Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Tsunami 110 Meter Terjadi di Pedalaman Greenland 2023, Penyebab Getaran Gempa Aneh

Sebuah obyek seismik tak dikenal atau Unidentified Seismic Object (USO) terdeteksi pada tahun lalu. Janggal sebagai sebuah gempa.

24 September 2024 | 13.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pada 16 September 2023, sejumlah stasiun pemantauan seismik di dunia mendeteksi sebuah getaran gempa aneh yang kemudian melemah kembali. Sinyal atau getaran itu melemah namun masih tetap terdeteksi selama sembilan hari. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami seperti, 'Oh wow, sinyal ini masih ada saja. Ini jelas sangat berbeda dibandingkan sebuah kejadian gempa bumi pada umumnya'," kata peneliti seismologi, Stephen Hicks, dari University College London. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Getaran itu berbeda dari gelombang frekuensi tinggi yang langsung memudar layaknya dari kejadian gempa bumi. Hicks mengatakan, gelombang gempa bumi biasanya bertahan hanya hitungan menit dan terdiri dari campuran frekuensi berbeda. Sedang yang dideteksi hanya memiliki frekuensi sekitar 11 miliHertz, yang berarti dia berulang (osilasi) setiap 90 detik.

Getaran juga bertahan hingga benar-benar lenyap pada hari kesembilan. "Kami lalu menyebutnya sebuah obyek seismik tak dikenal atau Unidentified Seismic Object (USO)," kata Hicks lagi. 

Hicks dan ilmuwan lain belakangan menunjuk dugaan asal getaran aneh berasal dari golak air dahsyat di Dickson Fjord, sebuah ngarai panjang, sempit dan dalam di Greenland Timur. Golak yang terjadi dipicu oleh sebuah longsoran masif dari puncak gunung es yang menghasilkan sebuah tsunami setinggi 110 meter di dalam ngarai itu.

Begitu jelas didapati bahwa sinyal dimulai pada waktu yang sama dengan longsor di Greenland, Hicks dan timnya menyadari adanya kemungkinan keterkaitan di antara keduanya. Namun hubungan di antara keduanya baru terungkap setelah tim ilmuwan mengombinasikan pengukuran di lapangan, citra satelit, dan pemodelan superkomputer untuk reka ulang apa yang terjadi.

"Apa yang kami tahu awalnya adalah bahwa ini entah bagaimana saling terkait antara USO dengan longsoran tersebut. Kami hanya bisa memecahkan misterinya lewat upaya internasional dan antardisiplin ilmu yang sangat besar," kata Kristian Svennevig, geolog dari Geological Survey of Denmark and Greenland (GEUS).

Bagian dari gunung dan gletser di tepian Ngarai Dickson di Greenland pada Agustus 2023 (kiri) dan lokasi yang sama setelah terjadi longsor pada September 2023. FOTO: Søren Rysgaard/Danish Army dari New Scientist

Seperti yang telah dipublikasikan dalam Jurnal Science terbit 12 September 2024, hasil investigasi yang dilakukan tersebut mengungkap sebuah fenomena yang disebut seiche, atau 'gelombang berdiri' akibat gelombang yang bolak-balik terempas di sebuah ngarai yang sempit. Di Ngarai Dickson sepanjang 2,7 kilometer, tsunami itu dihasilkan dari terjangan longsoran 25 juta meter kubik es dan batuan--volume yang setara 10 ribu kolam renang ukuran Olimpiade.

Tidak ada korban dari kejadian itu tapi tsunami menghancurkan infrastruktur sebuah stasiun riset senilai 200 ribu dolar (sekitar 3 miliar rupiah) dekat Pulau Ella. "Sebuah tantangan besar untuk membuat sebuah simulasi komputer yang akurat dari pergolakan tusnami dan bertahan lama seperti itu," kata Alice Gabriel, seismolog dari University of California, San Diego, yang juga terlibat dalam tim itu. 

Berdasarkan pemodelan komputer yagn ditunjukkan, bentuk Ngarai Dickson menjadi faktor yang krusial. Lokasi longsoran berada 200 kilometer di pedalaman, dengan sebuah gletser memblok satu ujungnya dan sebuah belokan tajam di ujung yang lain. Dasar ngarai  yang berupa lingkaran juga berlaku sedikit seperti sebuah kursi goyang, memungkinkan  air berpindah dengan resistensi yang kecil.

Sebuah fjord di Greenland tenggara, dengan gletser yang mengakhiri laut di kejauhan, dipenuhi dengan perairan terbuka dalam foto selebaran ini yang diambil pada bulan April 2016. Kristin Laidre/University of Washington/Handout via REUTERS

"Seluruh faktor-faktor ini berujung dalam sebuah pemerangkapan energi tingkat tinggi ketimbang gelombang yang terurai dengan cepat seperti pada umumnya," kata Hicks.

Longsoran itu sendiri adalah dampak langsung dari perubahan iklim. Menurut Hicks, sepanjang Bumi yang terus menghangat, akan ada lebih banyak longsoran serupa--terdeteksi lewat gelombang getarannya. "Untuk kali pertama, kita melihat jauh di bawah kaki kita berpijak tentang dampak bencana perubahan iklim," katanya.

NEW SCIENTIST, LIVE SCIENCE, UCL

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus