Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Boneka jepang: tradisi dan...

Pusat kebudayaan jepang bekerjasama dengan dewan kesenian jakarta mengadakan pameran boneka jepang di tim. hampir semua boneka yang dipamerkan menekankan pembuatan busana, asesori dan tata rambut.

25 November 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DESIR GAUN, judul sebuah boneka yang dalam bahasa Jepang disebut Kinuzure. Boneka ini salah satu dari sekitar 50 boneka Jepang yang dipamerkan di Galeri Utama, Taman Ismail Marzuki, pekan lalu. Pameran ini diselenggarakan Pusat Kebudayaan Jepang bersama Dewan Kesenian Jakarta. Desir Gaun menggambarkan pakaian boneka itu. Pakaian kebesaran Zaman Heian (800-1200 M): Kimono panjang yang tergerai ke lantai dan mestinya berdesir ketika pemakainya berjalan. Jenis boneka ini disebutkan Jidai Fuzoku Ningyo, yaitu boneka-boneka yang dibuat untuk memperagakan pakaian wanita Jepang dari segala zaman. Tinggi Kinuzure sekitar 3 sentimeter. Wajahnya yang mungil itu sebesar telur burung puyuh. Tapi, miniatur seorang putri dengan rambut terurai itu memancarkan vitalitas. Boneka itu seperti hidup dan sesungguhnya cantik. Kinuzure membawa citra boneka Jepang. Tradisi kerajinan yang merupakan bagian dari kehidupan tradisional. Boneka dalam kebudayaaan Jepang memang bukan hanya mainan anak-anak. Di negeri itu dikenal misalnya Gogatsu Ningyo, festival boneka untuk mendoakan anak-anak lelaki. Juga Hina Ningyo, upacara pemasangan sepasang boneka pria-wanita di atap rumah untuk keselamatan anak-anak wanita. Dilihat bentuknya, tradisi membuat boneka di Jepang adalah peragaan busana dan tata rambut dalam bentuk miniatur. Hampir semua boneka yang dipamerkan di TIM itu menekankan pembuatan busana dengan asesorinya, dan juga tata rambut, terlihat jelas pada kelompok boneka Oyama Ningyo. Boneka-boneka yang disebutkan menggambarkan wanita-wanita cantik ini sebenarnya menunjukkan berbagai model busana dan tata rambut tradisional. Yang menakjubkan, busana boneka itu dibuat bukan dari kain perca. Pakaian boneka ini dirajut, ditenun, dan dijahit khusus. Rambut yang menampilkan berbagai tata rambut yang canggih dibuat dengan sangat cermat dari semacam benang. Kecenderungan memperagakan busana membuat boneka-boneka Jepang itu tidak konstruktif. Tidak ada beban untuk mencari hubungan sendi-sendi misalnya. Konstruksi tubuh, yang terlilit pakaian serba tertutup, tidak terlihat. Maka, yang menjadi tekanan pengggarapan adalah wajah yang umumnya dibuat dari kayu. Namun, tidak berarti boneka-boneka itu tidak memiliki struktur. Pose dan gesture (sikap tubuh) boneka-boneka itu menunjukkan perhitungan struktur yang sangat cermat. Tidak hanya menunjukkan gerak tubuh. Tapi, juga gerakan dengan karakter Jepang. Lihat misalnya sikap jalan boneka wanita Jepang. Wajah yang menjadi olahan utama boneka-boneka itu, adalah wajah-wajah yang menakjubkan. Dari sini kesan vital (hidup) terutama terpancar. Watak dan kondisi biologis yang rinci terkomunikasikan dengan jelas. Pada Osama Ningyo, boneka yang menggambarkan anak-anak, karakter wajah segera menandakan perbedaan usia: bayi, balita, dan remaja. Pada penggarapan watak wajah boneka wanita bahkan terlihat perbedaan suasana hati. Tidak mudah menelusuri teknik yang mendasari keterampilan tinggi itu. Inilah barangkali kepekaan artistik. Namun, bisa dicatat teknik pembuatan mata pada boneka-boneka itu. Mata tidak dibuat dengan mengukir kelopak dan biji mata, melainkan melubangi wajah dan memasukkan biji mata dari belakang. Mata ini kemudian nampak sangat realistis. Tapi, tidak semua boneka Jepang itu mengikuti gaya realistis. Ada sejumlah yang mengikuti acuan pemiuhan (stilasi). Misalnya Gosho Ningyo, boneka-boneka keramik istana kaisar berbentuk anak-anak gemuk dalam berbagai pose bermain. Gumpalan daging yang ditonjolkan pada boneka-boneka ini menandakan pengolahan permukaan (plastisitas) seperti pada seni patung. Lihat juga Kokeshi, seni kerajinan boneka yang relatif masih baru -- berkembang sejak 1950-an. Boneka kayu ini memperlihatkan bentuk terpiuh yang sangat lanjut. Bentuk dasarnya umumnya silender karena terikat pada teknik membubut. Terkesan sangat modern. Tradisi kerajinan boneka di Jepang memang bukan tradisi lama yang sudah "mati". Tradisi ini masih berkembang dan menunjukkan berbagai inovasi. Dalam pameran di TIM itu, ada beberapa boneka yang disebutkan "boneka modern". Misalnyanya Hinemosu, yang menggambarkan wanita merenung (sepanjang hari), karya Tsuneko Shimamura. Boneka ini menampilkan pose dan perhitungan bentuk yang sangat tidak biasa untuk boneka Jepang. Kimono pada boneka ini, yang terhampar dalam bentuk lingkaran, bukan untuk diperagakan, tapi merupakan bagian dari bentuk boneka. Kerajinan boneka Jepang, seperti banyak tradisi kesenian kita, adalah kesenian alternatif dalam konteks kesenian modern di masa kini. Di tengah dominasi seni modern menegakkan kesimpulan: kesenian adalah gejala plural. Jim Supangkat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus