Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Satu Merek Dua Juragan

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual mengeluarkan sertifikat nama merek kepada dua pihak yang bersengketa. Diklaim sebagai jalan tengah untuk menyelesaikan masalah.

4 Juli 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana I Am Geprek Bensu di Jalan Pademangan I, Jakarta Utara, Kamis, 2 Juli 2020./TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Ruben Onsu menguasai 55 persen dari 270 gerai I am Geprek Bensu di luar dan dalam negeri.

  • Kementerian Hukum dan HAM mengeluarkan sertifikat merek bagi Ruben Onsu dan Yangcent.

  • Bukan cuma nama merek dan paten, desain industri pun kerap dipermasalahkan.

WARALABA I am Geprek Bensu langsung mendapat limpahan rezeki setelah Mahkamah Agung menolak gugatan PT Onsu Pangan Perkasa, milik pengusaha dan selebritas Ruben Samuel Onsu. Mahkamah pada 20 Mei lalu menyatakan merek I am Geprek Bensu dipegang PT Ayam Geprek Benny Sujono, milik pengusaha Yangcent dan Stefani Livinus. “Ada kerja sama dengan mitra baru untuk membuka 50 gerai,” ujar Eddi Kusuma, pengacara Yangcent dan Stefani, pada Jumat, 3 Juli lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Eddi, para rekanan anyar tertarik berkongsi dengan kliennya karena sekarang pemilik merek I am Geprek Bensu sudah jelas. Dalam tiga tahun terakhir, merek I am Geprek Bensu diperebutkan oleh keluarga Yangcent dan Ruben Onsu. “Para pengusaha itu ingin membuat perikatan dengan pihak yang tepat,” ucap Eddi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keluarga Yangcent mulanya berkongsi dengan Ruben Onsu setelah perusahaan didirikan pada Maret 2017. Beberapa bulan kemudian, tiap pihak ingin memiliki hak eksklusif atas merek Bensu, yang produknya kian digemari masyarakat. Saat ini, tercatat sek

Gerai Geprek Bensu di Jalan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Kamis, 2 Juli 2020./TEMPO/M Taufan Rengganis

itar 270 gerai beroperasi di dalam dan luar negeri. Sekitar 55 persen di antaranya, kata Eddi, menjalin kontrak dengan Ruben.

Menurut Minola Sebayang, pengacara Ruben, kliennya mengklaim nama itu karena telah membeli sertifikat merek Bensu dari seorang pedagang susu di Bandung. Penamaan Bensu sebagai akronim Ruben Onsu juga diperkuat melalui penetapan pengadilan. “Jadi kepemilikan merek dagang I am Geprek Bensu merupakan properti induk usaha Ruben di bidang kuliner, PT Onsu Pangan Perkasa,” ujarnya.

Minola juga mengurus permohonan 35 sertifikat merek Bensu yang lain, seperti Bubur Bensu dan Bakso Nugget Bensu. Menurut Minola, semua permohonan telah diakui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui penerbitan sertifikat. Untuk merek I am Geprek Bensu, sertifikatnya terbit pada 30 April 2018.

Namun permohonan sertifikat yang diajukan Yangcent dan Stefani untuk nama yang sama juga dikabulkan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Sertifikat keluar pada hari yang sama. Sertifikat PT Ayam Geprek Benny Sujono diberi nomor IDM 00064531, sedangkan PT Onsu Pangan Perkasa IDM 00064591. “Karena itu, kami ajukan gugatan pembatalan merek pada Agustus 2019,” tutur Minola.

Eddi mengklaim kliennya memiliki hak atas merek I am Geprek Bensu lantaran lebih dulu mendaftarkan permohonan pada Mei 2017. Sementara itu, kata dia, permohonan perusahaan Ruben baru diajukan pada Agustus tahun yang sama. Menurut Eddi, penanggalan tersebut penting karena pengakuan hak memprioritaskan pendaftar awal (first to file). “Ini asas yang berlaku di mana pun,” ujarnya.

Gerai Geprek Bensu di Jalan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Kamis, 2 Juli 2020./TEMPO/M Taufan Rengganis

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Freddy Harris menyesalkan proses hukum yang ditempuh kedua pihak. Menurut dia, penyelesaian sengketa merek tersebut telah diupayakan Kementerian melalui jalur mediasi. “Penerbitan sertifikat bagi keduanya merupakan jalur penyelesaian yang diupayakan pemerintah,” katanya.

Freddy mengatakan jalur penyelesaian itu ditempuh karena kedua pihak memiliki andil dalam merintis dan membesarkan usaha. Cara itu juga diambil saat usaha Ayam Goreng Ny. Suharti pecah kongsi setelah suami-istri pemilik usaha tersebut bercerai. Keduanya menggunakan merek Ny. Suharti dengan logo berbeda. “Usaha mereka tetap laris. Jadi biar pasar yang menilai,” ucapnya.

Menurut Freddy, proses pemeriksaan dan pemberian sertifikat merek tak lagi semudah zaman dulu. Saat ini, sedikitnya ada 1 juta merek yang terdaftar di Kementerian Hukum. Selama 2019, kata Freddy, Kementerian menerima 48 permohonan pembatalan merek dari sejumlah pemegang hak. Adapun penyelesaian pelanggaran paten tercatat sebanyak lima perkara.

• • •

SEMENTARA PT Ayam Geprek Benny Sujono dan PT Onsu Pangan Perkasa berebut nama merek, PT Utomodeck dan PT Kepuh Arum Kencana saling mengklaim sertifikat desain industri. PT Utomodeck, produsen baja ringan di Surabaya, memprotes penerbitan sertifikat yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual itu kepada PT Kepuh Arum Kencana. “Penerbitan sertifikat itu sedang kami gugat di pengadilan,” ujar pengacara PT Utomodeck, Phillip David.

Produk yang disengketakan adalah genting penyambung pada bubungan yang dibuat dari pelat baja ringan. PT Utomodeck memasarkan produk itu dengan nama Nok Crimping. Sertifikat merek dan paten itu, kata Phillip, terbit pada 2012 atau enam tahun setelah mereka daftarkan.

Belakangan, Utomodeck menemukan produk serupa di pasar. Hasil penelusuran mereka, produk itu dibuat PT Kepuh Arum Kencana. Utomodeck, menurut Phillip, pernah meminta Kepuh menghentikan produksi atap tersebut, tapi ditolak. Kepuh mengklaim memiliki sertifikat desain industri—yang berbeda dari sertifikat nama merek dan paten—produk tersebut atas nama Henry Setiawan, Direktur PT Kepuh.

Direktur PT Utomodeck Bambang Utomo menilai tak ada yang baru dari desain produk Kepuh. Apalagi, kata Bambang, dalam permohonan sertifikat, Kepuh menyebut produknya dengan istilah Nok Crimping. “Bentuknya nyaris identik dengan paten yang kami punya dan penyebutan Nok Crimping itu merujuk pada merek produk kami. Jadi di mana nilai kebaruannya?” ucapnya.

Kuasa hukum PT Kepuh, Uus Mulyaharja, membantah jika kliennya disebut telah melanggar hak cipta. Menurut dia, dasar aturan keluarnya sertifikat desain industri berbeda dengan ketentuan paten dan merek. Sertifikat desain industri diterbitkan berdasarkan Undang-Undang Desain Industri, sedangkan paten berdasarkan Undang-Undang Paten dan merek diatur Undang-Undang Merek. “Pengakuan atas merek tidak otomatis memberi perlindungan terhadap bentuk,” ujarnya.

Menurut Uus, penyebutan nama merek masih dibolehkan sejauh digunakan untuk memberikan penjelasan. Secara kasatmata, kata dia, produk PT Kepuh memiliki sejumlah perbedaan. Di antaranya, lekukan kecil berulang yang membentuk bidang 45 derajat. Produk Kepuh juga memiliki lekukan lebih banyak dan tak memiliki tali air. “Ciri itu bisa dianggap sebagai pembeda,” tuturnya.

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Freddy Harris mengakui adanya sengketa kekayaan intelektual yang dilatari oleh perbedaan aturan. Menurut dia, masalah itu muncul karena pendataan permohonan pada masa lalu dikerjakan secara manual. Bagian pengurusan jenis-jenis hak kekayaan intelektual belum terpadu. “Karena itu, kami tengah menyiapkan pangkalan data yang terintegrasi,” katanya.

RIKY FERDIANTO
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Riky Ferdianto

Riky Ferdianto

Alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2006. Banyak meliput isu hukum, politik, dan kriminalitas. Aktif di Aliansi Jurnalis Independen.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus