KASUS Azaria dibuka kembali bulan Desember 1981. Pengusutan baru, dimulai. Keluarga Chamberlain menghadapi pengusut dan para ahli yang sudah teracuni oleh opini publik. Mereka dengan penuh prasangka menyudutkan suami-istri yang kehilangan anak itu. Dengan kata lain, kini Lindy dan Michael menjadi terdakwa. SENIN. Kurang dari 24 jam sebelumnya, Pendeta Michael Chamberlain dan istrinya, Lindy, tiba di Alice Springs. Wajahnya tegang dan dingin. Sikap mereka sedikit mencair begitu mereka memasuki ruang yang hangat dan hampir tanpa jendela. Di ruang pemeriksaan ini terdapat 60 kursi. Hampir setiap pojoknya ditempati oleh penjaga yang datang dari balik pintu. Suami istri Chamberlain duduk tenang ketika Des Sturgess, petugas, mengemukakan secara singkat rencana pengusutan ini. Beberapa kali mereka menulis catatan. Sejumlah barang bukti diperlihatkan. Termasuk jumpsuit, sepatu boot, dua selimut ungu. Sejumlah di antaranya tampak berlumur darah yang telah mengering, dan compang-camping. Rekaman percakapan polisi dengan Lindy -- beberapa saat setelah Azaria lenyap -- diputar kembali. Setelah itu, suasana di ruang tersebut menjadi sangat mencekam. Sebuah film diputar selama 17 menit. Film itu memperlihatkan bagaimana sejumlah dingo memakan daging yang dibungkus dengan pakaian bayi. Selain untuk mengetahui bagaimana tabiat dingo makan, film ini juga membantu pengetesan air liur dan bulu dingo yang menempel di pakaian itu. SELASA. Penasihat hukum Chamberlain, Phil Rice, empat kali berdebat sengit dengan Sturgess. Ia memprotes cara bertanya Sturgess yang bernada mengusut. Tentang percikan darah dalam mobilnya, Chamberlain menjelaskan. Darah itu, katanya, sudah ada sebelum Azaria hilang. Ia katakan bahwa keluarganya pernah mengalami kecelakaan lalu lintas. Hidung Aidan, anak tertuanya, berdarah. Dahi Reagan juga sobek sehingga memerlukan pertolongan dokter. Saat itu mereka juga mengajak seorang laki-laki lain. Dia juga mengucurkan darah di dalam mobil. Hanya Michael dan Lindy yang tak luka. Azaria dinyatakannya tak pernah berdarah di dalam mobil. Ia menjelaskan pula bahwa sewaktu bangun pagi di motel Ayers Rock setelah Azaria hilang, ia kaget melihat tetesan darah pada salah satu sleeping bagnya. Ia bilang ia ingat ada darah, baik pada tasnya maupun tas istrinya. Namun, "sekali lagi, aku sungguh tak percaya," katanya lebih lanjut. Chamberlain juga mengaku melihat darah pada sepatu serta topi istrinya. Darah juga dilihatnya pada dua selimut Azaria. RABU. Nyonya Chamberlain dipanggil maju ke kotak kesaksian. Saat itu disampaikan bahwa seorag profesor di London telah memastikan bahwa tenggorokan Azaria dipotong. Bayi itu sudah dicekik. Seorang sersan polisi yang menyidik perkara itu menambahkan bahwa ia telah memberi tahu Nyonya Chamberlain bahwa seseorang dengan tangan berlumur darah telah memegang pakaian bayi itu sewaktu gadis cilik itu berdarah. Setelah ditanya Sturgess, Lindy mengatakan bahwa ia memang pernah mengatakan kepada temannya, "kukira ini akan menyeretku ke kursi panas lagi." Selain itu ia berkata pada sersan tadi, "aku betul-betul tak membunuh anakku." Lindy Chamberlain tak kuasa menahan air matanya saat selimut anaknya diperlihatkan. Beberapa saat kemudian Sturgess meminta Lindy Chamberlain agar bersiap untuk pengambilan sidik telapak tangan untuk polisi. Rice memprotes permintaan ini. Sedang Lindy mengatakan, "Ya, saya bersiap. Tapi, atas nasihat pengacaraku, aku harus menolak." Hari itu Michael juga harus berdiri lagi. Ia menyatakan keheranannya sewaktu dinyatakan bahwa gunting yang kini berada di Pengadilan Alice Springs itu berasal dari mobilnya pada hari lenyapnya Azaria. Tapi polisi Darwin James Metcalfe, mengatakan bahwa gunting yang bertangkai cokelat itu memang diambil dari mobil Chamberlain. KAMIS. Nyonya Joy Kuhl dari Departemen Kesehatan NSW memberi kesaksian bahwa darah di mobil yang membawa Azaria ke Ayers Rock adalah darah bayi berumur kurang dari enam bulan. Mobil itu milik orangtua Azaria. Dan darah itu, kata Nyonya Kuhl, bukan darah kakak Azaria, baik Aidan maupun Reagan. Dengan menggunakan tiga metode tes, ia mengatakan telah menemukan darah bayi pada: - Engsel dan sisi pemotong serta pegangan sebuah gunting kecil. - Handuk kuning putih yang membungkus lampu obor, wrap a torch. - Koin 10 sen yang ditemukan di bawah karpet di bagian depan kursi mobil, dan sejumlah bercak kecil lain. - Di kanan karpet di depan tempat duduk sopir. Bercak utamanya sulit dites karena terkena sabun. - Engsel dalam tempat duduk penumpang dan logam di bawahnya. Nyonya Kuhl juga mengatakan bahwa tes enzimnya memperlihatkan bercak itu telah berusia antara 12 bulan dan dua tahun. Selain menjelaskan bagaimana pengetesan itu dilakukan, ia juga menjelaskan bagaimana menyimpulkannya. JUMAT. Ahli patologi forensik Northern Territory, Dr. Tony Jones, mengemukakan adanya semburan darah bayi di bawah dashboard. Darah itu tentu berasal dari sebuah arteri. "Pada pendapatku, pola semprotan itu menunjukkan berasal dari sebuah pembuluh darah. Mungkin dari sebuah arteri kecil," katanya. Ketika ditanya apakah berarti jantung masih berdenyut ketika luka itu terjadi, ia menjawab "ya." Persidangan sesungguhnya memang belum dimulai. Namun, gejalanya telah tampak. Lindy dan Michael Chamberlain hanya menunggu waktu untuk dihadapkan ke kursi terdakwa, dan diadili bukan saja oleh juri tapi juga masyarakat. Kesimpulan Barrit bahwa Azaria memang digondol dingo -- yang justru paling masuk akal -- kini sudah dikesampingkan sama sekali. Pernyataan para ahli yang kredibilitasnya masing-masing tak meragukan telah mengarahkan keluarga itu pada posisi bersalah: membantai putrinya. Tanggal 2 Februari 1982. Setahun setelah kesimpulan Barritt, Lindy dan Michael dipastikan akan diadili. Lindy bakal didakwa sebagai pembunuh, dan Michael membantu pembunuhan itu. Dengan uang jaminan, mereka masih diperkenankan tinggal di luar. Tanggal 13 September 1982. Dua tahun setelah lenyapnya Azaria -- pengadilan pun dimulai di Pengadilan Negeri Darwin. Saat itu Lindy hamil besar. Toh persidangan jalan terus, dan dilaksanakan secara maraton. Dengan seluruh kemampuannya, Lindy dan pengacaranya berusaha menunjukkan kepada juri bahwa mereka sungguh-sungguh bersalah. Bahwa ia semata-mata korban prasangka umum. Tapi segala usaha itu percuma. Pada 29 Oktober 1982, hanya dalam satu setengah bulan persidangan, juri sudah dapat memutuskan: Lindy Chamberlain bersalah. Untuk kesalahan "membunuh" anaknya sendiri itu ia dihukum seumur hidup. Sedang Michael Chamberlain telah menerima vonis sebulan sebelumnya (30 September). Ia dihukum 18 bulan. Kini suami-istri itu harus meringkuk di penjara. Kisah mereka menjadi sedemikian dramatis ketika Lindy, yang terus-menerus berdoa, melahirkan bayi sewaktu sedang menjalani hukuman. Bagi yang bersimpati kepada mereka, kelahiran bayi -- yang lalu dinamai Kahlia -- adalah pertanda pembelaan Tuhan terhadap mereka. Apalagi bayi itu perempuan. Maka, Kahlia pun dianggap sebagai pengganti kakaknya, Azaria, yang hilang. Tapi apalah artinya sedikit simpati kalau harus menghadapi kekuatan hukum yang kaku. Sesaat Lindy bisa keluar dari tahanan. Ia mengajukan banding atas vonis yang telah jatuh. Namun, Pengadilan Federal di Sydney menolak. Gambaran cerita jadi simpang-siur lagi setelah para simpatisan unjuk gigi. Penerbit Phil Ward dan bekas polisi Don McNicol telah mencurahkan waktunya 10 bulan guna melacak sendiri perkara itu. Mereka juga telah menghabiskan dana sekitar 100 ribu dolar. Mereka juga penganut Advent Hari Ketujuh, seperti Chamberlain. Namun, menurut McNicol, bukan itu alasan mereka begitu sungguh-sungguh melacak hilangnya Azaria. Ada dua orang yang ditampilkan Ward dan McNicol. Yakni perawat bernama Bobby Elston dan seorang Aborigin pelacak jejak, Nipper Winmatti. Menurut Elston, ia melihat sendiri polisi menembak seekor dingo yang kemudian terkenal dengan nama Ding yang baru saja menyerang seorang gadis cilik. Ia yakin dingo itulah yang pada malam hilangnya Azaria berada dekat tenda keluarga Chamberlain. Waktu itu Elston dan suaminya, Peter, juga berada di Ayers Rock. Winmatti menyatakan hal yang serupa. Pada hari kejadian, ia ikut melacak jejak dingo. Jejak itu nampak spesifik -- salah satu cakarnya nampak terluka. Pada jejak itu, kata Winmatti, "terdapat tanda sedang menyeret sesuatu yang tampaknya adalah seretan kaki bayi." Jejak mengarah ke tenggara ke bukit pasir merah, Sunrise Hill. Kemungkinan besar, setelah melihat cacat kakinya, itu adalah jejak Ding si muka kasar yang ditembak polisi. Pembelaan dari luar seperti itu belum mampu mengubah nasib Lindy. Nyatanya, bandingnya ke Pengadilan Tinggi Canberra pun ditolak setelah melalui pemungutan suara yang berselisih tipis. Tiga orang menolaknya, dan dua mendukung. Lindy sama sekali tdak menyerah. Satu-satunya cara yang bisa ditempuh hanyalah mengajukan usul penyidikan baru. Suara yang bersimpati pada keluarga Chamberlain kini keras. "Aku mau terlihat jelas bahwa aku sungguh tak berahasia," kata Colis Mason, seorang politikus. "Bukan saja terhadap kasus Chamberlain, tapi pada seluruh implikasinya pada peradilan Australia sekarang. Orang didakwa melakukan pembunuhan tanpa motif yang jelas, tanpa ditemukan tubuh korban, tanpa senjata buat membunuh, namun hanya karena kesaksian forensik yang sesungguhnya dapat diragukan." Para ahli pun unjuk gigi. Di antaranya yang dilibatkan adalah Profesor Barry Boettcher. Hasilnya jelas merupakan bantahan. Antara lain: - Reagen kimia yang digunakan mengetes sebenarnya tidak diperuntukkan pengujian itu. Pabriknya, Behringwerke of Germany, menyatakan demikian. Maka, hasil pengujian dengan bahan itu tak dapat dipertanggungjawabkan. - Jumpsuit katun yang dikenakan bayi bukan terpotong oleh gunting. Tapi oleh "gerigi anjing". - Bulu yang ditemukan pada pakaian bayi itu jelas bulu anjing. - Dingo adalah mamalia pemakan daging dan pembunuh yang cukup cerdik dan tangkas untuk membunuh bayi. Nampaknya, argumen baru ini meyakinkan. Namun, nasib Lindy masih belum menentu. Tiga bulan setelah pengajuan argumen baru tersebut, usulan untuk mengusut kembali kasus Azaria ditolak. Kini sudah hampir pasti Lindy harus terus meringkuk di penjara seumur hidup. Tapi syukur setelah tiga tahun Lindy berada di penjara, tangan Tuhan ikut campur dengan cara yang hampir mustahil. Pada 2 Februari (tanggal yang persis sama dengan waktu ia dipastikan diadili) 1986, sebuah jaket bayi ditemukan di satu celah Ayers Rock. Setelah diidentifikasi, jaket itulah yang dikenakan Azaria sewaktu hilang. Geger lagi. Siapa lagi yang menyeret pakaian itu ke sana kalau bukan dingo. Pemerintah tak lagi punya alasan untuk terus menahan Lindy. Lima hari setelah penemuan jaket bayi itu, Lindy Chamberlain dikeluarkan dari penjara Berrimah, Darwin. Hukuman seumur hidup yang telah dijatuhkan kepadanya, dicabut. Selain itu, peradilan terhadap keluarga Chamberlain terpaksa diperiksa kembali. Demikian yang diumumkan pemerintah Northern Territory, Australia. Pada 5 Juni 1986, pemeriksaan peradilan dimulai. Dengar pendapat diadakan di Darwin, Sydney hingga Melbourne. Pertemuan memakan waktu 102 hari, hingga tahun berikutnya. Kini angin berbalik penuh mendukung keluarga Chamberlain, mengempaskan opini yang menekan mereka selama ini. Banyak yang mulai yakin bahwa -- bagaimanapun -- dingo adalah hewan liar, dan bisa berbahaya. Sejumlah fakta bahwa dingo juga menyerang manusia sekarang terbeberkan. Suara serupa muncul dari pihak pemerintah. Di antaranya dari Justice Morling yang memimpin pemeriksaan kembali perkara itu. Dalam laporannya disebutkan, "dingo dapat menyerang seorang bayi, dan membawanya pergi untuk dimakan." Bahkan, "hewan itu akan masuk tenda bilamana perlu." Dingo dapat membawa tubuh Azaria sampai ke tempat pakaiannya ditemukan. Tentunya dengan cara menyeret. Biasanya, dingo takut pada manusia. Tapi, kenyataannya, di sekitar Ayers Rock dingo sudah sangat biasa engan manusia. Menurut Morling, keputusan juri yang menyalahkan Lindy Chamberlain tak bisa disalahkan. Sebab, juri sangat mendasarkan sikapnya pada pernyataan-pernyataan para ahli. Para ahli, betapapun terkenalnya, bisa dan memang salah. Nyonya Kuhl misalnya. Kalaupun tak terpengaruh oleh opini yang beredar di masyarakat, ia punya kesalahan lain. Laboratorium tempat kerjanya dikabarkan tak mencukupi kriteria sebuah laboratorium yang hasil pengujiannya layak untuk dipakai kesaksian. Kesalahan Profesor James Cameron yang mengatakan bahwa di baju bayi itu terdapat bekas tapak tangan berdarah. Konon, ia menyimpulkan demikian karena berasumsi bahwa tangan yang memegang baju itu memang berdarah. Padahal, ia tak pernah menguji kebenaran asumsinya ini. Mungkin benar apa yang dikatakan Morling. Tapi mungkin pula pernyataan itu hanya merupakan argumen untuk menyelamatkan muka Nyonya Kuhl, Cameron, serta para ahli lain. Yang pasti, kini seluruh dakwaan yang telah menyeret Lindy ke penjara telah terpatahkan. Pemerintah pun tentu tak ingin kehilangan muka. Maka, Juni 1987, sebuah status baru diputuskan buat Lindy dan Michael Chamberlain: "diampuni?" Diampuni? Ia, tetap bersalah? Pertanyaan inilah yang bertubi-tubi menghajar pemerintah. Tapi pemerintah berkelit. Diampuni, menurut Morling, bukan berarti bersalah. "Tapi berstatus sama seperti sebelum diadili." Inilah yang membikin marah Lindy. "Aku tak tertarik pada pengampunan terhadap hal yang tak pernah kulakukan," ujarnya dengan nada tinggi. Kasus hilangnya Azaria telah membuka mata dunia terhadap ketidakadilan dalam peradilan. Bukan cuma Lindy dan Michael Chamberlain yang telah dikorbankan oleh opini publik, prasangka pers, dan bahkan mungkin -- pada kasus lain -- kesengajaan untuk menutupi siapa pelaku kejahatan yang sebenarnya. Banyak yang lain. Di Indonesia pun ada Karta dan Sengkon yang sudah dipaksa menanggung dosa yang tak pernah diperbuatnya. Mengapa pemerintah acap tak sungguh-sungguh berniat memutihkan nama baik para korban itu? Lindy dan Michael Chamberlain tidak dinyatakan "terbukti tak bersalah", melainkan, "sangat mungkin dingo menggondol Azaria." Zuc
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini