Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah Indonesia menggelontorkan duit miliaran rupiah guna menemukan obat ataupun suplemen untuk mengatasi Covid-19.
Penelitian dilakukan oleh berbagai perguruan tinggi dan lembaga riset.
Sebagian besar produk yang diujikan sudah beredar di pasar.
MINYAK kelapa murni alias virgin coconut oil (VCO) menyita perhatian dokter spesialis penyakit dalam Ika Trisnawati. Sejak Mei lalu, selain memimpin langsung upaya mengatasi Covid-19 di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito, Yogyakarta, ia mesti mengomandoi pengujian VCO tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bersama 16 anggota timnya, Ika meneliti VCO sebagai suplemen untuk menghambat perkembangan virus corona pada pasien yang dirawat di sejumlah rumah sakit di Yogyakarta. “VCO terbukti bermanfaat sebagai terapi tambahan pada penyakit yang disebabkan oleh virus lain, seperti HIV. Kami ingin mengujinya pada pasien Covid-19,” katanya, Kamis, 2 Juli lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ide penelitian tersebut datang dari kolega Ika, Mustofa. Guru besar farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada itu beberapa kali meneliti obat herbal yang mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga melemahkan virus. Mustofa dan Ika prihatin terhadap lamanya perawatan pasien Covid-19 di Yogyakarta yang rata-rata lebih dari sebulan.
Ika yang mengajukan proposal ke Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional. Pemerintah menyetujui proposal tersebut dan mendanainya sebesar Rp 450 juta. “Sampai hari ini, kami sudah mengujinya kepada enam pasien,” ujar Ketua Tim Airborne Disease Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito, Yogyakarta, tersebut.
Minyak Kelapa atau VCO (Virgin Coconut Oil)
Minyak kelapa, kata Ika, mengandung asam laurat yang baik untuk kesehatan. Setelah diproses dalam tubuh, kandungan tersebut akan memproduksi senyawa monolaurin, yang menghambat perkembangan virus. Dalam penelitian itu, mereka menggunakan VCO berstandar Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi serta sudah mengantongi izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. Filipina juga menguji manfaat minyak kelapa untuk pasien corona.
Jika Ika dan kawan-kawannya bisa membuktikan VCO berkhasiat untuk pasien Covid-19, mereka akan mengajukan pengesahannya kepada BPOM sehingga bisa dilanjutkan ke uji klinis tahap berikutnya dengan jumlah subyek lebih banyak.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia bekerja sama dengan Kalbe Farma, UGM, serta Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia juga sedang menguji keampuhan imunomudulator alias bahan yang bisa mempengaruhi imunitas tubuh sebagai terapi tambahan untuk pasien corona. Imunomudulator berbahan herbal yang tersedia di Indonesia tersebut dites pada pasien di Rumah Sakit Darurat Penanganan Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, mulai 8 Juni lalu. Mereka mendapat pendanaan dari pemerintah sebesar Rp 2 miliar.
Ada dua produk imunomudulator yang mereka ujikan, yakni produk yang berbahan jamur Cordyceps militaris serta produk yang berisi rimpang jahe, meniran, sambiloto, dan daun sembung. Menurut koordinator uji klinis, Masteria Yunovilsa Putra, bahan-bahan tersebut sejak dulu diketahui bisa meningkatkan imunitas tubuh. Kalbe memproduksi keduanya. “Saat ini kami baru mengujinya kepada 23 pasien. Target kami diujikan kepada 90 pasien,” ucap peneliti dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI tersebut, Senin, 29 Juni lalu.
Manager Medical Kalbe Consumer Health Helmin Agustina Silalahi mengatakan produk berbasis Cordyceps sudah dikomersialisasi sejak 2017. Sedangkan yang berisi empat kombinasi herbal lain baru akan dikomersialisasi bulan ini. Dua produk ini dipilih lantaran dinilai paling cocok untuk meningkatkan daya tahan tubuh pasien Covid-19. “Kami mengkaji literatur terhadap produk herbal unggulan yang memiliki efektivitas dan keamanan serta memiliki nilai konten lokal dan ketersediaan bahan baku,” ujarnya.
Menurut Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro, penelitian herbal yang diizinkan langsung diteliti pada pasien adalah produk yang sudah diizinkan beredar oleh BPOM karena telah diketahui aman digunakan dan tak menimbulkan efek samping yang membahayakan. Penelitian baru diperlukan karena mereka perlu mengetahui apakah bahan tersebut bermanfaat untuk pasien Covid-19. “Kami ingin melihat ada enggak di antara suplemen yang sudah mempunyai izin BPOM yang cocok untuk Covid-19,” katanya.
Selain meloloskan penelitian VCO yang dilakukan oleh UGM dan penelitian dua imunomudulator yang dilakukan oleh LIPI, Kementerian Riset meloloskan banyak proposal penelitian lain. Di antaranya uji coba suplemen dari jambu biji dan madu yang diajukan oleh Profesor Irmanida Batubara dari Institut Pertanian Bogor; pengembangan inovasi obat herbal dari buah golobe Halmahera, daun pangi, dan bintang laut merah oleh Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makariwo Halmahera, Arend Laurence Mapanawang; serta pil kina sebagai obat utama untuk mengatasi Covid-19 oleh Profesor Keri Lestari dari Universitas Padjadjaran. Bahan dasar obat ini tumbuh di Indonesia.
Pil kina.
Menurut Bambang, pandemi ini menjadi momentum untuk meningkatkan inovasi, termasuk mendorong obat-obatan yang bahan bakunya tersedia di Tanah Air. Sebab, selama ini sebagian besar bahan baku obat berasal dari negara lain. “Seperti vitamin C yang Anda makan, mungkin buatan Indonesia, tapi bahan bakunya impor. Itu yang hendak diganti dengan inovasi dan penelitian di bidang herbal, fitofarmaka,” tuturnya.
Ini juga yang mendasari penelitian pil kina, yang sejak dulu dikenal sebagai obat malaria, untuk mengatasi Covid-19. Guru besar bidang farmakologi dan farmasi klinik Universitas Padjadjaran, Keri Lestari, tertarik meriset obat tersebut lantaran punya struktur senyawa quinine sulfat yang mirip dengan struktur klorokuin fosfat pada klorokuin. Mekanisme kerjanya pun mirip dengan klorokuin ataupun hidroksiklorokuin, sehingga berpotensi menjadi obat corona.
Namun, sementara bahan baku klorokuin berasal dari luar negeri, Indonesia punya perkebunan kina. Jika nantinya kina terbukti bisa menyembuhkan Covid-19, Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor, juga meningkatkan perekonomian masyarakat. “Di Jawa Barat saja punya sampai 1.000 hektare,” ujar Keri. Pemerintah mengucurkan dana Rp 1 miliar untuk penelitian ini.
Selain melibatkan peneliti dari Unpad, kata dia, riset tersebut melibatkan peneliti dari Universitas Indonesia. Mereka berencana menggunakan obat kina yang sudah beredar di pasar. Mereka akan membandingkan efektivitas tiga obat, yakni klorokuin, hidroksiklorokuin, dan pil kina, pada pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit di Bandung dan Jakarta. “Saat ini kami masih dalam proses komite etik dan izin BPOM,” ucapnya.
NUR ALFIYAH, SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo