Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
UNDANG-UNDANG Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan memberi lima mandat kepada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). Kepala Lapan Thomas Djamaluddin, dalam dua kesempatan wawancara, 16 November dan 3 Desember lalu, menjelaskan bahwa tiga mandat itu sudah dilaksanakan lembaganya. Adapun dua mandat lainnya akan menjadi fokus kerja pada tahun depan.
Pria kelahiran Purwokerto, 23 Januari 1962, ini menjelaskan kepada Abdul Manan dari Tempo soal prioritas program lembaganya, peluang pihak swasta dalam industri keantariksaan, dan rencana pencarian planet layak huni di luar tata surya kita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti apa perkembangan program antariksa Indonesia saat ini?
Sejak 2013, kita punya Undang-Undang Keantariksaan yang mengamanatkan pengembangan lima hal: sains antariksa; pengindraan jauh; teknologi roket, satelit, dan aeronautika; peluncuran wahana antariksa; dan komersialisasi keantariksaan. Dalam pengembangan sains antariksa, salah satu program besarnya adalah pembangunan Pusat Observatorium Nasional di Gunung Timau, Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Untuk pengindraan jauh, dua program besarnya adalah membuat bank data pengindraan jauh nasional dan pengembangan sistem pemantau bumi nasional. Ini untuk pemantauan kondisi lingkungan, sumber daya alam, kebencanaan, termasuk pemantauan pulau kecil terluar. Untuk pengembangan teknologi roket, satelit, dan aeronautika, Lapan mendukung pengembangan teknologi roket dengan jangkauan sampai 30-60 kilometer, roket bertingkat, dan satelit mikro.
Sudah ada tiga satelit yang diluncurkan oleh Lapan. Saat ini, Lapan tengah menyiapkan satelit keempat (Satelit A4), sistem satelit komunikasi orbit rendah, dan konstelasi sembilan satelit yang ditargetkan diluncurkan bertahap pada 2023-2024. Untuk teknologi penerbangan, Lapan mengembangkan pesawat transportasi N219 bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia, dan melanjutkan pengembangan pesawat N219 Amfibi. Untuk pesawat tanpa awak, ada LAPAN 01-03. Saat ini sedang menyiapkan generasi berikutnya.
Bagaimana dengan program peluncuran dan komersialisasi?
Dalam lima tahun ke depan harus mulai menyiapkan peluncuran wahana antariksa. Untuk itu, pertama-tama kita harus mengembangkan roket bertingkat untuk mencapai orbit bumi rendah. Karena lokasi peluncuran di Pameungpeuk, Garut, sudah tidak memadai lagi sehingga sekarang disiapkan bandar antariksa di Biak, Papua. Untuk skala kecil, lokasi bisa dipakai untuk meluncurkan roket Lapan yang selama ini diluncurkan dari India. Untuk skala besar, diharapkan ada mitra internasional yang bisa bersama mengembangkannya.
Seperti apa peluang membuat bandar antariksa sendiri?
Peluangnya cukup baik. Beberapa negara sudah menyatakan minat (memakai bandar antariksa Indonesia), termasuk Korea Selatan. Peluncuran dari ekuator lebih unggul dibanding non-ekuator, karena bisa meluncurkan roket ke berbagai orbit. Sebab, tidak perlu ada manuver di antariksa untuk mengubah posisinya. Tentu biaya bahan bakar roket juga lebih murah.
Di Asia Tenggara, negara mana yang punya bandar antariksa?
Belum ada. Saya dengar di Filipina ada swasta internasional yang mengincar untuk peluncuran.
Kapan target Lapan untuk pembangunan bandar antariksa?
Bandar antariksa skala kecil ditargetkan mulai dibangun pada 2023-2024. Jadi, nanti bandar antariksa bisa digunakan untuk pengujian roket bertingkat sampai ketinggian 200-300 kilometer. Bandar antariksa skala besar, dengan kerja sama mitra internasional, diharapkan bisa dibangun pada 2023-2024.
Apa saja yang diperlukan untuk mendukung komersialisasi keantariksaan?
Pertama, segi perlindungan teknologinya. Kita masih impor. Biasanya negara eksportir mempunyai regulasi bahwa teknologinya tak boleh ditransfer ke pihak lain. Regulasi ini di Indonesia belum ada yang mengatur itu. Saat ini sedang disusun peraturannya.
Peluang untuk pihak swasta seperti apa?
Sekarang trennya pihak swasta mulai masuk karena melihat peluang bisnis juga makin besar. Di Amerika Serikat ada Space X, Blue Origin, dan beberapa lagi. Di Indonesia, juga harus ditumbuhkan. Kalau tidak, nanti yang masuk swasta internasional.
Apa manfaat Observatorium Nasional?
Pertama, pengembangan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan adanya Observatorium Nasional itu, kerja sama ilmiah antara lembaga riset Indonesia dan perguruan tinggi akan lebih besar lagi. Dengan adanya teleskop besar, kemitraan internasional sangat terbuka. Yang kedua adalah pemberdayaan wilayah timur. Lapan juga membangun pusat sains di Kupang untuk memberikan layanan edukasi publik untuk anak taman kanak-kanak hingga mahasiswa.
Kami berharap keberadaannya juga berdampak pada ekonomi masyarakat. Lapan bersama pemerintah daerah mencanangkan kawasan Taman Nasional Langit Gelap di sekitar observatorium itu yang akan menjadi destinasi wisata khas. Galaksi Bimasakti yang tidak terlihat dari kota besar, seperti Jakarta dan Bandung, bisa terlihat jelas dengan mata telanjang di Gunung Timau.
Di media sempat ramai soal Lapan mencari alien. Apa maksudnya?
Itu bahasa media untuk menarik perhatian publik. Tidak salah memang. Kalau mencari kehidupan di luar bumi, bahasa awamnya kan pencarian alien. Mencari planet di luar tata surya kita ini menjadi tren internasional. Teleskop 3,8 meter itu dianggap memadai untuk mencari planet di luar galaksi. Tujuan akhirnya adalah: apakah ada planet yang mirip bumi atau zona layak kehidupan?
Menurut astronom, alien itu ada?
Secara astronomi alien, makhluk, atau kehidupan di luar bumi itu diyakini ada. Secara statistik tidak mungkin manusia di bumi itu satu-satunya kehidupan di alam semesta. Di astronomi ada cabang ilmu bioastronomi, gabungan biologi dan astronomi untuk mempelajari bukti-bukti kehidupan di luar bumi. Yang menjadi pertanyaan, apakah ada UFO—obyek terbang tak dikenal—yang kemudian diasosiasikan sebagai wahana yang berisi alien itu, yang pernah ke bumi? Nah, itu yang kemudian secara astronomi disebut sebagai pseudo-science, sains semu. Bukti-bukti ilmiahnya belum ada.
Thomas Djalaludin (tengah berkacamata) berdiskusi bersama tim di Tilong, Nusa Tenggara Timur./Dokumentasi Lapan
Apa saja kendala pengembangan antariksa?
Teknologi antariksa sering disebut teknologi tinggi, berbiaya mahal, dan berisiko besar. Jadi, inisiatornya selalu pemerintah. Tapi dampaknya juga luar biasa. Kemampuan teknologi antariksa bisa menginspirasi dan mendorong kepercayaan diri generasi muda. Kalau kita sudah menguasai teknologi yang sangat tinggi, itu akan mendorong pengembangan teknologi pendukungnya. India dan Korea adalah contohnya.
India, di tengah kemiskinan yang cukup tinggi, pemerintah dan parlemennya menyetujui program keantariksaan yang biayanya mahal. Selain kebanggaan nasional, mereka bisa membuktikan bahwa teknologi antariksa membantu banyak sektor. Kolega dari India pernah memberi informasi bahwa dana program keantariksaan mereka “tak terbatas”. Dia mengatakan program keantariksaan di India bukan hanya diusulkan oleh badan antariksanya, tapi juga oleh kementerian-kementerian.
Apakah pemerintah punya ekspektasi tertentu soal program luar angkasa ini?
Secara spesifik tidak ada. Tapi secara umum pemerintah dan DPR sangat mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keantariksaan. Presiden dalam beberapa acara di Lapan menyatakan mendukung pengembangan iptek keantariksaan. Presiden ingin iptek keantariksaan ini bisa memberi manfaat kepada masyarakat.
Berapa anggaran Lapan dan apakah itu memadai?
Anggaran 2020 sebesar Rp 900 miliar. Karena dipotong, sisanya Rp 680 miliar. Setelah dipotong biaya operasional dan gaji pegawai Rp 300 miliar, sisanya tahun ini sekitar Rp 380 miliar. Usul dari Lapan, anggaran minimum sebanyak Rp 1,3 triliun. Supaya programnya bisa cepat dan sesuai target. Tapi kami bisa memahami situasinya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo