LUKISAN-LUKISAN Umi Dachlan di Ruang Pameran TIM (25 s/d 30
Agustus) mengingatkan kita pada lukisan Srihadi dan Sadali.
Menurut brosur, kedua pelukis itu memang pembimbing Umi, di
samping Mochtar Apin dan A.D. Pirous. Umi, yang lahir di Cirebon
13 Agustus 1942, telah memamerkan lebih dari 50 lukisan. Ia
memperoleh ijazah sarjana dari ITB tahun 1968 dan sekarang
mengajar di kandang itu.
Lewat kanvas yang berukuran sedang, Umi menatap kita dengan
warna-warna meriah dan berani. Ia lancar sekali.
Lukisan-lukisannya terdiri dari bidang-bidang warna yang ditata
sedemikian rupa menampilkan kemanisan, tapi tidak hanya itu.
Dari kekayaan warnanya muncul juga keramahan dan keintiman. Bila
diperhatikan lama-lama, warna-warna itu bukan pantulan rasa
gelisah, tapi akibat perbendaharaan yang kaya.
Mencari Tuhan
Umi bagai kanvas putih. Setiap masalah, setiap sentuhan yang
menghampiri, jadi getaran-getaran warna. Tapi getaran-getaran
itu tidak jauh. Ia tidak mengental begitu spontan tapi begitu
pendek. Sehingga tidak sempat mencapai intensitas. Kita
ditinggalkannya dalam perbauran cahaya aneka warna. Dalam kanvas
yang bernama Alam I, kita dihadapkan pada bidang-bidang hijau,
biru, kuning, yang amat berani. Kemudian pada judul Strktur
Bidang-Bidang Pada Dasar Karmijn kita melihat warna coklat dan
merah yang meskipun begitu lancar, tidak menyimpan.
Mungkin sekali Umi membatasi dirinya. Segala sesuatu sudah
ditakar menurut batas harrnoni tertentu. Lukisannya indah,
tetapi tidak total. Darah dari sebuah karya, sesuatu yang meluap
dari dasar jiwa, terkungkung pada ketrampilan teknis yang resik
sebagaimana umumnya seniman akademi. Umi menganalisa,
memperhitungkan bidang, ruang serta kemungkinan-kemungkinan.
Tanpa memberi kita kesempatan melihat emosi, kilatan perasaan,
spontanitas yang hidup sebagaimana kita temukan pada Srihadi.
Gurunya itu tersohor bukan hanya karena kelihaian menyusun.
Iapun unggul dalam torehan garis, sapuan yang menyebabkan kanvas
tidak hanya sekedar komposisi.
Dari takaran ini, Umi pun kelihatan beda dengan Sadali. Lihatlah
beberapa buah kanvas kecil. Pada lukisan Stuktur Bidang Dalam
Dasar Biru Turquoise I misalnya, dengan tak ragu-ragu Umi
membubuhkan warna-warna emas yang selama ini kita kenal sebagai
milik Sadali. Tapi, Umi tidak hadir sebagai seorang musafir yang
mencari Tuhan. Ia tampak hanya memanfaatkannya sebagai idiom
komposisi.
Dengan demikian jelas yang mendekap Umi adalah teknik tataletak
suhusuhunya. Sementara takaran, intensitas serta dimensi, jelas
berbeda. Ini membuat kita bertanya, apa memang ada yang hendak
digarapnya dengan komposisi yang indah itu?
Sebuah lukisan berjudul Struktur Bidang-Bidang Pada Dasar Putih
memberikan jawaban. Di sini bukan hanya kesibukan warna. Ada ide
yang hendak melontar ke luar. Kita berhadapan dengan warna
putih, lalu warna hijau yang seperti hendak mengatakan sesuatu.
Bukan hanya hijau indah, hijau sedap, hijau manis, tetapi hijau
dari sesuatu masalah. Lukisan cat minyak ini juga menggarap
tekstur berupa torehan-torehan silang. Pada lukisan inilah Umi
tidak lagi hanya mengekang dirinya. Terasa lukisan ini lahir
bukan hanya sebagai permainan warna dan bentuk, tetapi juga
visualisasi dari sesuatu.
Beberapa lukisan lain, seperti Datangnya Sinar Pagi dan Tembok
Tua, juga membuka masalah yang membuat kita mengerti Umi.
Terutama pada judul Struktur Dengan Bidang, Garis, Tekstur Pada
Dasar Prussian: warna hitam yang dominan agak berbeda dengan
suasana kanvas-kanvas yang lain. Di sini ada pengekangan untuk
memanfaatkan kelancaran sebagai tujuan terpenting kanvas. Dengan
cara mengambil risiko bahwa kemanisan tidak satu-satunya acuan
kanvas, Umi membiarkan suasana berbicara.
Dengan begitu bukan hanya harmoni warna yang terlihat. Tapi juga
tawaran untuk menyentuh kehidupan. Tanpa bermaksud mengatakan
bahwa lukisan barulah berbobot kalau sudah menyapu bidang-bidang
gelap pada hidup. Juga tanpa bermaksud meremehkan bahwa sikap
formil, dingin, analistis, adalah pelarian dari kenyataan
sekitar.
Barangkali karena masih kuatnya pengaruh Sadali dan Srihadi -
yang merupakan alasan kenapa kelancaran, kekayaan, ketrampilan
Umi tidak sampai memberi tusukan yang menembus. Meskipun kita
telah dibuatnya benar-benar memperhatikan.
Putu Wijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini