BIOGRAFI PLUS PENYAIR SUFI Oleh: Hasan Junus Penerbit: Universitas Islam Riau Press, Pakanbaru, 1988, 231 halaman SETIAP pelajar sekolah menengah di negeri ini pasti telah mengenal Raja Ali Haji, walaupun mungkin hanya namanya, berikut beberapa untai dari karya gurindamnya yang terkenal itu -- Gurindam Dua Belas. Ini menunjukkan bahwa Raja Ali Haji cukup luas dikenal. Tujuan utama buku yang ditulis Hasan Junus ini ialah untuk menghidangkan suatu gambaran yang lengkap tentang diri, karya, dan pikiran-pikiran Raja Ali Haji singkatnya, biografi tokoh ini. Untuk itu ia merasa perlu menilik apa yang dalam kebijaksanaan purba kebudayaan Melayu disebut "kaji asal", atau menurut pengertian modern: "latar belakang sejarah", yang berarti lingkungan keluarga sang tokoh, serta lingkungan masyarakat yang melahirkannya. "Kaji asal" itu oleh si penulis dimulai dari Raja Haji, yang diangkat menjadi Yang Dipertuan Muda Riau IV di tahun 1778. Ini cukup beralasan. Pertama, masa hidup Raja Haji (abad ke-18) dan Raja Ali Haji (abad ke-18) dan Raja Ali Haji (abad ke-19) tak kelewat jauh jaraknya. Kedua, Raja Haji adalah datuk (kakek) Raja A'i Haji. Ketiga, masa pemerintahan Raja Haji merupakan masa kemakmuran dan kejayaan Riau sehingga negeri ini tumbuh sebagai kekuatan ekonomi dan militer yang penting, di samping sebagai pusat pengkajian agama Islam dan kebudayaan Melayu, termasuk bahasa dan sastra Melayu. Dan keempat, Raja Haji yang tewas dalam pertempuran melawan Belanda di Teluk Ketapang (1778) dan kemudian digelari Marhum Teluk Ketapang yang merupakan lambang kepemimpinan Riau yang heroik. Dari tokoh Raja Haji yang tenar itulah berasal Raja Ahmad. Namun, sebagai putra bungsu, Raja Ahmad tak lagi mengalami kejayaan dan kemakmuran negerinya karena, ketika ia masih berusia empat tahun, ayahnya tewas dalam pertempuran melawan Belanda di Teluk Ketapang, dan setelah itu Riau pun tak lagi merupakan kerajaan yang bebas sepenuhnya. Perkawinan Raja Ahmad dengan Encik Hamidah melahirkan anak laki-laki bernama Ali yang kelak dikenal sebagai Raja Ali Haji. Bakat pengarang yang ada pada Raja Ahmad tumbuh dan berkembang lebih besar pada diri Raja Ali Haji. Raja Ahmad menghasilkan paling tidak tiga buah karya: Syair Engku Puteri, Syair Perang Johor, dan Syair Raksi, di samping bertekun pula menulis kronik kerajaan Riau-Lingga. Raja Ali Haji menghasilkan karya-karya yang lebih banyak. Antara lain: Gurindam Dua Belas, Bustan al-Katibin, Kitab Pengetahuan Bahasa, Tsamarat al-Muhimmah, Muqaddimah Fi Intizam, Syair Abdul Muluk, Tuhfat al-Nafis, Silsilah Melayu Bugis, Syair Hukum Nikah, Syair Siti Shianah, Sinar Gemala Mestika Alam, dan beberapa buku pegangan bagi para pengelola kerajaan, seperti Al-Wusta, Al-Qubra, dan Al-Sugra, dan diperkirakan pula naskah Peringatan Sejarah Negeri Johor. Hasan Junus, penulis biografi ini, juga memberikan komentar atas karya-karya itu. Ia memuat pula nukilan karya-karya tersebut dalam sebuah lampiran khusus. Hasan Junus juga mendaftar serangkaian peristiwa budaya yang penting di Riau dan sekitarnya yang berkaitan dengan Raja Ali Haji dalam sebuah bagian tersendiri. Yaitu sejak 1673, ketika Laksamana Tun Abdul Jamil mulai membuka Riau hingga 1918. ketika di Singapura dibuka Mathaba'at (Usaha Percetakan/Penerbitan) Al-Ahmadiah atau Al-Ahmadiah Press, yang menerbitkan naskah-naskah Raja Ali Haji dan lain-lain sebagai buku-buku pertama. Ini semua, ditambah dengan berbagai hal yang amat rinci dan tak sedikit catatan kaki, memberikan kelebihan pada karya biografi ini sehingga dapatlah agaknya disebut sebagai sebuah biografiplus. Karya Raja Ali Haji yang paling luas dikenal karena dipetik dalam buku-buku pelajaran kesusastraan Indonesia ialah Gurindam Dua Belas. Karya gurindam ini dikutip sebagian atau seluruhnya dalam buku-buku pelajaran kesastraan yang disusun oleh penulis-penulis seperti St. Takdir Alisjahbana, Zuber Usman, Madong Lubis, dan Sabaruddin Ahmad. Tetapi kedudukan Raja Ali Haji sebagai penyair-sufi ditegaskan oleh Abdul Hadi W.M. dalam bukunya Sastra Sufi (Sebuah Antologi), Pustaka Firdaus, 1985. Hasan Junus dalam karya biografi ini juga menyajikan Gurindam Dua Belas karangan Raja Ali Haji selengkapnya, dialihaksarakan dari huruf Jawi (Arab-Melayu) berdasarkan teks dimuat dalam Tijdschrift van Bataviaasch Genootschap II, 1854. Naskah asli Gurindam Dua Belas selesai ditulis tahun 1846. Gurindam Dua Belas termasuk puisi didaktik (syi'r al-irsyadi) karena isinya nasihat atau petunjuk untuk berperilaku agamawi dengan sandaran -- secara tersirat -- ilmu tasawuf. Karya Raja Ali Haji amat beragam, meliputi bidang-bidang agama, sejarah, bahasa, sastra, tata negara, dan lain-lain. Keluarga besar Raja Ali Haji hampir semuanya pengarang: ayah, saudara-saudara, anak dan kemenakan, bahkan cucu-cucunya, banyak atau sedikit telah menghasilkan buku-buku. Lahir tahun 1808, Raja Ali Haji diperkirakan meninggal tahun 1872, karena setelah tahun ini tak ditemukan lagi catatan-catatan mengenai dirinya. Raja Ali Haji hidup sezaman dengan Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi. Keduanya sama-sama membawa pembaruan dalam kebudayaan Melayu. Tetapi Abdullah mengambil unsur-unsur pembaruan itu dari nilai-nilai yang terdapat dalam kebudayaan Barat yang dikaguminya, sedangkan Raja Ali Haji mengambilnya dari nilai-nilai yang terpendam dalam agama yang dianutnya. Ada beberapa hal yang sama yang diulang-ulang penyebutannya dalam buku biografi ini. Di luar urusan pengarang, ada beberapa salah cetak di sana-sini, di samping pula ada halaman-halaman yang rangkap lantaran kelalaian dalam pencetakannya. Namun, hal-hal ini tak sampai mengurangi kelebihan buku ini dalam artinya sebagai sebuah biografi-plus mengenai Raja Ali Haji. Hartoyo Andangjaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini