Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada awal pandemi para ilmuwan mengidentifikasi bagaimana SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, masuk ke dalam sel untuk menyebabkan infeksi. Semua vaksin dan terapi berbasis antibodi dirancang untuk mengganggu rute masuk ke dalam sel, yang membutuhkan reseptor yang disebut ACE2.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kini peneliti di Washington University School of Medicine di St. Louis, Amerika Serikat, menemukan satu mutasi SARS-CoV-2 yang memiliki kemampuan memasuki sel melalui rute lain yang tidak memerlukan ACE2. Kemampuan untuk menggunakan jalur masuk alternatif membuka kemungkinan untuk menghindari antibodi atau vaksin Covid-19, tapi mereka tidak menemukan buktinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, penemuan tersebut menunjukkan bahwa virus dapat berubah dengan cara yang tidak terduga dan menemukan cara baru untuk menyebabkan infeksi. “Mutasi ini terjadi di salah satu titik yang banyak berubah saat virus bersirkulasi dalam populasi manusia,” ujar salah satu penulis studi Sebla Kutluay, seperti dikutip Phys, 25 Juni 2021.
Kutluay yang juga asisten profesor mikrobiologi molekuler itu mengatakan sebagian besar reseptor alternatif dan faktor perlekatan hanya meningkatkan infeksi yang bergantung pada ACE2. Namun, dalam kasus ini, dia menemukan cara alternatif untuk menginfeksi tipe sel kunci—sel paru-paru manusia—dan bahwa virus memperoleh kemampuan ini melalui mutasi yang diketahui muncul dalam populasi.
“Ini adalah sesuatu yang pasti perlu kita ketahui lebih banyak,” kata dia yang studinya diterbitkan pada 23 Juni di Cell Reports itu.
Sejak tahun lalu Kutluay dan dan koleganya M. Ben Major, Alan A. dan Edith L. Wolff—para profesor biologi dan fisiologi sel—mulai mempelajari perubahan molekuler yang terjadi di dalam sel yang terinfeksi SARS- CoV-2. Sebagian besar peneliti mempelajari SARS-CoV-2 pada sel ginjal primata karena virus tumbuh dengan baik di dalamnya, tapi Kutluay dan Major merasa penting melakukan penelitian di paru-paru atau sel lain yang serupa dengan yang terinfeksi secara alami.
Untuk menemukan sel yang lebih relevan yang mampu menumbuhkan SARS-CoV-2, Kutluay dan Major menyaring panel 10 garis sel paru-paru dan kepala-dan-leher. Menurut Major, satu-satunya yang bisa terinfeksi adalah yang dia masukkan sebagai kontrol negatif. "Itu adalah garis sel kanker paru-paru manusia tanpa ACE2 yang terdeteksi. Jadi itu kejutan yang gila."
Mereka menemukan bahwa virus yang mereka gunakan untuk eksperimen telah bermutasi. Virus ini awalnya diperoleh dari seseorang di negara bagian Washington yang terinfeksi Covid-19, tapi karena berkembang dari waktu ke waktu di laboratorium, virus itu memperoleh mutasi yang menyebabkan perubahan satu asam amino pada posisi 484 dalam protein spike virus.
SARS-CoV-2 menggunakan spike untuk menempel pada ACE2, dan posisi 484 adalah titik panas untuk mutasi. Berbagai mutasi pada posisi yang sama telah ditemukan pada varian virus dari manusia dan tikus, dan pada virus yang ditumbuhkan di laboratorium.
Beberapa mutasi yang ditemukan pada sampel virus yang diambil dari manusia identik dengan mutasi yang ditemukan Kutluay dan Major pada variannya. Varian Alpha dan Beta yang menjadi perhatian memiliki mutasi pada posisi 484, meskipun mutasi tersebut berbeda.
Major menjelaskan, posisi itu berkembang dari waktu ke waktu dalam populasi manusia dan di laboratorium. Melihat data penelitiannya dan data orang lain, ada kemungkinan virus berada di bawah tekanan selektif untuk masuk ke sel tanpa menggunakan ACE2.
“Dalam banyak hal, menakutkan untuk memikirkan populasi dunia yang memerangi virus yang mendiversifikasi mekanisme dengan yang dapat menginfeksi sel,” tutur Major.
Untuk menentukan apakah kemampuan menggunakan jalur masuk alternatif memungkinkan virus lolos dari antibodi atau vaksin, peneliti menyaring panel antibodi dan serum darah dengan antibodi dari orang yang divaksinasi untuk Covid-19 atau pulih dari infeksi Covid-19. Ada beberapa variasi, tapi secara umum antibodi dan serum darah efektif melawan virus dengan mutasi.
Kutluay menambahkan, ada kemungkinan virus menggunakan ACE2 sampai kehabisan sel dengan ACE2, dan kemudian beralih menggunakan jalur alternatif ini. Menurutnya, hal itu mungkin memiliki relevansi dalam tubuh, tapi tanpa mengetahui reseptornya, dirinya tidak dapat mengatakan apa relevansinya. “Ke sanalah tujuan kita sekarang. Apa reseptornya? Jika bukan ACE2, apa itu?” kata Major.
PHYS | CELL REPORT
Baca:
GeNose Ditolak YLKI, Peneliti: Lampaui Positivity Rate WHO