Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Dinas Material Senjata dan Elektronika TNI Angkatan Laut bersama PT Len Industri sukses menguji fungsi amunisi meriam Otomelara 76 mm. Pengujian amunisi tersebut menggunakan meriam yang ditembakkan dari jarak jauh, sebuah metode Combat Management System (CMS) pengendali Gunnery Firing Range (GFR) yang juga dibangun PT Len Industri untuk keperluan latihan menembak meriam layaknya tengah berada di atas kapal perang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Kepala Dinas Material Senjata dan Elektronika, TNI AL, Laksamana Pertama Endarto Pantja I., amunisi yang diuji diperuntukkan bagi Meriam 76 mm Otomelara yang saat ini telah terpasang di beberapa KRI. "Saya berharap ke depan tidak hanya meriam 76 mm saja yang dapat dimanfaatkan untuk pelaksanaan uji fungsi, namun juga meriam tipe lainnya dengan juga melibatkan siswa-siswa Kodiklatal (Komando Pendidikan Operasi Laut TNI AL),” katanya lewat keterangan tertulis yang dibagikan PT Len Industri, Rabu 17 Februari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Uji dilakukan di Pusat Latihan Tempur Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, pada 11 Februari 2021. Amunisi yang ditembakkan meriam Otomelara dari command center disebutkan sukses mengenai sasaran yang ditentukan. Dengan keberhasilan pengujian tersebut, baik amunisi Otomelara 76 mm hasil pengadaan TNI AL, serta GFR dinyatakan siap digunakan untuk latihan sekaligus operasional TNI AL.
GFR yang dibangun seluruhnya oleh PT Len Industri di fasilitas latihan tempur TNI AL di Paiton tersebut terdiri dari sensor, persenjataan, dan command center meniru kapal perang. Meriam Otomelara yang digunakan berasal dari salah satu meriam milik KRI Slamet Riyadi. “Combat system itu full kami kerjakan sendiri. PT Len juga me-refurbish senjata meriam OTO Melara KRI Slamet Riyadi (352) untuk diintegrasikan pada GFR ini,” kata Direktur Bisnis dan Kerja Sama PT Len Industri, Wahyu Sofiadi.
Dinas Material Senjata dan Elektronika TNI AL saat menguji fungsi amunisi meriam 76 mm Otomelara yang merupakan hasil pengadaan Dissenlekal di Pusat Latihan Tempur Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Kamis 11 Februari 2021. Uji menggunakan sistem kendali meriam jarak jauh yang dikembangkan PT Len Industri yang mensimulasikan situasi saat berada di kapal perang. (FOTO/PT LEN INDUSTRI)
Wahyu mengatakan, PT Len Industri telah mulai mengembangkan CMS sejak 2010. Sementara GFR yang dibangun di Paiton, Jawa Timur, dan menjadi satu-satunya di Indonesia dan ASEAN, dibangun sejak 2018 dan rampung pada 2020. Komando Pendidikan Operasi Laut, TNI AL, menjadi pengguna pertamanya.
Dinas Material Senjata dan Elektronika TNI AL saat menguji fungsi amunisi meriam 76 mm Otomelara yang merupakan hasil pengadaan Dissenlekal di Pusat Latihan Tempur Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Kamis 11 Februari 2021. Uji menggunakan sistem kendali meriam jarak jauh yang dikembangkan PT Len Industri yang mensimulasikan situasi saat berada di kapal perang. (FOTO/PT LEN INDUSTRI)
“Insya Allah ada rencana GFR ini akan dikembangkan lagi dengan menambahkan meriam kaliber 57 mm, dan 40 mm. CMS-nya juga pasti akan di-upgrade karena berarti ada fitur yang harus ditambahkan lagi,” kata Wahyu.
Wahyu menambahkan, GFR merupakan sarana untuk melatih manajemen tempur prajurit altileri. GFR di Paiton tersebut diperuntukkan untuk sarana berlatih prajurit TNI AL untuk mengoperasikan meriam kapal perang. Bisa pula dikembangkan agar dapat menembak target di udara atau antipesawat tapi dengan syarat, "GFR harus dilengkapi dengan radar tracking, karena yang sekarang baru dilengkapi dengan radar navigasi,” kata Wahyu.