Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pleidoi, Di Dalam Dan Di Luar Sidang

Kebebasan berpleidoi, membela diri di pengadilan, di lindungi undang-undang. Kejaksaan Agung melarang peredaran pleidoi Heri Akhmadi yang dibukukan, karena di nilai mengganggu keamanan dan ketertiban umum.(hk)

28 Juli 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGACARA Mr. Yap Thiam Hien pernah dituduh menyerang kehormatan atau nama baik pejabat kepolisian dan kejaksaan. Tuduhan terbukti. Tapi Mahkamah Agung toh membebaskannya dari tuntutan hukum (1973). Sebab apapun juga yang dikemukakan di pengadilan -- walau dirasa menghina seseorang atau pejabat --bukan merupakan kejahatan atau pelanggaran. Yaitu selama masih dalam rangka pembelaan atau pleidoi: semata-mata upaya membela diri dari tuduhan. Tuntutan terhadap pleidoi Yap, di awal masa orde-baru (kasus tersebut mulai masuk pengadilan 1968, oleh kalangan hukum dianggap batu penguji kebebasan bersuara di pengadilan. Yap menang. Peradin membukukan pleidoi Yap sebagai salah satu bagian dari seluruh proses peradilannya. Lain halnya dengan pleidoi Heri Akhmadi. Pembelaan mahasiswa ITB Bandung ini, berjudul -- cukup panas -- Mendobrak Belenggu Penindasan Rakyat Indonesia," memang tak menimbulkan tuntutan hukum. Walaupun isinya, yang dinilai Kejaksaan Agung sebagai dapat mengganggu keamanan & ketertiban umum, jelas lebih pedas dibanding pleidoi Yap. Tapi karena LBH dan DM ITB membukukan dan menyebarluaskannya kepada umum (dijual dengan harga sedikitnya Rp 1500 per eksemplar), kejaksaan melarang peredarannya. Tak hanya Sepotong Mula-mula, 3 Juli, Kejaksaan Tinggi di Bandung hanya melarang peredaran buku tersebut di seluruh wilayah hukum Jawa Barat (TEMPO, 14 Juli, Nasional). Besoknya Kejaksaan Agung melarangnya secara nasional. Menurut Humas Kejaksaan Agung Tomasouw SH, ada dua persoalan yang berbeda pleidoi dan buku Mendobrak Belenggu. Katanya, "pemeriksaan dan pembelaan di pengadilan yang terbuka memang tidak disensor untuk diketahui umum." Artinya, seluruh isi pembelaan Heri Akhmadi, menurut Tomasouw "tidak dilarang untuk diketahui umum." Tapi sebagai "barang cetakan", kata Tomasouw, dengan alasan tertentu Kejaksaan Agung punya wewenang untuk melarang peredarannya. Keberatan instansi ini terhadap penerbitan dan peredaran pleidoi Heri Akhmadi, kata Tomasouw, karena isinya tidak persis seperti yang dibacanya di muka hakim. "Ada tambahan, misalnya gambar karikatur. Kalau penerbitan pembelaan saja mungkin tidak dilarang," kata Tomasouw lagi. Tapi "tambahannya itulah, yang jadi alasan pelarangan." Bagaimana dengan buku dari pcngadilan perkara Gestapu (Mahmilub) dan peristiwa Cikini (tersangka penggeranatan Presiden Sukarno) atau perkara Sawito yang juga pernah beredar? "Itu bukan perbandingannya," ujar Tomasouw. Buku-buku tersebut, katanya, tak hanya memuat sepotong tapi seluruh bagian proses peradilan. Jika Tomasouw memisahkan, Adnan Buyung Nasution malah mengaitkan antara pleidoi dengan penerbitan dan pengedaran bukunya. Pengadilan diminta bersikap terhadap larangan Jaksa Agung itu. Sebab, menurut Buyung, larangan tersebut telah melanggar asas dan mengancam kedudukan peradilan. Senin minggu ini pengadilan akan mengumumkan sikapnya. Tapi sementara itu, boleh didengar juga pendapat beberapa ahli hukum: Minang Warman SH, Wakil Direktur LBH, yang bekerja sama menerbitkan buku Mendobrak Belenggu: Larangan Jaksa Agung karena menganggap buku tersebut mengganggu ketertiban umum. Dus, materinya yang dilarang diedarkan. Berarti pleidoinya juga dianggap melanggar ketertiban umum. Berarti juga isi tuduhan dan tuntutan jaksa melanggar ketertiban umum. Tidak bisa dilihat terpisah-pisah. Larangan Jaksa Agung tidak menyinggung prosedur penerbitan dan pengedaran buku tersebut yang memang tidak meminta izin lebih dulb. Jadi larangan itu jelas soal materi pembelaan, bukan prosedur. J.Z. Loudoe SH dan Henky Izmu Azhar SH, hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat: Jangan campur-adukkan antara pleidoi dengan hasutan. Seperti pembelaan Sawito, misalnya, kami tidak menilainya sebagai pleidoi karena bukan murni membela diri. Pleidoi Akhmadi juga berisi hasutan. Kalau pembelaan, mengapa harus diedarkan? Toh setiap hari ada pleidoi di pengadilan -- tidak disebarluaskan. Begitu Loudoe. Menurut Henky ada dua persoalan: pleidoi yang dibacakan di muka umum dan bukunya sebagai barang-cetakan. Yang pertama tak ada persoalan. Sedangkan yang kedua, itu urusan kejaksaan, tak patut dimintakan penyelesaian dari hakim. RO. Tambunan SH, Ketua Umum Pusat Bantuan dan Pengabdi Hukum: Pleidoi ialah pembelaan terdakwa untuk dipertimbangkan hakim. Kalau sudah diedar-edarkan, tujuannya sudah lain. Pembacaan pleidoi memang bebas boleh memaki atau menghina siapa saja -- kalau perlu. Tapi kebebasan jangan disalahgunakan. Pengadilan lembaga suci, jadikanlah arena mencari keadilan. Penyalahgunaan, misalnya mencetak pleidoi dan dijual kepada umum. Apabila isinya dianggap meresahkan, pemerintah berhak mengadakan pembatasan. Berdiri bulu roma saya membaca buku itu. Semuanya dikatakan sudah bobrok. Isinya memang dapat meresahkan masyarakat. Pantas kalau Jaksa Agung melarangnya. Soegondo Kartanegara SH, hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur dan pernah jadi hakim anggota Mahmilub: Sebenarnya tak ada larangan menerbitkan jalannya sidang pengadilan. Lewat pers atau radio. Tapi caranya harus fair lengkap dan seimbang. Tidak hanya menerbitkan hal-hal yang menguntungkan saja. Menerbitkan sepihak saja, seperti pembelaan Heri Akhmadi saja, bisa diyolongkan usaha manipulasi proses peradilan. Larangan Jaksa Agung hanya berupa penyebar luasannya saja. Isi pembelaan tidak pernah dilarang dibacakan di muka pengadilan atau dilarang dimasukkan ke berkas berita acara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus