Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia salah satu dari segelintir wartawan yang berhasil mewawancarai Soeharto. Sempat dicekal masuk Indonesia, karya Jenkins kini diterjemahkan ke bahasa Indonesia.
David Jenkins adalah jurnalis The Sydney Morning Herald yang pernah membuat heboh hubungan diplomatik Australia dengan Indonesia. Artikelnya pada 10 April 1986 yang berjudul ”After Marcos, Now for the Suharto Billion” membuat pria 67 tahun itu diusir dan dilarang masuk Indonesia. Cekalnya baru dihapus ketika digelar Konferensi APEC di Jakarta pada 1994.
Baru-baru ini, dia menerbitkan buku yang berjudul Soeharto dan Barisan Jenderal Orde Baru dalam bahasa Indonesia, sebuah terjemahan dari Soeharto and His Generals. ”Saya sedang mengerjakan buku tentang masa muda Soeharto,” ujar lulusan Fakultas Hukum Universitas Melbourne ini.
Kelihaiannya mendekati narasumber membuat dia dikenal dan berhasil mewawancarai sejumlah tokoh penting, terutama di tubuh Tentara Nasional Indonesia (ABRI waktu itu). Dua tokoh yang menjadi ”hit” adalah Presiden Soeharto dan Ibu Tien. Tempo menggali pengalamannya berhadapan dengan dua sejoli itu, dalam wawancara di kantor Tempo, Jumat, 2 Juli lalu.
Anda berhasil mewawancarai Soeharto dan istrinya. Bagaimana kejadiannya?
Saya mewawancarai istrinya duluan, pada 1969, dan Soeharto pada 1970. Pada awal 1970, saya didesak editor ketika menulis lima tokoh penting. Lalu saya ditanya, ”Mana Soeharto? Kamu harus mendapatkan Soeharto.” Dan kebetulan Jumat itu Soeharto ke Istana Bogor untuk acara pameran Irian Barat. Saya terus menanyakan kepada asisten dan ajudan. Akhirnya saya mendapat kesempatan dan mereka memberikan syarat tidak menanyakan hal politik. Kami bertiga, bersama Ibu dan Presiden, duduk di bawah pohon beringin. Dengan dua ajudan mereka, tentunya. Lama-kelamaan jurnalis-jurnalis Indonesia lainnya ikut bergabung.
Setelah itu?
Saya bertemu lagi dengan Soeharto yang bermain golf di Rawamangun, beberapa kali. Tapi tidak ada wawancara, bahkan tidak ada kutipan.
Wawancara dengan Ibu Tien?
Itu sekitar Oktober 1969. Saya ke Cendana dengan tas besar dan kami bersalaman. Dia kemudian berkata, ”Saya menunggu jurnalis Australia yang akan mewawancarai saya.” Saya katakan bahwa sayalah orangnya. Kemudian dia menyahut, ”Oh, saya pikir kamu fotografer.”
Berapa lama wawancaranya? Bagaimana pribadi Ibu Tien?
Sekitar satu jam. Saya mendapat banyak detail soal kepribadian Ibu Tien. Ketika itu Mamiek, putri terkecil yang berusia tiga atau empat tahun, masuk membawa akuarium berisi ikan mas. Ia bermain dengan ikan mas itu dan menjatuhkannya. Saya bertanya kepada Madam Soeharto nama anak-anaknya. Ternyata dia kesulitan menghafal nama lengkap mereka. Dia hanya menyebut nama kecil, seperti Tommy dan Tutut.
Benarkah Ibu Tien memiliki pengaruh yang besar terhadap Soeharto?
Pasti. Saya pikir para istri pasti banyak mempengaruhi suami-suami mereka. Tapi saya pikir Soeharto adalah sang laki-laki. Saya yakin dia mendengarkan Ibu Tien dengan baik. Yang saya tahu, pendidikan Soeharto pada masa awal itu tidak begitu bagus. Ia anak desa yang hingga usia 10 tahun bersekolah di MULO. Tapi Soeharto berjuang. Ia selalu berusaha meningkatkan kemampuannya. Sebab, dia sangat cemerlang dan punya kapabilitas. Sementara itu, istrinya adalah mantan guru dan berasal dari keluarga aristokrat. Ibu Tien punya peran besar membantu Soeharto.
Apakah Ibu Tien berbahasa Inggris?
Tidak. Kami menggunakan penerjemah. Sebab, begitu saya tiba di Indonesia, saya selalu melalui penerjemah. Tapi dia membaca majalah-majalah Australia, seperti majalah perempuan. Mungkin Kedutaan Besar Australia yang memberikannya.
Bagaimana sosok Ibu Tien?
Dia sangat baik. Dan dia juga penuh pengertian, ramah, dan sopan. Dia menyediakan teh, makanan ringan, dan lainnya.
Bagaimana dengan Soeharto?
Dia juga orang yang baik. Soeharto memang tidak memiliki karisma seperti Bung Karno, tapi dia orang yang anggun, santun, dan ramah. Dengan mimiknya yang mungkin seperti topeng, ia menunjukkan ketenangan, kalem. Sebagian orang tidak memiliki itu.
Apakah Anda takut?
Tidak. Tapi saya bisa mengerti mengapa orang bertanya-tanya di balik mimik mukanya yang datar. Banyak orang yang mengatakan kita tidak bisa mengetahui kebohongan di belakang itu.
Apakah Soeharto seorang narasumber yang baik?
Ya, dia menjawab dengan sangat hati-hati.
Soeharto berbahasa Inggris?
Bahasa Inggrisnya bagus. Dia selalu menunggu beberapa saat setelah pertanyaan selesai dan berpikir. Jawaban dia sangat terstruktur, terukur, penuh pertimbangan, dan hati-hati. Dia sebenarnya memiliki sifat bersahabat. Saya berhasil mendapat jawaban lebih dan bisa bertanya tentang politik, walau tidak seluruhnya. Saya lebih mendapatkan detail-detail humanis dengan Ibu Tien daripada dengan Soeharto.
Tito Sianipar, Hermien Kleden
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo