Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pameran Kecap Nusantara berlangsung di Universitas Padjadjaran.
Menghadirkan lebih dari 420 jenis kecap dari berbagai kota di Indonesia dengan rasa berbeda.
Banyak pabrikan telah tutup atau diakuisisi sehingga varian rasa berkurang.
Botol kosong berwarna hijau gelap berdiri di kotak kaca. Di bagian tengah botol kaca itu samar-samar terlihat relief atau emboss ayam jago. Di sekitarnya ada beberapa kertas label berwarna merah dan putih serta batang cetakan stempel. Pada baris pertama yang melengkung ke bawah tertera “No.1. Best Ketjap Benteng” yang diikuti tulisan “SIE WIE BO-SOJA FABRIEK BLITAR”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada secarik kertas kecil dengan foto wajah lelaki berbingkai lingkaran merah tebal tertulis perusahaan kecap itu berdiri sejak 1901. Produknya diolah secara tradisional melalui proses fermentasi yang diklaim bermutu tinggi dan tidak mengandung bahan-bahan kimia. Komposisinya terdiri atas gula kelapa, kacang kedelai, garam, dan rempah alami. “Kecap itu favoritnya Bung Karno,” kata Habibie Arifianto, kolektor kecap, pada Senin, 13 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, karena tidak ada penerus, Habibie melanjutkan, kecap Sie Wie Bo hanya sanggup bertahan sampai generasi ke-4. Pada Mei lalu, pabrik kecap legendaris itu tutup.
Sebagian peninggalannya yang ada di kotak kaca itu menjadi koleksi Museum Kecap Nusantara yang ikut dipajang dalam Pameran Koleksi Kecap Nusantara: Rasa Lestari, yang diselenggarakan Departemen Antropologi dan Parti Gastronomi. Acaranya berlangsung di Ruang Teater Pengetahuan Gedung Rektorat Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, pada 13-16 Juni 2023.
Di ruangan seluas 120 meter persegi yang adem berpenyejuk ruangan itu terpampang 150 botol berisi kecap sejumlah merek buatan lokal dari berbagai daerah di Indonesia. Informasi lain seputar kecap ditayangkan lewat pemutaran film dokumenter dan beberapa layar sentuh di meja panjang.
Artefak botol kecap kuno merk Ketjap Djago dipamerkan di Gedung Rektorat Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, 14 Juni 2023. TEMPO/Prima Mulia
Sementara itu, di sudut ruangan dekat pintu masuk, pengunjung bisa menjajal rasa beberapa kecap yang, meskipun umumnya manis, tetap menyuguhkan kekhasan. “Kecap ini rasanya ada yang seperti obat,” kata Ayu Wulandari, pengunjung, sambil menyengir.
Pengarah acara, Hardian Eko Nurseto alias Seto, mengatakan ekshibisi itu digelar untuk mengangkat dan mengenalkan keragaman kecap di Indonesia. “Selama ini kita banyak memandang kecap sebelah mata,” kata dosen antropologi Unpad yang juga finalis MasterChef Indonesia Season 8 itu di sela-sela acara.
Faktanya, cara pengolahan, racikan bahan, serta pengolahan pembuat kecap lokal menghasilkan cita rasa dan aroma khas. Karena itu pula, kalangan pedagang kuliner punya kecap yang menjadi andalan sebagai penyedap aneka jenis hidangan, seperti nasi goreng, sate, dan soto.
Kolektor kecap seperti Habibie bisa mengumpulkan setidaknya 420 botol kecap lokal yang kebanyakan masih berisi dan tersegel. Penyimpanannya di ruang tamu rumah yang disulap menjadi gudang kecap. Hasil perburuannya sejak 2016 itu berawal dari mata turun ke lidah.
Semula, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo, itu tertarik pada desain label-label kecap lokal yang ia lihat di Cilacap. Lidahnya kemudian menikmati rasa kecap yang berbeda antar-merek. “Koleksi pertama saya kecap cap Kuntul dari Cilacap,” ujarnya.
Sejak saat itu, bertambah bekal informasi dari belasan anggota komunitas penggemar dan kolektor kecap, Habibie menjadi giat berburu kecap botol lokal. Sambil berpelesir ke berbagai kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta sebagian Jawa Barat, dia selalu menyambangi pasar tradisional. Di kios pedagang, matanya ikut mencari di pojok-pojok rak yang berdebu dan dikerumuni kecoa. Seperti menemukan harta tersembunyi, kecap kedaluwarsa pun ia beli dengan harga normal.
Sedang seru-serunya berburu, hobi Habibie makan kecap harus terhenti. Pada akhir 2016, dokter spesialis jantung itu divonis diabetes. “Jadi, enggak berani makan kecap lagi,” kata dia.
Koleksi pelengkap lain berupa memorabilia, seperti buku-buku yang sebagian berisi pengetahuan cara membuat kecap dan pendaftaran paten merek kecap, juga artefak dari kecap-kecap yang telah punah, seperti stempel dan labelnya.
Buku-buku tua tentang kecap dipamerkan di Gedung Rektorat Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, 14 Juni 2023. TEMPO/Prima Mulia
Dari hasil pencariannya di Internet dan forum daring pedagang loak, literasi tentang kecap-kecap lokal, riwayat, dan jejak buka-tutup usahanya masih terbatas. “Padahal kecap itu warisan budaya Indonesia. Kalau di negara lain, enggak ada itu kecap manis dari hasil akulturasi,” kata Habibie.
Berdasarkan data dan informasi yang dihimpun panitia pameran, mayoritas kecap lokal diproduksi di Jawa, persisnya di Jawa Tengah. Pembuat kecap lain ada di Kalimantan Barat dan Kepulauan Bangka Belitung.
Komposisi kecap secara umum terdiri atas kedelai, tepung, air, gula, garam, sari kacang, rempah-rempah, tebu, kayu manis, dan bunga lawang. Adapun pemanis yang digunakan adalah gula merah, gula kelapa, gula pasir, gula aren, dan molases alias tetes tebu.
Menurut Habibie, juga Seto yang ikut mengoleksi kecap botol, setiap daerah, seperti Bandung, Solo, dan daerah pantai utara, bisa punya lebih dari lima produsen kecap. Selain itu, ada semacam kesamaan pola atau kecenderungan, yaitu sebaran atau distribusi kecapnya terbatas di daerah asal dan sekitarnya sehingga mengesankan kebanggaan pada produk lokal.
Habibie dan Seto menduga kondisi itu disebabkan oleh selera dan skala usaha. “Pembuat kecap lokal itu usaha kecil dan menengah,” kata Habibie. Beberapa di antaranya telah diakuisisi perusahaan besar dengan kecap berlogo burung.
Kemajemukan produksi menghasilkan keragaman rasa. Seto mencontohkan kecap di Jawa Barat yang kedelainya dimasak, kemudian diberi ragi. Istilahnya, dioncom. Setelah ditumbuhi jamur, kedelai dikeringkan lalu direndam lagi dengan air garam untuk menghasilkan rasa gurih.
Sampai tahap itu, Seto melanjutkan, kedelai telah menjadi tauco. Pada tahap penyaringan selanjutnya, kedelai menjadi ampas kecap yang biasanya dijual di pasar untuk ditumis. Adapun air saringan tauco yang terasa asin itu dipakai sebagai bahan awal kecap. Kecap asin itu kemudian ditambahkan larutan gula sehingga menjadi kecap manis. Sesuatu yang tak ada di tanah leluhur kecap, Cina.
ANWAR SISWADI (BANDUNG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo