Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Tungku masak yang berhemat

Universitas nasional memperagakan tungku singer yang mengurangi konsumsi kayu bakar. didisain h. singer, ahli dapur bahan bakar swiss. peragaan lain: tungku sekam, gas bio dan kompor matahari. (iltek)

28 Juli 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBAGIAN besar rumahtangga (80%) di Indonesia menggunakan kayu sebagai bahan bakar. Dapur rakyat negeri ini jelas tidak terpukul oleh "krisis energi" seperti yang dialami banyak negara maju sebagai akibat kekurangan suplai minyak dan kenaikan harga OPEC. Namun dapur di sini rupanya dituntut juga supaya berhemat. Setidaknya begitulah Lembaga Ekologi Universitas Nasional, Jakarta, pekan lalu dalam suatu peragaan tungku masak. Konsumsi kayu bakar di Indonesia mencapai hampir 100 juta m3 per tahun, demikian brosurnya. Dengan model tungku yang diperagakannya -- berasal disain H. Singer, ahli dapur bahan bakar dari Central Forestry Association di Swiss -- dikatakannya:  Dapat dihemat konsumsi kayu sampai setengahnya.  Waktu masak diperpendek sampai setengahnya.  Bahaya kebakaran lebih rendah dan kesehatan lebih terjamin. Peragaan itu berlangsung di Ragunan tempat laboratorium fakultas biologi Unas. Pangeran Bernhard dari negeri Belanda, tokoh World Wildlife Fund yang barusan saja meninjau kondisi suaka margasatwa di Kalimantan dan Sulawesi datang melihatnya. Sang pangeran tentu melihat bahaya lingkungan dari dapur -- dalam pengertian bahwa rakyat menebang pohon untuk mendapatkan bahan bakar. Bahaya ini dijumpai di negara berkembang umumnya. Menghemat Bahan Bakar Tungku Singer yang diperagakan oleh Unas ini agak mahal, mencapai Rp35 ribu. Bahannya dari bata, semen merah, portland merah, dan pipa dari tanah liat untuk cerobong. "Kalau mau murah bisa saja, seorang mahasiswa Unas menjelaskan. Dan ini sudah banyak dipraktekkan di kampung-kampung. Bahannya: tanah liat, abu dapur, sabut kelapa dan air daun kembang sepatu untuk lebih merekatkannya. Dicarinya cara supaya tungku itu kokoh. Tinggi tungkunya saja sampai 70 cm. Padahal ini bisa juga dengan tipe yang 30 cm. Ada 3 lobang untuk menaruh panci atau alat dapur lainnya. Tempat pembakarannya hanya pada tungku pertama, sedang tungku kedua dan ketiga hanya nebeng pemanasan saja. Dan di belakang tungku ke-3 berdiri cerobong asap. Betulkah ini menghemat bahan bakar? Tiga panci dengan diisi 1 liter air dan yang menggunakan bahan bakar kayu 1« kg, misalnya. Dalam waktu 10 detik air di tungku pertama mendidih, 2 menit kemudian baru di tungku ke-2 dan 3 menit berikutnya lagi baru di tungku ke-3. Sebagai perbandingan, dibuat tungku yang lumrah di desa, misalnya, dengan 2 lobang. Dengan kayu dalam jumlah yang sama, air di tungku lobang pertama mendidih pada menit ke-15, sedang di lobang kedua tidak mendidih sampai bahan bakar kayu habis. Tungku Singer bisa mencapai panas 600øC di lobang pertama, 400øC di lobang ke-2 dan 200øC di lobang terakhir. "Ini berarti menghemat bahan bakar, " kata mahasiswa Unas ini. Di samping itu dengan cerobong asap yang ada, pencemaran lingkungan lebih bisa dihindarkan. Cerobong itu juga penahan asap. Sedang dengan tungku yang biasa, asap kayu bisa merajalela. Tungku kampung biasanya membiarkan lobang di depannya menganga. Pada tungku Singer ini, setelah terjadi pembakaran, lobangnya ditutup tapi tidak rapat. Ada lobangnya sebesar 5 x 7 cm untuk pemasukan oksigen dari luar. Tungku dengan serbuk gergaji atau dari sekam juga ada diperagakan. Ambil ember seng yang sudah tidak ada alasnya. Gunting pada sisinya dengan lebar 5 x 10 cm. Kemudian sebuah pipa atau botol ditaruh di tengah ember ini sebelum diisi sekam. Maksudnya untuk membuat lobang pada tengah sekam ini. Nyalakan api pada bagian tengah ini. Taroh panci atau penggorengan di atasnya, maka dengan cepat panas bisa didapatkan. Yang bisa dipetik dari tungku ini adalah membersihkan lingkungan dengan memanfaatkan bahan sisa dan menghemat persediaan energi. Ada lagi tungku konservasi. Ini baik digunakan untuk mereka yang suka mendaki gunung. Bagi mereka yang hidup di pedesaan, ini juga tak ada salahnya. Alatnya sederhana. Kaleng bundar bekas kue juga bisa dimanfaatkan. Pada sisi-sisinya diberi lobang untuk memasukkan oksigen. Pada dasar kaleng juga diberi lobang untuk pembuangan abu. Dari tungku ini diperoleh manfaat panas cukup tinggi dengan bahan bakar yang sedikit. Percikan bunga api sedikit. Kalau digunakan di gunung ia melindungi tanaman di sekitarnya. Dianjurkan supaya kaleng tungku itu sedikitnya berdiameter 15 cm dan tinggi 16 cm. Dan juga sisi kaleng ini supaya diberi lobang secukupnya untuk memasukkan kayu tambahan atau arang. Bukan Hal Baru Membuat gas bio? Ini bisa dilakukan dengan bahan kotoran manusia, ternak, sampah, malah juga eceng gondok. Lembaga ekologi Unas juga memperagakannya. Alat yang digunakan cukup drum minyak -- menampung kotoran ternak dicampur air dengan perbandingan 1:1. Drum ini disambung dengan drum yang lain untuk menampung sisa kotoran yang sudah tak mengandung gas. Kotoran ternak yang sudah tak mengandung gas malah lebih baik untuk pupuk. Dan gas ini bisa digunakan untuk masak dan lampu. "Kalau anda punya 2 atau 4 sapi atau kerbau, atau 100 ekor ayam, gas bio menungg anda," pesan brosurnya. Sekaligus teknologi sederhana ini membantu menghemat energi mencegah polusi dan memelihara lingkungan hidup yang sehat. Apa yang dilakukan Unas kali ini bukan hal baru. Tapi ia mempopulerkan hal yang sudah ada. Kalangan Butsi, lulusan universitas yang sukarela turun ke pedesaan, juga pernah mengembangkan tungku yang menghemat energi. Masih ada lagi yang menarik dari peragaan Unas ini kompor matahari. Di sini tenaga surya, dengan ongkos Rp10. 000 saja, bisa dipakai untuk memasak di dapur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus