Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kuda-kudaan ini terlihat ganjil, tapi menarik. Tubuhnya yang berbentuk dan seukuran kuda asli itu dibuat dari jalinan konstruksi kawat. Demikian juga dengan sepasang ekornya yang berdiri berlawanan. Namun badannya merupakan hasil penyatuan bagian tengah ke ekor dua kuda. Pembuatnya, Awan Simatupang, memberikan judul Dua Ekor pada karya patung itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Patung kuda itu ditempatkan di tengah ruang depan gedung Perusahaan Gas Negara (PGN) di Jalan Braga Nomor 40, Bandung. Di sana berlangsung pasar seni (art fair) bertajuk "Art_Unltd: XYZ" pada 15-23 Desember 2018. Diartikan sebagai seni tanpa batas, XYZ mewakili tiga sumbu seni, yaitu seni murni, desain, dan kriya. XYZ juga merupakan simbol generasi para pelaku seni rupa yang saat ini didominasi generasi Y dan Z sebagai para perupa yang sedang mekar dan pendatang baru. Sedangkan generasi X sudah lebih mapan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim artistik acara ini melibatkan Asmudjo Jono Irianto, Enin Supriyanto, Irawan Karseno, dan Totot Indrarto. Menurut Asmudjo, konsep dan bentuk acara ini agak berbeda, misalnya dari ArtJog yang hanya menyajikan karya seni murni. "Di sini juga ada desainer, pengrajin, ada edukasi, dan aspek penjualan," ujarnya, Sabtu lalu.
Acara yang diselenggarakan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan ArtSociates Indonesia ini merangkul hampir 100 seniman dari daerah kantong seni di Indonesia, seperti Yogyakarta, Bali, Jakarta. Sayangnya, publik umum yang datang tidak disodori riwayat singkat para peserta dan informasi tertulis tentang karyanya. Asmudjo mengakui panitia belum siap menyediakan edukasi semacam itu.
Mayoritas peserta berasal dari Bandung dan merupakan alumni fakultas seni rupa dan desain, seperti dari Institut Teknologi Bandung, Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, serta Universitas Pendidikan Indonesia. Semua ruangan gedung heritage berlantai dua itu dipenuhi karya hingga ke bagian belakang, yang biasanya dipakai sebagai tempat parkir kendaraan tamu gedung.
Beberapa karya mencuri perhatian karena ide dan bentuknya. Karya garapan Radi Arwinda yang berjudul Supreme Funeral (Homage to Haryadi Suadi), misalnya. Di sudut ruang belakang, ia memajang delapan benda bercat merah. Tulisan "Supreme" selalu ditimpa gambar kelopak bunga simetris atau cakra. Di sela pajangan kaus, tongkat baseball, helm, dan kotak peralatan, ada tonggak nisan.
Karya itu terkait dengan mendiang ayahnya, yang juga perupa lulusan ITB dan pengajar di sana, Haryadi Suadi. Alih-alih mengenang dengan citra gelap simbol berduka, Radi menghormati ayahnya dengan karya yang dikaitkan dengan konteks kekinian.
Pasar seni yang ditata seperti pameran itu bertabur karya seniman tersohor, di antaranya Nyoman Nuarta, Sunaryo, A.D. Pirous, Agus Suwage, Handiwirman Saputra, Iabadiou Piko, R.E. Hartanto, dan Tisna Sanjaya. Ada juga nama-nama seniman muda kontemporer, misalnya Septian Harriyoga, Patriot Mukmin, Nurrachmat Widyasena, Muhammad Akbar, Etza Meisyara, dan Arin Dwihartanto Sunaryo.
Keriuhan karya yang mengenyangkan mata itu didominasi karya seni murni, seperti lukisan, patung, gambar, grafis, dan instalasi. Sebagian lagi berupa karya video, desain, kerajinan, serta demonstrasi pembuatan keramik, pisau, dan seni gelas.
Kepala Bekraf Triawan Munaf mengatakan perhelatan ini merupakan gabungan dari kegiatan pameran, pasar seni, dan kriya, yang disertai dengan demonstrasi pembuatan karya, pelatihan, serta diskusi. Bekraf menyediakan wadah bagi perupa muda agar karyanya dapat bertemu dan dinikmati publik sebagai upaya memperluas pasar seni rupa.
Dalam sambutan tertulisnya, Triawan mengatakan nilai produk domestik bruto ekonomi kreatif pada 2018 diproyeksikan sebesar Rp 1.105 triliun. Adapun dari komposisi produk domestik bruto ekonomi kreatif 2016 sebesar Rp 922,59 triliun, seni rupa menyumbang 0,22 persen atau Rp 20,3 triliun. Berdasarkan data yang dirangkum dari Badan Pusat Statistik dan Bekraf, subsektor seni rupa memiliki potensi daya saing sangat tinggi di dalam dan luar negeri. "Pasar seni rupa merupakan pasar yang digerakkan kolektor, kelas menengah, dan kelompok kelas atas di Indonesia." ANWAR SISWADI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo