Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Seni ? Da'wah

Islamic Center Sumatera Barat mengadakan diskusi kegiatan kesenian sebagai ibadah di Padang. Keterlibatan kalangan agama dalam hal seni sehingga dapat digunakan sebagai media da'wah perlu digalakkan.(ag)

28 Juli 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TENTULAH bukan apresiasi kesenian itu benar yang diinginkan Islamic Center Sumatera Barat, ketika mereka mengadakan diskusi 'Kegiatan Kesenian Sebagai Ibadah' di Padang 7-8 Juli yang lalu. Bertempat di Pusat Kesenian Padang, ini barangkali pertama kalinya sebuah diskusi agama & seni diselenggarakan di sebuah kota di luar Jawa. Masalah yang mengusik hati Sanusi Latief, Direktur IC yang juga Rektor IAIN Imam Bonjol Padang, ialah kenyataan seperti diutarakannya: banyaknya kesenian daerah di Minangkabau -- yang secara tradisional bersifat Islam atau berciri adat orang Islam -- yang seakan "lepas" dari tangan kalangan agama. Mengapa? Tetapi diskusi tidak secara langsung mencari sebab-sebab dengan menguji tiap kasus atau menjejaki perkembangan sosial, misalnya. Diskusi ingin mendapat gambaran bagaimana sebenarnya persepsi kalangan seniman sendiri sekarang dalam hal kesenian, dan sampai ke mana sudah tanggapan kalangan ulama. Maka prasaran diberikan baik oleh seniman maupun ulama -- antara lain Buya Harun 'l Ma'any, Soufyan Ras Burhany, Wisran Hadi dan disambut oleh para aktivis seni maupun da'wah. Kesenyawaan Keinginan yang populer, menggunakan seni sebagai media da'wah, diuji. Sinyalemen tentang gejala "dekadensi" dalam beberapa jenis kesenian misalnya, dipandang tidak efektif dihadapi dengan hanya menjadikan "seni" sebagai corong -- demikian disiratkan dalam kesimpulan. Melainkan dengan sikap penerimaan kalangan pemimpin agama sendiri kepada kebutuhan orang berekspresi dan berhibur. Keterlibatan kalangan agama, haik tokoh maupun lembaga, dalam penyelenggaraan acara kesenian, studi, pemikiran, misalnya, sudah jelas akan mendekatkan jarak. Sementara itu apa yang difahami sebagai "kesenian Islam," tak akan pernah berkembang dalam lingkungan yang tidak mendukung -- yang misalnya tidak menumbuhkan suasana kontemplasi atau pemikiran yang kompleks dan dengan demikian tidak memungkinkan seniman memperoleh intuisinya yang bersifat keagamaan. Ini memang bisa menyangkut banyak sektor: lembaga da'wah, lembaga pendidikan, misalnya. Yang menarik, dalam diskusi betapapun terlihat pengertian yang berbeda tentang 'seni'. Padahal apa yang tidak disukai kalangan ulama misalnya, dalam hal seni, juga ternyata bisa merupakan hal-hal yang justru tidak disukai kalangan seni. Di segi lain, kalangan keagamaan sendiri sebenarnya bukan pula "kering". Madrasah Diniyah Puteri yang bersejarah di Padang Panjang, misalnya, sejak sebelum Kemerdekaan mempunyai kegiatan sandiwara atau juga angklung sekarang ini. Namun apa kiranya yang pernah terjadi, sampai-sampai kalangan agama di sana ogah memakai talempong atau salung, instrumen tradisional, seperti juga kalangan ulama di Jawa tak suka memakai gamelan? Jadi masalahnya kesenyawaan dengan sekitar, yang paling penting. Sebuah masalah besar. Tapi orang di Padang sudah memulainya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus