PADA saat film nasional lesu dan komite seleksi Festival Film Indonesia "jenuh" menonton film-film silat dan legenda yang tak jelas juntrungannya, Bibir Mer memasuki minggu kedua dalam peredarannya. Ini berita menggembirakan, apalagi peredarannya di bioskop papan atas Jakarta. Terlepas bahwa produser film ini adalah juga pemilik bioskop elite kelompok 21 yakni Sudwikatmono, film terbaru Arifin C. Noer ini memang pantas dibicarakan. Dibicarakan karena ia menonjol sendiri di tengah-tengah absennya sutradara sekaliber Arifin. Bukan berarti lantas ini karya Arifin yang terbaik. Karya awal Arifin rasanya jauh lebih bagus dari Bibir Mer ini. Bahkan dibandingkan dengan Tasi, O, Tasi, karya Arifin dalam bentuk sinteron yang baru saja disiarkan TVRI, Tasi lebih komunikatif dan lancar. Bibir Mer sejak dari judul sudah membuat penonton tak paham, bibir siapa yang dimaksudkan. Tidak ada tokoh cerita yang namanya dipendekkan menjadi Mer. Bintang-bintang yang dipasang Arifin pun tak ada yang namanya Mer, misalnya, Meriam Bellina. Arifin sendiri mengaku tak bisa menjelaskan asal-usul tiga kata tadi, M-E-R, kecuali "sebuah kata yang membentuk pengertian tersendiri". Pengertian itu, misalnya, bisa dijabarkan dari konsep Arifin tentang film ini. Yakni, ingin memvisualisasikan bibir (orang-orang) Indonesia yang sering terlalu nafsu untuk berbicara dan membanggakan ucapannya sendiri. "Tahukan Anda, negara mana di dunia ini yang memiliki 'hutan statement' dan slogan yang paling hebat? Arifin C. Noer menunjuk Indonesia," begitulah tertulis dalam Press Kit film ini. Film ini menceritakan seorang gadis bernama Maryati (dimainkan oleh Bella Esperance) yang dikecewakan oleh kekasihnya, Jodi (diperankan Tio Pakusadewo). Jodi adalah seniman yang idealis, tapi bagi Maryati kekasihnya itu hanya berlindung di balik slogan-slogan besar namun gombal. Jodi bahkan meninggalkan Maryati begitu saja di kota kecil Klaten. Merasa ditinggal, Maryati pun pergi ke Jakarta. Di Jakarta, Maryati bekerja di salon Mbak Nani (dimainkan dengan bagus oleh Jajang), perempuan bangsawan yang cantik dan cerdas. Ia mengubah namanya menjadi Lia dan penampilannya pun berubah drastis. MDBOMDNM Nani diam-diam punya hubungan gelap dengan Lukito, pengusaha kaya yang dari awal sampai akhir film tak pernah dimunculkan Arifin. Namun untuk saling berhubungan, Nani mengutus Lia, sementara Lukito mengutus Hendra (Drg. Fadly). Buntutnya, antara Lia dan Hendra ada hubungan pribadi, yang sempat diwarnai kisah serong antara Hendra dengan Ivone, teman baik Lia yang diperankan Auk Murat. Menonton Bibir Mer memang harus konsentrasi penuh. Kehilangan satu adegan bisa celaka. Kisah yang dirakit Arifin sulit ditebak akhirnya.MDNM Semua tokoh punya persoalan dan punya problema tersendiri. Dan semuanya pinter menggunakan bibirnya. Jodi itu, misalnya, punya problema gawat untuk menemukan jati dirinya. Gagal menjadi seniman di Klaten, ia ke Jakarta menjadi petugas pompa bensin, menjadi penjual hamburger keliling, lalu menjadi wartawan yang bernafsu "mengubah dunia". Masih dengan omong besarnya, ia membayang-bayangi Maryati yang sudah menjadi Lia. Dan persoalan Jodi, persoalan Hendra, persoalan tokoh yang lain-lain kecuali Maryati, rasanya tak pernah selesai. Persoalan Maryati pun hanya sebagian selesai, yakni menjelang film berakhir terungkap bahwa ia sesungguhnya anak pungut seorang keluarga sederhana di Klaten. Ibu kandungnya tak lain Mbak Nani, dan ayah kandungnya Lukito, hasil hubungan gelap. Terlalu banyak yang disampaikan Arifin, hingga filmnya terasa "berat". Untunglah gambarnya bagus. Putu Setia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini