Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

29 Musisi Gugat UU Hak Cipta ke MK: Armand Maulana hingga Bernadya Tuntut Ekosistem Musik Adil

Sebanyak 29 musisi menggugat UU Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi, menuntut kejelasan aturan perizinan dan royalti dalam ekosistem musik Indonesia.

13 Maret 2025 | 16.57 WIB

VISI, Vibrasi Suara Indonesia, kelompok yang diinisiasi para penyanyi untuk menuntut kejelasan soal hak cipta. Foto: Instagram.
Perbesar
VISI, Vibrasi Suara Indonesia, kelompok yang diinisiasi para penyanyi untuk menuntut kejelasan soal hak cipta. Foto: Instagram.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 29 musisi Indonesia menggugat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan uji materi UU Hak Cipta ini terdaftar dengan nomor 33/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025 pada 7 Maret 2025 pukul 19.10 WIB.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pilihan Editor: Penjelasan Gerakan VISI di Instagram: Upaya Penyanyi Melawan Ketidakadilan Hak Cipta

Gugatan 29 Musisi ke Mahkamah Konstitusi 

Para musisi yang sebagian besar penyanyi dan tergabung dalam asosiasi Vibrasi Suara Indonesia (VISI) itu menilai sejumlah pasal dalam UU Hak Cipta menimbulkan ketidakjelasan dalam perizinan, mekanisme royalti, serta ancaman pidana. Mereka yang menggugat antara lain; Armand Maulana, Ariel NOAH, Vina Panduwinata, Titi DJ, Judika, Bunga Citra Lestari (BCL), Rossa, Raisa, Nadin Amizah, Bernadya, Nino RAN, Vidi Aldiano, Afgan, Ruth Sahanaya, Yuni Shara, Fadly Padi, Ikang Fawzi, Andien, Dewi Gita, Hedi Yunus, Mario Ginanjar, Teddy Adhytia, David Bayu, Tantri Kotak, Arda Naff, Ghea Indrawari, Rendy Pandugo, Gamaliel, dan Mentari Novel. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dalam dokumen permohonannya, mereka mengajukan uji materi terhadap lima pasal dalam UU Hak Cipta yang dinilai bermasalah:

1. Pasal 9 ayat (3): “Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan."

2. Pasal 23 ayat (5): "Setiap Orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif."

3. Pasal 81: "Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait dapat melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 25 ayat (2)."

4. Pasal 87 ayat (1): “Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial."

5. Pasal 113 ayat (2): “Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)."

Latar Belakang Gugatan

Para musisi tersebut menilai sejumlah aturan dalam UU Hak Cipta telah menimbulkan ketidakpastian hukum. Mereka menyoroti berbagai kasus yang belakangan menyeret penyanyi karena membawakan lagu ciptaan orang lain. 

Perselisihan antara Ahmad Dhani dan mantan vokalis Dewa 19, Once Mekel, menjadi salah satu kasus yang menjadi latar belakang gugatan ini. Dhani melarang Once menyanyikan lagu ciptaannya dalam konser tanpa izin. Kasus serupa terjadi pada Agnez Mo, yang digugat Rp 1,5 miliar karena menyanyikan lagu karya Aris Bias tanpa izin. 

Kasus lain yang disebutkan dalam permohonan adalah pelarangan The Groove membawakan lagu ciptaan Rieka Roeslan setelah ia keluar dari grup tersebut. Ada juga kasus Doadobadai Hollo alias Badai yang melarang Sammy Simorangkir menyanyikan lagu-lagu Kerispatih yang diciptakannya. 

Ketidakjelasan Perizinan dan Royalti

Dalam permohonannya, mereka menyoroti ketidakjelasan mekanisme izin dan pembayaran royalti, baik sebagai pencipta lagu maupun penyanyi. "Bahwa kegelisahan para pemohon bermuara dari isu-isu hukum yang muncul, yang tidak hanya menimbulkan kebingungan, tetapi juga ketakutan bagi para pemohon," demikian bunyi gugatan. 

Menurut mereka, tidak ada kejelasan apakah izin membawakan lagu harus diperoleh langsung dari pencipta atau cukup melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Gugatan tersebut juga menyoroti potensi konflik kepentingan dalam pemberian izin yang bergantung pada subjektivitas pencipta. "Terlebih dengan adanya fakta bahwa kecenderungan pemberian izin dari pencipta bersifat subjektif (like and dislike), dan tidak semua pelaku pertunjukan memiliki kedekatan atau akses kepada pencipta untuk meminta izin," demikian bunyi gugatan tersebut. 

Empat Poin Krusial yang Digugat

Dalam unggahan di akun Instagram VISI pada 11 Maret 2025, mereka merangkum empat poin utama yang menjadi dasar gugatan untuk uji materi:

1. Apakah untuk performing rights, penyanyi harus izin langsung dari pencipta lagu? 

2. Siapakah yang dimaksud dengan pengguna yang secara hukum memiliki kewajiban untuk membayar royalti performing rights

3. Bisakah orang / badan hukum memungut & menentukan tarif royalti performing rights tersendiri, di luar mekanisme LMKN & tarif yang ditentukan oleh Peraturan Menteri? 

4. Masalah wanprestasi pembayaran royalti performing, masuk kategori pidana atau perdata?

Mereka menegaskan, langkah ini bukan sekadar perjuangan 29 musisi yang mengajukannya, melainkan upaya menciptakan ekosistem musik yang lebih jelas dan berkeadilan, "Langkah ini kami harap dapat menjadi penengah untuk membuat situasi lebih terang benderang.”

Mereka menutup pernyataannya dengan harapan agar ekosistem musik lebih adil. "Sejatinya yang kami tuju adalah kesejahteraan bersama, tanpa adanya satu pun pihak yang dikesampingkan. Semoga dengan satu visi kita dapat bergerak menuju masa depan yang lebih baik."

MAHKAMAH KONSTITUSI | INSTAGRAM

Adinda Jasmine

Bergabung dengan Tempo sejak 2023. Lulusan jurusan Hubungan Internasional President University ini juga aktif membangun NGO untuk mendorong pendidikan anak di Manokwari, Papua Barat

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus