Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Provinsi Jakarta terus mengupayakan pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan. Gubernur Jakarta Pramono Anung mengatakan Jakarta memiliki berbagai strategi untuk menyelesaikan permasalahan sampah, salah satunya melalui refuse derived fuel (RDF), yaitu bahan bakar alternatif yang dihasilkan dari pengolahan sampah padat, khususnya sampah anorganik yang sulit terurai, seperti plastik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saat ini rata-rata jumlah sampah di Jakarta sekitar 8.000 ton per hari. Dengan proses yang ada, seperti RDF di Bantargebang maupun Rorotan, diharapkan jumlah tersebut bisa turun menjadi 5.000 atau 6.000 ton," ungkap Pramono dikutip Tempo dari siaran pers, Kamis, 20 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pramono bersama Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Pratikno, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto mengunjungi fasilitas pengelolaan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, pada Rabu.
Menurut Pramono, fasilitas RDF Plant di TPST Bantargebang memiliki kapasitas pengolahan sebanyak 2.000 ton sampah per hari. Melalui RDF, hasil olahan sampah dijual kepada industri semen sebagai bahan bakar alternatif pengganti batu bara. "Dinas Lingkungan Hidup Jakarta telah bekerja sama dengan dua industri semen, yaitu PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dan PT Solusi Bangun Indonesia Tbk," kata dia.
Pemprov Jakarta juga memiliki fasilitas RDF Plant di Rorotan, Jakarta Utara, dengan kapasitas 2.500 ton per hari. RDF Plant Rorotan direncanakan mulai beroperasi untuk mengolah sampah Jakarta pada April 2025.
Dalam kesempatan tersebut, Pramono juga membahas biaya atau bea gerbang yang dibayarkan oleh pemerintah kepada pihak pengelola sampah, yang besarnya dihitung berdasarkan tonase sampah yang diolah (tipping fee). Dia berharap agar Peraturan Presiden yang mengatur tipping fee dan insinerator segera diterbitkan.
"Jika nanti ada penyesuaian harga yang diatur bersama antara pemerintah pusat dan daerah, saya yakin ini bisa menjadi solusi yang sangat baik bagi permasalahan sampah, tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di seluruh Indonesia," katanya.
Pramono mengatakan Pemprov Jakarta terus berupaya memperluas kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk sektor swasta, komunitas, dan akademisi, guna menghasilkan inovasi teknologi serta program edukasi yang mendukung pengurangan sampah.
Selain itu, Pemprov Jakarta juga berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang bertanggung jawab serta mendukung program pemerintah pusat dalam pengelolaan sampah dan lingkungan secara berkelanjutan.