Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Dalam dekapan suhu

Lukisan karya umi dachlan pelukis asal cirebon di pamerkan di tim. lukisan terdiri dari bidang warna yang ditata. bukan hanya harmonis warna yang terlihat tapi juga tawaran untuk menyentuh kehidupan. (sr)

10 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LUKISAN-LUKISAN Umi Dachlan di Ruang Pameran TIM (25 s/d 30 Agustus) mengingatkan kita pada lukisan Srihadi dan Sadali. Menurut brosur, kedua pelukis itu memang pembimbing Umi, di samping Mochtar Apin dan A.D. Pirous. Umi, yang lahir di Cirebon 13 Agustus 1942, telah memamerkan lebih dari 50 lukisan. Ia memperoleh ijazah sarjana dari ITB tahun 1968 dan sekarang mengajar di kandang itu. Lewat kanvas yang berukuran sedang, Umi menatap kita dengan warna-warna meriah dan berani. Ia lancar sekali. Lukisan-lukisannya terdiri dari bidang-bidang warna yang ditata sedemikian rupa menampilkan kemanisan, tapi tidak hanya itu. Dari kekayaan warnanya muncul juga keramahan dan keintiman. Bila diperhatikan lama-lama, warna-warna itu bukan pantulan rasa gelisah, tapi akibat perbendaharaan yang kaya. Mencari Tuhan Umi bagai kanvas putih. Setiap masalah, setiap sentuhan yang menghampiri, jadi getaran-getaran warna. Tapi getaran-getaran itu tidak jauh. Ia tidak mengental begitu spontan tapi begitu pendek. Sehingga tidak sempat mencapai intensitas. Kita ditinggalkannya dalam perbauran cahaya aneka warna. Dalam kanvas yang bernama Alam I, kita dihadapkan pada bidang-bidang hijau, biru, kuning, yang amat berani. Kemudian pada judul Strktur Bidang-Bidang Pada Dasar Karmijn kita melihat warna coklat dan merah yang meskipun begitu lancar, tidak menyimpan. Mungkin sekali Umi membatasi dirinya. Segala sesuatu sudah ditakar menurut batas harrnoni tertentu. Lukisannya indah, tetapi tidak total. Darah dari sebuah karya, sesuatu yang meluap dari dasar jiwa, terkungkung pada ketrampilan teknis yang resik sebagaimana umumnya seniman akademi. Umi menganalisa, memperhitungkan bidang, ruang serta kemungkinan-kemungkinan. Tanpa memberi kita kesempatan melihat emosi, kilatan perasaan, spontanitas yang hidup sebagaimana kita temukan pada Srihadi. Gurunya itu tersohor bukan hanya karena kelihaian menyusun. Iapun unggul dalam torehan garis, sapuan yang menyebabkan kanvas tidak hanya sekedar komposisi. Dari takaran ini, Umi pun kelihatan beda dengan Sadali. Lihatlah beberapa buah kanvas kecil. Pada lukisan Stuktur Bidang Dalam Dasar Biru Turquoise I misalnya, dengan tak ragu-ragu Umi membubuhkan warna-warna emas yang selama ini kita kenal sebagai milik Sadali. Tapi, Umi tidak hadir sebagai seorang musafir yang mencari Tuhan. Ia tampak hanya memanfaatkannya sebagai idiom komposisi. Dengan demikian jelas yang mendekap Umi adalah teknik tataletak suhusuhunya. Sementara takaran, intensitas serta dimensi, jelas berbeda. Ini membuat kita bertanya, apa memang ada yang hendak digarapnya dengan komposisi yang indah itu? Sebuah lukisan berjudul Struktur Bidang-Bidang Pada Dasar Putih memberikan jawaban. Di sini bukan hanya kesibukan warna. Ada ide yang hendak melontar ke luar. Kita berhadapan dengan warna putih, lalu warna hijau yang seperti hendak mengatakan sesuatu. Bukan hanya hijau indah, hijau sedap, hijau manis, tetapi hijau dari sesuatu masalah. Lukisan cat minyak ini juga menggarap tekstur berupa torehan-torehan silang. Pada lukisan inilah Umi tidak lagi hanya mengekang dirinya. Terasa lukisan ini lahir bukan hanya sebagai permainan warna dan bentuk, tetapi juga visualisasi dari sesuatu. Beberapa lukisan lain, seperti Datangnya Sinar Pagi dan Tembok Tua, juga membuka masalah yang membuat kita mengerti Umi. Terutama pada judul Struktur Dengan Bidang, Garis, Tekstur Pada Dasar Prussian: warna hitam yang dominan agak berbeda dengan suasana kanvas-kanvas yang lain. Di sini ada pengekangan untuk memanfaatkan kelancaran sebagai tujuan terpenting kanvas. Dengan cara mengambil risiko bahwa kemanisan tidak satu-satunya acuan kanvas, Umi membiarkan suasana berbicara. Dengan begitu bukan hanya harmoni warna yang terlihat. Tapi juga tawaran untuk menyentuh kehidupan. Tanpa bermaksud mengatakan bahwa lukisan barulah berbobot kalau sudah menyapu bidang-bidang gelap pada hidup. Juga tanpa bermaksud meremehkan bahwa sikap formil, dingin, analistis, adalah pelarian dari kenyataan sekitar. Barangkali karena masih kuatnya pengaruh Sadali dan Srihadi - yang merupakan alasan kenapa kelancaran, kekayaan, ketrampilan Umi tidak sampai memberi tusukan yang menembus. Meskipun kita telah dibuatnya benar-benar memperhatikan. Putu Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus