Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Presiden Prabowo Subianto mewajibkan devisa hasil ekspor sumber daya alam disimpan setahun di dalam negeri.
Investor melihat aturan penghematan anggaran sebagai kebijakan yang positif.
Ada celah lobi bagi eksportir untuk melonggarkan aturan DHE.
PERTOLONGAN terhadap rupiah yang sedang terpuruk akhirnya datang juga. Ada dua keputusan pemerintah yang menjadi sentimen positif. Perbaikan ini sungguh penting karena pasar keuangan global masih bergejolak dan nilai mata uang negara-negara berkembang, termasuk rupiah, merosot tajam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Reaksi positif pasar sudah mulai terlihat akhir pekan lalu. Kurs rupiah menguat ke kisaran 16.150 per dolar Amerika Serikat, naik dari pekan sebelumnya yang nyaris menyentuh 16.400.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dorongan positif pertama muncul dari sisi kebijakan fiskal. Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang memerintahkan semua pejabat pemerintah mengefisienkan anggaran. Pemerintah akan memangkas bujet untuk hal-hal tak mendesak dan bersifat pemborosan, seperti kegiatan seremonial dan perjalanan dinas. Tak tanggung-tanggung, Prabowo mematok target pemangkasan anggaran hingga Rp 306,2 triliun atau hampir 10 persen dari total anggaran belanja 2025.
Sudah lama sebetulnya pasar finansial menunggu keputusan rasional semacam ini. Penghematan besar-besaran menunjukkan niat serius pemerintah kembali mengikuti pakem kebijakan fiskal yang berhati-hati. Bagaimanapun, investor global selalu menimbang faktor fundamental suatu negara dalam berinvestasi.
Misalnya, meski obligasi pemerintah Indonesia menawarkan imbal hasil yang tinggi—sekarang lebih dari 7 persen untuk yang berjangka 10 tahun—investor tak akan datang jika mereka menilai kondisi fundamental Indonesia cenderung memburuk. Imbal hasil tinggi hanya mencerminkan risiko yang lebih besar. Kesehatan fiskal merupakan salah satu parameter utama dalam mengukur faktor fundamental negeri ini.
Maka, ketika Prabowo akhirnya memilih berhemat dan menggunakan anggaran dengan lebih efisien ketimbang agresif menambah utang, pasar melihatnya sebagai hal positif. Keyakinan investor kepada Indonesia membaik. Muncul ekspektasi kondisi finansial pemerintah akan membaik atau setidaknya tak memburuk lebih jauh. Defisit anggaran tidak akan meledak. Pada gilirannya, nilai rupiah bakal lebih stabil.
Selain dari sisi fiskal, muncul dorongan positif dari kebijakan moneter. Pemerintah mengumumkan rencana perubahan peraturan tentang penyimpanan devisa hasil ekspor atau DHE sumber daya alam. Jika tak ada perubahan, mulai 1 Maret mendatang, eksportir komoditas sumber daya alam wajib menyimpan 100 persen DHE di sistem keuangan dalam negeri selama minimal satu tahun.
Ketimbang peraturan yang saat ini masih berlaku, perubahan tersebut sangat signifikan. Saat ini eksportir hanya wajib menyimpan DHE di dalam negeri sebesar 30 persen. Jangka waktunya pun cuma tiga bulan.
Pemaksaan eksportir menyimpan 100 persen DHE sumber daya alam di dalam negeri jelas dapat menambah pasokan devisa alias dolar di dalam negeri. Menurut hitungan pemerintah, ada potensi tambahan cadangan devisa hingga US$ 90 miliar. Tambahan cadangan devisa sebesar itu, jika benar terwujud, tentu akan memperkuat posisi rupiah ketika pasar global sedang bergejolak seperti saat ini.
Masalahnya, peraturan tentang DHE selalu menimbulkan kontroversi. Eksportir komoditas hasil alam, seperti minyak sawit dan batu bara, punya banyak alasan dalam melobi pemerintah agar tidak mengubah peraturan semacam itu. Maklum, keharusan menyimpan 100 persen DHE di dalam negeri sudah pasti akan menaikkan ongkos modal mereka sehingga mengurangi profit. Ujung-ujungnya, bukan tak mungkin peraturan yang kelak terbit ternyata jauh lebih lunak, tidak seketat yang sebelumnya diumumkan. Pasar finansial mengamati dengan cermat cara pemerintah mengeksekusi rencana ini.
Demikian pula halnya dengan penghematan dan efisiensi anggaran. Investor global akan terus memonitor pelaksanaannya, apakah benar Prabowo terbukti mengubah arah kebijakan fiskal secara fundamental. Jika implementasinya ternyata tak sesuai dengan ekspektasi pasar, sentimen positif terhadap rupiah yang baru tumbuh bisa layu sebelum berkembang. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Dua Kebijakan Penyelamat Rupiah