Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Krisis lingkungan di perairan Teluk Oman hingga ke Laut Arab memburuk dalam tiga dekade terakhir. Para peneliti menemukan bahwa "zona mati" bagi organisme laut di kawasan itu merupakan yang terbesar di dunia. Masalah ini kian mengancam masa depan ekosistem dan aktivitas nelayan lokal di perairan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Istilah "zona mati" biasa dipakai untuk kawasan perairan yang minim atau nihil oksigen sehingga memicu kematian masif atau tidak bisa dihuni. Biasanya kawasan ini berada pada kedalaman 200-800 meter. Tingginya limbah rumah tangga dan pertanian yang mengalir ke laut menjadi nutrisi bagi alga. Pertumbuhannya tak terkendali dan memperparah zona mati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perairan Teluk Oman berada di kawasan antara Iran, Pakistan, Oman, dan Uni Emirat Arab. Luasnya mencapai 165 ribu kilometer persegi. Para peneliti menyebut kondisinya kian parah dan zona matinya meluas. Hasil studi tim peneliti dari University of Anglia, Inggris, dan Sultan Qaboos University, Oman, ini dimuat dalam jurnal Geophysical Research Letters pada akhir April lalu.
Menurut Bastien Queste, peneliti dari University of Anglia, pencemaran dan meluasnya zona mati membuat banyak penghuni laut tercekik. "Semua ikan, tumbuhan laut, dan binatang lain membutuhkan oksigen," kata penulis utama laporan riset itu, seperti dilaporkan laman Livescience, Sabtu pekan lalu. "Mereka tidak bisa bertahan hidup di sana."
Zona mati terbesar sebelumnya berada di Teluk Meksiko. Aliran limbah pertanian dari pesisir Amerika memicu ledakan populasi alga. Nitrogen yang menjadi bahan utama pupuk adalah sumber nutrisi mereka. Alhasil, mereka tumbuh menutupi laut, memutus pasokan oksigen dan membunuh para penghuni teluk yang hidupnya bergantung pada zat asam itu.
Kerusakan ekologi di Teluk Oman dan Laut Arab diperkirakan terjadi sejak 1960-an. Sangat sedikit data untuk riset yang bisa dikumpulkan karena efek ketidakstabilan politik dan maraknya pembajakan. Terakhir kali para peneliti melakukan penelitian di area itu pada era 1990-an.
Untuk mengatasinya, para peneliti kali ini menggunakan dua robot penyelam sebesar manusia. Robot-robot yang dikendalikan dari jarak jauh itu bisa menyelam hingga kedalaman 1 kilometer. Selama delapan bulan, mereka mengirim data melalui satelit.
Data itu diolah lewat permodelan komputer untuk menggambarkan sirkulasi oksigen di sekitar perairan Teluk Oman, Selat Hormutz, dan Laut Arab. Tingkat keparahan area yang kekurangan oksigen bertambah.
Perubahannya bahkan jauh lebih besar dari estimasi sebelumnya. "Ini masalah lingkungan yang nyata dengan konsekuensi pahit bagi para manusia yang hidupnya bergantung pada laut," kata Queste.
Laut Arab menjadi rumah bagi banyak spesies ikan. Namun kondisi Teluk Oman yang terus memburuk berdampak hebat pada kehidupan organisme laut dan warga pesisir. Diperkirakan ada sekitar 100 juta penduduk yang hidupnya bergantung pada hasil tangkapan ikan di Laut Arab.
Ledakan populasi plankton Noctiluca scintillans juga mempengaruhi perubahan lingkungan di Teluk Oman. Ketika organisme laut lain meregang nyawa di lingkungan minim oksigen dan tercemar racun kimiawi, jasad renik ini justru berkembang biak pesat. Laporan di jurnal Nature menyatakan populasi Noctiluca merusak fondasi rantai makanan sejak 2004.
Helga do Rosario Gomes, peneliti dari Lamont-Doherty Earth Observatory, New York, Amerika Serikat, menyatakan ledakan plankton itu sangat masif dan berlangsung setiap tahun. "Dalam jangka panjang, ekosistem Laut Arab bisa hancur," katanya.
UNIVERSITY OF EAST ANGLIA | LIVESCIENCE | SCIENCEALERT | GABRIEL WAHYU TITIYOGA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo