Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali menggencarkan modifikasi cuaca (OMC) untuk mengurangi risiko bencana hidrometeorologi di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto mengatakan tim gabungan berupaya mengikis curah hujan di daerah tangkapan air Sungai Ciliwung dan Cisadane, mulai dari Bogor sebagai hulu, hingga Jakarta dan Bekasi sebagai hilir. Hujan deras yang dibawa oleh awan akan diturunkan lebih awal di atas laut sebelum mencapai daratan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sementara awan yang berkembang di daratan disemai agar pertumbuhannya terganggu sehingga curah hujannya berkurang,” kata Tri Handoko Seto melalui keterangan tertulis, Kamis, 6 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Seto, rekayasa cuaca yang berjalan sejak Rabu, 5 Maret kemarin, akan dilanjutkan hingga 8 Maret 2025. Rencana ini masih bisa berkembang sesuai prediksi cuaca terbaru. Pada Kamis pagi ini, tim gabungan juga mendiskusikan rencana pelaksanaan OMC tambahan yang akan didanai oleh Pemerintah DKI Jakarta.
Berkaca dari pengalaman sebelumnya, kata Seto, menyebut OMC di sekitar Jakarta mampu mengurangi curah hujan sebesar 30-60 persen pada awan hujan yang besar. “Dengan demikian diharapkan risiko banjir di wilayah terdampak dapat ditekan.”
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memastikan OMC selalu dilaksanakan berdasarkan data dan analisis atmosfer yang akurat. Dalam rekayasa cuaca, BMKG tidak hanya menyediakan data cuaca, tapi juga merancang strategi operasi, menentukan lokasi penyemaian, serta memantau kondisi atmosfer secara real-time untuk memastikan efektivitas intervensi cuaca.
“Operasi Modifikasi Cuaca bukan sekadar menyemai garam ke langit, tetapi memerlukan pemodelan atmosfer yang tepat agar intervensi yang dilakukan benar-benar efektif,” katanya dalam keterangan tertulis yang sama.
Dwikorita menjamin setiap rekomendasi BMKG berbasis pada data meteorologi terbaru dan perhitungan ilmiah yang terukur. Dalam operasi, tim BMKG menentukan waktu dan rute penerbangan pesawat, serta bahan semai yang digunakan.
Agar efektif, dia meneruskan, penyemaian harus dilakukan pada waktu dan lokasi yang paling optimal. Untuk kebutuhan pemantauan, tim BMKG bersiaga 24 jam penuh.
“Setiap intervensi dalam OMC harus berbasis pada data yang presisi. Jika tidak, upaya ini bisa sia-sia atau justru memperburuk kondisi cuaca di wilayah lain,” tutur Dwikorita.
PIlihan Editor: BRIN Kembangkan Sel Surya Perovskite Anorganik Bebas Timbal, Solusi Energi Ramah Lingkungan