Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama ini, dalam pengolahan buah sawit, ada proses penting berupa perebusan tandan buah kelapa sawit, yang masih dilakukan secara manual. Lama waktu perebusan pun dikira-kira saja. Alhasil, tingkat kematangannya kurang sempurna, hingga tak semua bahan baku bisa diolah pada proses berikutnya. Sebab, banyak buah sawit yang belum terpisah dari tandannya. Akibatnya, selain waktu banyak terbuang, minyak sawit yang dihasilkan juga menjadi berkurang.
Hasil minyak sawit akan berbeda bila proses pengolahannya menggunakan sistem komputer. Komputer akan mengatur waktu perebusan, sedangkan kondisi tandan dan buah-buah sawit yang akan dipisahkan juga terdeteksi. Artinya, bahan baku yang mulai membusuk secara otomatis akan diproses lebih cepat ketimbang yang masih segar. Jadi, tak ada tandan buah yang direbus terlalu matang atau sebaliknya kurang matang.
Proses komputerisasi itulah yang ditemukan BPPT. Memang, teknik yang disebut sawit fuzzy controller itu, menurut ketua proyek penelitiannya, Dr. Marzan Aziz Iskandar, tak sepenuhnya penemuan baru. Otomatisasi itu dimodifikasi dari teknologi yang sudah diterapkan di negara maju. Untuk modifikasi tersebut, selama lima bulan tim peneliti menyederhanakan teknologi yang diimpor itu. Setidaknya, dana sekitar Rp 600 juta telah digunakan untuk melakukan simulasi, uji praktek, dan rancangan ruang perebusan dengan perangkat elektronik. Biayanya, 75 persen dari pemerintah dan sisanya dari PT Krakatau Engineering Company.
Setelah berhasil, dilakukan uji coba lapangan di pabrik pengolah kelapa sawit PT Parasawita, Medan, sejak November 1997 sampai April 1998. Hasilnya positif. Kapasitas produksi yang biasanya 495 ton dapat ditingkatkan menjadi 720 ton, naik 45 persen. Dengan perhitungan rendemen 24 persen, berarti hasil minyak sawitnya melonjak dari 118 ton menjadi 172 ton. Bila sekarang harga CPO di pasaran sekitar US$ 600 atau senilai Rp 6 juta per ton, berarti ada peningkatan 54 ton sehari, yang bisa menambah penghasilan PT Parasawita sekitar Rp 324 juta.
Adapun sistem komputer itu, yang telah dihubungkan dengan peranti elektris pada ruang perebusan, harganya tak kurang dari Rp 700 juta. Ini berarti, setelah dua hari kerja dan berhasil menjual 2 ton minyak kelapa sawit, biaya pembelian teknik otomatisasi sudah tertutupi.
Menurut Ilham Paiss, staf umum PT Parasawita, otomatisasi perebusan kelapa sawit juga berpengaruh pada jumlah tenaga kerja. Sebab, dengan teknik sebelumnya perlu tiga orang untuk mengerjakan proses perebusan, tapi kini hanya butuh satu orang. "Mesin akan bekerja secara otomatis," tutur Ilham, "Jadi, tak perlu ditunggui banyak orang." Dan dia gembira karena perusahaannya, yang berdiri sejak 1981, mendapat kesempatan pertama untuk menggunakan teknik otomatisasi karya BPPT itu. Hanya, pengoperasian komputernya masih diawasi oleh tim BPPT.
Sistem komputerisasi yang telah dipatenkan di Departemen Kehakiman pada 1 Juni lalu itu, menurut rencana, akan diterapkan pula pada 15 pabrik pengolah minyak kelapa sawit di Sumatra Utara. Untuk itu, sejumlah tenaga kerja dididik menjadi operatornya. "Bila program ini berhasil, sistem ini akan ditawarkan ke semua pabrik kelapa sawit di Indonesia," ujar Dr. Shafiq Prayitno, Direktur Unit Pengembangan Usaha Teknologi BPPT.
Ma’ruf Samudra, I G.G. Maha S. Adi (Jakarta), dan Bambang Soedjiartono (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo