wangi terbilang bandel, hampir tidak memerlukan perawatan sama sekali. Tanaman ini pun bisa tumbuh di berbagai kondisi tanah. Contohnya di bekas tambang batu gamping dan tanah liat SBI Pabrik Narogong itu. “Coba lihat ini, kacang-kacangan saja yang mengambil nitrogen dari udara daunnya jadi kuning tanda kekurangan nitrogen. Tapi lihat serai wanginya, ijo royo-royo,” kata Irdika sembari menunjukkan sebuah foto di laptopnya.
Kepala Teknik Tambang SBI Pabrik Narogong Avi Riscyanto menjelaskan perbedaan teknik penanaman serai wangi di lahan bekas tambang batu gamping dan tanah liat. Di lahan tambang batu gamping yang terbatas tanahnya, teknik penanamannya menggunakan sistem pot. “Jadi dibuatkan lubang pada lahan batu gamping, kemudian diisi tanah dan baru baru ditaruh bibit,” tuturnya. “Kalau di tanah liat, lahannya ditata menggunakan ekskavator, lalu dibuatkan jalur air.”
Ihwal keberhasilan reklamasi, Avi mengatakan hal itu bergantung pada dokumen rencana reklamasi yang disampaikan perusahaan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. “Di dalam dokumen rencana reklamasi itu ada rencana luasan, tanaman, dan keberhasilan,” ujarnya. “Dikatakan berhasil 100 persen itu jika memenuhi syarat. Misalnya reklamasi dalam bentuk penanaman, maka syaratnya tajuk harus menutupi 80 persen area.”
Syarat dan pencapaian itu, kata Avi, bisa juga dalam bentuk lain. “Misalnya jenis tanamannya adalah yang lurus ke atas seperti kayu putih yang tidak bertajuk, maka tingkat keberhasilannya bisa diukur dari berapa banyak jumlah tanaman yang hidup,” ucapnya. “Bisa juga seperti kami, misalnya dari sekian hektare lahan reklamasi akan menghasilkan sekian kilogram minyak asiri. Jadi itu tergantung persetujuan Kementerian atas dokumen rencana reklamasi kita.” ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Reklamasi Tambang ala Serai Wangi