Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Arkeolog senior Bambang Budi Utomo meminta video penjelasan Budayawan Betawi Ridwan Saidi mengenai Kerajaan Sriwijaya fiktif di kanal Youtube dicabut agar tidak menjadi hoaks berkepanjangan.
"Saya sudah usulkan ke Direktorat Sejarah lebih baik video itu dicabut atau hapus saja dari Youtube untuk menyelamatkan masyarakat dari hoaks," kata Bambang Budi Utomo saat diskusi Kerajaan Sriwijaya di Palembang, Sabtu, 31 Agustus 2019.
Menurut dia langkah itu harus secepatnya diambil agar polemik 'Sriwijaya Fiktif mereda dan tidak menjadi bola liar, namun jika memang Ridwan Saidi merasa penjelasannya benar maka ia memintanya menunjukkan bukti-bukti.
Selain itu, rendahnya literasi sejarah masyarakat Indonesia dikhawatirkan mempengaruhi pemahaman yang selama ini sudah diajarkan dan dibuktikan oleh para sejarawan serta arkeolog.
"Untuk masyarakat, jika ingin mencari tahu sejarah harus dipahami betul-betul, bandingkan pengetahuan yang baru dengan pemahaman yang sudah dimiliki, logikanya seperti apa kira-kira, jangan ditelan mentah-mentah," kata Bambang yang juga anggota Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia.
Bambang yang puluhan tahun meneliti Kerajaan Sriwijaya, mengusulkan agar pembahasan mengenai Kerajaan Sriwijaya diperkuat lagi melalui kurikulum sekolah, khususnya di tingkat lokal Sumsel, selain untuk menjadi dasar pemahman, Sriwijaya juga harus menjadi kebanggaan bagi warga Sumsel.
"Pertama Sriwijaya itu satu-satunya kerajaan yang punya akta kelahiran, lalu kedua Sriwijaya sudah memiliki aturan dalam menata kota, ada tamannya, ada tempat sucinya, artinya Sriwijaya itu sudah maju pada masanya, jadi orang Sumsel harus bangga," katanya.
Mengenai ungkapan bajak laut yang dikatakan Ridwan Saidi, ia meluruskan pemahaman tersebut dengan menyebut yang dimaksud merupakan suku-suku laut zaman Sriwijaya.
"Zaman itu ada suku laut yang memang sering dimintai tolong untuk jadi bagian tentaranya Sriwijaya," kata Bambang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ridwan Saidi belum berhasil dikonfirmasi soal pernyataan arkeolog Bambang Budi Utomo itu. Namun sebelumnya, Ridwan mengatakan, arkeolog tidak mengerti bahasa-bahasa kuno. "Prasasti yang mendukung keberadaan Sriwijaya yang selama ini mereka gunakan, prasasti yang ditemukan 1918, itu ada arkeolog Prancis yang menebak-nebak itu Bahasa Sansekerta," katanya kepada Tempo melalui telepon, Kamis, 29 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ridwan, bahasa yang dipakai prasati yang ditemukan itu adalah Bahasa Armenia, bukan Sansekerta. Sehingga, kata dia, terjemahannya jadi keliru berat, itu bukan tentang keberadaan Sriwijaya. Hal itu lah yang menjadi landasan teorinya bahwa Kerajaan Sriwijaya fiktif.