Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

WWF: Miliaran Dolar Bisa Dihasilkan dari Wisata Hiu dan Pari di Indonesia

Indonesia adalah produsen hiu (shark fisher) terbesar di dunia. Tapi, 72 persen tangkapan berasal dari by get.

22 Mei 2024 | 09.55 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Depok - Nilai ekonomi ikan hiu akan lebih besar jika dijadikan sektor pariwisata ketimbang ditangkap. Kesadaran bahwa hiu harus dipertahankan di perairannya untuk mengendalikan ekosistem sudah meluas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Program Kelautan dan Perikanan WWF Indonesia, Imam Musthofa Zainudin, mengungkap itu usai Simposium Nasional Hiu dan Pari ke-4 di Aula Utama Gedung Laboratorium Multidisiplin FMIPA, Universitas Indonesia, Depok, Selasa 21 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Imam juga mengungkap fakta tentang Indonesia sebagai produsen hiu (shark fisher) terbesar di dunia. Menurutnya, sebanyak 72 persen tangkapan didapat tidak disengaja atau by get saat menangkap tuna. "Cuma 28 persen yang menargetkan hiu, dia memang melaut untuk mencari ikan hiu."

Dia berharap pemerintah melihat komposisi tersebut, bahwa yang tergantung pada perikanan hiu hanya 28 persen sehingga bisa mengarahkan untuk menggali nilai ekonomi dari sektor pariwisata. Mediasi dilakukan terhadap kelompok 28 persen itu sembari mencari cara mengurangi kelompok yang 78 persen.

"Miliaran dollar bisa dihasilkan dari pariwisata hiu," katanya sambil menambahkan, "Sekarang ada whale shark di Gorontalo, di Kepulauan Derawan, di Cendrawasih dan yang mau berkunjung ke sana itu antre ke sana, tapi itu juga perlu dikelola dengan baik."

Imam menunjuk wisatawan penyelam (diver) yang disebutnya memiliki komunitas yang semakin berkembang. "Kalau diver-kan senangnya cerita kalau nemu shark, itu ekonomi, nah harus bijak menganalisa ke sana," kata dia lagi.

Keuntungan bisa didapat dari warga atau nelayan lokal dari bisnis sewa perahu atau penginapan. Begitu pula dengan kebutuhan akomodasi lainnya. "Jadi itu yang harus diangkat sebagai nilai lebih." 

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) didukung Yayasan WWF Indonesia akan menggelar Simposium Hiu dan Pari di Indonesia

Dalam simposium, Imam menyampaikan bahwa Indonesia memiliki 400 kawasan konservasi, dan itu kurang dari 10 persen perairan Indonesia. Dia mengusulkan di dalam kawasan itu ditetapkan pula sebagai kawasan lindung laut. Antara lain, hiu tak boleh ditangkap di sana. 

Imam menyebutkan, masih ada hiu yang tidak dalam status dilindungi seperti whale shark, hiu manta, dan lainnya. "Artinya minimal kita bisa menyelamatkan habitat dan populasinya di kawasan yang ranahnya memang konservasi. Dari sisi scientific, efeknya bisa lebih besar dengan konteks itu," ujar Imam.

Terhadap simposium hiu dan pari yang diselenggarakan Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu sendiri, Imam menilainya sangat bermanfaat untuk mengumpulkan data, informasi, pengalaman, tantangan, dan lain sebagainya. Sayangnya, dia menambahkan, hanya dilaksanakan tiga tahunan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus