Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Liga Indonesia

Tim Medis: Choirul Huda Meninggal Bukan Karena Hypoxia, tapi...

Tim dokter RSUD Soegiri, Lamongan, mencurigai benturan yang dialami Choirul Huda menyebabkan trauma pada batang otak.

23 Oktober 2017 | 14.59 WIB

Pesan belasungkawa kepada Choirul Huda ditampilkan saat jeda babak pertama pertandingan antara Persib Bandung menghadapi Madura United FC pada laga lanjutan GO-JEK Traveloka Liga 1 di Stadion Si Jalak Harupat Soreang, Kabupaten Bandung, 19 Oktober 2017. ANTARA
Perbesar
Pesan belasungkawa kepada Choirul Huda ditampilkan saat jeda babak pertama pertandingan antara Persib Bandung menghadapi Madura United FC pada laga lanjutan GO-JEK Traveloka Liga 1 di Stadion Si Jalak Harupat Soreang, Kabupaten Bandung, 19 Oktober 2017. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Lamongan - Tim dokter Rumah Sakit Umum Daerah Soegiri, Lamongan, membantah anggapan bahwa penjaga gawang Persela Lamongan, Choirul Huda, tewas karena hypoxia atau penyumbatan aliran pernapasan, seperti yang ramai diberitakan selama ini. Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUD Soegiri Yudhistiro Andi Nugroho menyatakan mereka tak bisa memastikan penyebabnya karena membutuhkan pemeriksaan lebih detail.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Hypoxia itu hanya satu dari sekian banyak gejala gagal napas. Orang yang tersumbat jalan napasnya disebut mengalami hypoxia. Jadi bisa macam-macam penyebabnya,” ujar Yudhistiro saat ditemui Tempo, Jumat, 20 Oktober 2017.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yudhistiro mengatakan Huda meninggal dunia pada pukul 17.15 WIB, Ahad, 15 Oktober 2017. Penjaga gawang Laskar Joko Tingkir itu mengalami sejumlah cedera, yakni trauma pada bagian dada, rahang, dan leher yang menjadi penyangga kepala.

Menurut Yudhistiro, trauma pada leher itu yang paling dicurigai sebagai penyebab terbesar kematian Huda. Leher, ucap dia, merupakan ujung dari rangkaian sumsum tulang belakang yang menjadi pusat kumpulan saraf dalam tubuh. “Di belakang leher, ada saraf nomor satu dan dua, yang terhubung dengan batang otak serta jantung.”

Ia menuturkan, pada dasarnya, trauma yang paling mematikan ialah yang terjadi di bagian dada dan batang otak. “Huda mengalami trauma pada tulang atlas atau servikal nomor satu yang terhubung dengan batang otak,” ucapnya.

Senada dengan Yudhistiro, Direktur Utama RSUD Soegiri Taufik Hidayat mengatakan ada tahapan kompleks yang mungkin terjadi pasca-benturan antara Huda dan Ramon Rodrigues. “Melihat benturannya yang keras dan mengenai beberapa area, kemungkinan ada juga perdarahan dalam,” ujarnya.

Selain perdarahan, suplai oksigen ke otak terganggu. “Makanya kami nyatakan kemarin Huda mengalami gagal jantung dan gagal napas.”

Setelah bertabrakan dengan Ramon, Huda tersungkur dan merintih kesakitan. Tak lama, ia tak sadarkan diri, bahkan mengalami koma. Tim medis kemudian membawa Huda ke RSUD Soegiri, yang berjarak 2,3 kilometer dari Stadion Surajaya.

Namun, setelah satu jam lebih tim mengupayakan penyelamatan, Huda tetap tidak menunjukkan tanda-tanda adanya denyut jantung. “Akhirnya, pada pukul 17.15 WIB, kami nyatakan Mas Huda meninggal dunia,” tuturnya.

Sebelumnya, Choirul Huda dikabarkan tewas akibat hypoxia setelah berbenturan dengan rekan setimnya, Ramon Rodrigues. Kabar itu tersebar karena Huda disebut sempat menjulurkan lidahnya sesaat setelah mengalami benturan sebagai tanda kesulitan bernapas.

ARTIKA RACHMI FARMITA

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus