Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Seni

ASIRINDO Ingatkan Pakai Platform Musik Pribadi untuk Kepentingan Komersial Langgar Hak Cipta

Penggunaan platform musik pribadi untuk kepentingan komersial seperti konser, kafe, dan bioskop melanggar hak cipta dan merugikan industri musik.

2 Maret 2025 | 17.25 WIB

Dari kiri ke kanan: Presiden Direktur VNT Networks Vedy Eriyanto, Direktur Utama ASIRINDO Jusak Irwan Sutiono, Asisten Deputi Koordinasi Pemanfaatan, Pemberdayaan,  dan Perlindungan Kekayaan Intelektual Kementerian Koordinator Hukum dan HAM Syarifuddin, dan Komisioner LMKN, Yessi Kurniawan dalam konferensi pers Revolusi Industri Musik Indonesia di Jakarta, 21 Februari 2025. Foto: Istimewa.
Perbesar
Dari kiri ke kanan: Presiden Direktur VNT Networks Vedy Eriyanto, Direktur Utama ASIRINDO Jusak Irwan Sutiono, Asisten Deputi Koordinasi Pemanfaatan, Pemberdayaan, dan Perlindungan Kekayaan Intelektual Kementerian Koordinator Hukum dan HAM Syarifuddin, dan Komisioner LMKN, Yessi Kurniawan dalam konferensi pers Revolusi Industri Musik Indonesia di Jakarta, 21 Februari 2025. Foto: Istimewa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Penggunaan akun di platform musik pribadi seperti YouTube, Spotify, Apple Music, Pandora, dan Amazon Musik untuk keperluan komersial melanggar hak cipta yang merugikan industri musik Indonesia. Padahal, dalam platform musik tersebut telah mencantumkan bahwa layanan mereka hanya diperuntukkan untuk penggunaan pribadi dan tidak dapat digunakan untuk kegiatan komersial.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Menggunakan Youtube, Spotify, atau Apple Music untuk keperluan komersial adalah pelanggaran yang dapat merusak tatanan industri," kata Direktur Utama PT AS Industri Rekaman Indonesia (ASIRINDO) Jusak Irwan Sutiono dalam siaran pers yang diterima Tempo pada Kamis, 27 Februari 2025. Ia menjelaskan, meskipun pemilik akun berlangganan premium, ia tetap tidak diperkenankan menggunakannya di ruang publik untuk tujuan komersial. "Hanya layanan musik berlisensi legal yang memberikan jaminan perlindungan hak cipta," ujarnya menambahkan. 

Aturan Pengelolaan Penggunaan Platform Musik agar Tidak Langgar Hak Cipta

Pemerintah sebenarnya sudah mengatur masalah ini. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik menyebutkan penggunaan musik di area komersial wajib membayar royalti yang sesuai dengan ketentuan berlaku. Aturan ini dibuat untuk melindungi dan memberikan kepastian hukum kepada pemilik hak cipta. Ia menjelaskan, area komersial yang wajib membayar royalti atas penggunaan musik itu antara lain restoran, kafe, diskotik, konser musik, bioskop, nada tunggu telepon, hotel dan fasilitasnya, serta usaha karaoke. 

Masalah ini  mengemuka setelah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menghukum Agnez Mo membayar royalti kepada pencipta lagu, Ari Bias sebesar Rp 1,5 miliar. Hukuman diberikan lantaran ia menggunakan lagu 'Bilang Saja' dalam konser-konsernya tanpa memberikan hak royalti. Dikabarkan Agnez Mo memilih mengajukan kasasi lantaran menurut dia, penyelenggara konserlah yang harus membayar royalti kepada pencipta lagu.

Untuk pengelolaan royalti, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN)telah menggandeng VNT Network  meluncurkan Velodiva, sebuah platform musik digital baru. Velodiva ini untuk mempermudah pembayaran royalti di sektor bisnis. LMKN bermitra dengan Velodiva untuk menyelesaikan masalah penggunaan musik legal dan terjangkau di ruang komersial,  seperti restoran, toko, diskotek, bioskop, radio, televisi, bus, kereta api, pesawat terbang dan hotel. 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus