Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Slamet Rahardjo Djarot dan Nano Riantiarno adalah aktor dan sutradara kawakan yang sudah kenyang makan asam garam di dunia teater dan film. Meski begitu, mereka merasa kesulitan ketika mereka harus membaca naskah yang ditulis sastrawan kondang Sapardi Djoko Damono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Slamet Rahardjo Djarot dan Nano Riantiarno membaca naskah dalam acara Membaca Naskah Ditunggu Dogot Ditontonin Penulisnya sebagai salah satu bagian dari Festival Sontoloyo yang dihelat oleh Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta atau IKJ. Acara ini berlangsung secara daring pada Senin malam, 18 Mei 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rencananya acara ini digelar Sabtu, 16 Mei 2020, namun batal. Acara festival ini bahkan akhirnya mundur dari rencana awal pada Maret 2020, bertepatan dengan ulang tahun emas IKJ dan Sapardi. Tapi pandemi Covid-19 membuyarkan agenda tersebut.
Slamet Rahardjo Djarot tampil dalam acara online Festival Sontoloyo, Membaca Naskah Ditunggu Dogot Ditontonin Penulisnya. Foto: YouTube
Saat membaca naskah, Nano Riantiarno berperan sebagai Plus (+), dan Slamet Rahardjo Djarot sebagai Minus (-). Naskah ini sengaja tidak menyebutkan nama dan profil secara detil tokoh yang akan berperan. Acara dipandu Yola Yulfianti selaku sutradara dan ditonton pula oleh sang penulis naskah, Sapardi Djoko Damono.
Setelah musik pengantar masuk, terlihat Slamet asyik menggoyang-goyangkan kepalanya. Setelah musik berhenti, berdialoglah keduanya sambil membaca naskah dari rumah masing-masing.
(+) Ingat baik-baik, kita saat ini ditunggu Dogot. Harus tepat waku, nggak boleh kurang atau terlambat
(-) Berarti kita harus begegas
(+) Aku bilang harus tepat waktu
(-) Makanya kita cepat-cepat, segera
(+) Enggak boleh terlalu cepat
(-) Berarti boleh tenang-tenang saja
Dialog keduanya terus berkutat soal waktu, lalu melebar tentang siapa Dogot, bagaimana sosok Dogot, lalu mengapa harus ditunggu dan menunggu, apa pentingnya menunggu dan ditunggu. Sebuah alur percakapan yang 'mbulet', berputar-putar, tak selesai ujung pangkalnya.
Nano Riantiarno tampil dalam acara online Festival Sontoloyo, Membaca Naskah Ditunggu Dogot Ditontonin Penulisnya. Foto: YouTube
Yola sebagai sutradara menghentikan dialog keduanya dan memberi jeda istirahat kepada dua aktor kawakan ini sambil menanyakan tanggapan atas naskah ini. Begitu ditanya, Nano langsung menyatakan merasa kesulitan mencerna naskah ini.
"Kacau, Dogot itu siapa, diulang terus, bolak-balik. Susah memainkannya," ujar Nano disambut tawa Sapardi Djoko Damono. Demikian pula ketika Slamet Rahardjo menimpali ucapan Nano. "Dogot itu sebetulnya apa?" tanya dia.
Sapardi Djoko Damono lalu memberi sedikit penjelasan tentang naskah yang ditulisnya. Ada beberapa yang harus diperbaiki. Naskah itu, kata Sapardi, memang memusingkan. "Itu memang kita alami, kepusingan yang kita alami seperti sekarang. Ini masalah kita selama ini, ya seperti itu," ujarnya.
Slamet Rahardjo Djarot, Nano Riantiarno, Sapardi Djoko Damono, dan Yola Yulfianti dalam acara online Festival Sontoloyo, Membaca Naskah Ditunggu Dogot Ditontonin Penulisnya. Foto: YouTube
Nano Riantiarno sebagai sutradara yang juga penulis naskah Teater Koma, mengatakan semakin membaca dan mendalami naskah semakin susah. Meski demikian, menurut dia, dramaturgi dan kekacauan ini bagus. Mampu membuat kekacauan kepada aktor. "Sulitnya luar biasa, tidak hanya kata-kata saja, tapi seluruh yang ada, semoga diberkahi." Sementara Slamet Rahardjo Djarot mengatakan sebagai aktor, ia merasa susah menawarkan sesuatu yang baru dari teks naskah yang ditulis Sapardi Djoko Damono.