Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Ali dimaporo di mindanao

Siltan muhamad ali dimaporo, 71, gubernur lanao del sur, mindanao, menolak pemerintahan cory aquino. ia punya pasukan elite dan beberapa perusahaan. dua putranya diberi nama sukarno dan hatta.

25 November 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SULTAN Muhamad Ali Dimaporo, 71 tahun, jagoan dan legendaris di Filipina. Pendek dan kekar, Gubernur Lanao del Sur dan anggota Kongres mewakili golongan Islam ini paling disegani di kawasan Mindanao. Ia memiliki pasukan elite Barakuda berkekuatan lima ratus prajurit tangguh -- bagian dari 5.000 pasukan bersenjata lengkap -- sebagai serdadu pribadinya. Dimaporo menjabat Gubernur Lanao del Sur selama 30 tahun. Dia senang tenis dan golf. Menetap di istana di Binidayan, suami empat istri dan ayah sembilan anak ini menamai dua putranya dengan Sukarno dan Hatta. Sultan yang suka memakai pici meniru Bung Karno ini punya 15 perusahaan besar -- antara lain ada yang bergerak di bidang pertanian, perkapalan, bank, dan perkebunan. Cory Aquino, konon, berniat menyingkirkan kedudukan Dimaporo. Sultan ini menolak digantikan, bahkan ia tak mematuhi peraturan pemerintah. Ia loyalis dan pengikut bekas Presiden Ferdinand Marcos. Tapi Dimaporo tak gentar menghadapi pasukan pemerintah. Sedangkan 40.000 pengikutnya yang fanatik, kapan saja, bersedia dimobilisasi dan melindungi kepentingan Sultan. Maret 1986 pasukan Aquino menyerang kawasan Sultan Dimaporo. Pertempuran sengit berhari-hari -- dan padam setelah serangan dihentikan. Kepada musuhnya, Jenderal Rodrigo Gutang, kemudian Dimaporo memberi hadiah senjata semiotomatis. Kekuasaan Dimaporo di Mindanao yang berpenduduk 15 juta jiwa itu unik. Kisah perkasanya kesultanan tersebut sudah sejak 400 tahun silam. Dari 1571 hingga 1898 para moyang Sultan Ali jaya menghadang dan menghalau penjarah Eropa dan Amerika yang datang ke kepulauan paling makmur di Filipina itu. Dan kesohornya Ali Dimaporo berkibar usai dia menumpas pasukan kamikaze Jepang, 1941-1944. "Aku musnahkan mereka semua. Hanya seorang yang memilih meloncat dari menara, ketimbang terjungkal kena tembakanku," katanya kepada dua wartawan Gamma, Danielle Cruteanshii dan Patrick Aventurie, yang meliput ke sana. Bahkan Jenderal MacArthur, yang memimpin pasukan Filipina dan Amerika, dan Ferdinad Marcos, waktu itu, minta bantuan Dimaporo menghalau Jepang. Karena jasa-jasanya itu, Dimaporo dianugerahi bintang kehormatan. Ia ingin Filipina bukan seperti Libanon: sibuk perang saudara. "Kami menginginkan cinta dan perdamaian, antara sesama warga Filipina. Dan akan aku jadikan Mindanao surga bagi turis. Malah lebih indah dari Swiss," kata Dimaporo. Burhan Piliang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus