KONDUKTOR juga pencipta lalu, FX Soetopo, adalah orang keras. 30
gustus yang lalu di Teater Tertutup TIM ia mati-matian
mengangkat Overture (WA Mozart) bersama sekelompok pemain orkes
simfoni dari Ikatan Penggemar Musik Jakarta (IPMJ). Pada nomor
pertama mereka yang sebagian besar juga anggota Orkes Simfoni
Jakarta (OSJ) masih harus terbanting-banting melayani repertoar
yang cukup njlimet ini.
Syukur. Soetopo kemudian bersikap keras dalam membawakan karya
H. Wieniasky. Legenda. Di bagian tengah biola solo Nusyirwan
Lesmana menukik dengan tajam. Menjelang akhir komposisi ini
dipaksa menjerit jerit - ditutup dengan beberapa cekikan pada
dawai biolanya yang terasa menggigit.
FX Rusmin, bintang seriosa yang tangguh, mengambil posisi di
sisi kiri Soetopo. Bertindak sebagai bariton solo ia membawakan
karya GF Handel Ombra Mai Fu Arie dari Opera Serse. Rusmin
membuktikan suaranya masih tetap berwibawa - melayang-layang di
antara tangan-tangan Soetopo yang berayun kian ke mari. Meskipun
sekelompok pemain biola 1 di sayap kanan nyaris terbirit-birit
agak kecepatan. Babak pertama itu ditutup dengan flut solo
Soeparno, membawakan karya Joseph Haydn - Konzerto fur Flute
yang terdiri dari 3 bagian.
Haleluya
"Wah baru kali saya main tanpa general rehearsal. Habis
tempatnya rebutan sama dramanya Putu... " kata Soetopo menggosok
peluh dari lehernya di belakang panggung. Dikenal sebagai
manusia "seenaknya," terakhir bersama IPMJ ia memimpin
pergelaran di Lembaga Indonesia Amerika (LIA) 24 Peb. silam.
Baru kali ini mereka tampil di depan publik terbuka. Jadi,
menurutnya, "pergelaran kami malam ini sebagai pemanasan.
Lari-lari di tempat dulu, sebelum pada Nopember depan kami
bermain dengan kecepatan penuh."
Serombongan penyanyi kemudian mengisi trap di belakang. Mereka
terdiri dari 10 sopran, 10 alto, 8 tenor serta 9 bariton. Hampir
semuanya adalah bintang-bintang radio seriosa masa lalu.
Haleluja karya Handel yang cukup megah kemudian dipakai sebagai
awal babak dua. Lalu Teater Tertutup tiba-tiba terasa amat
sempit: FX Soetopo dan rekan-rekannya berhasil bermain dengan
baik sekali. Juga solois Pranawengrum Katamsi yang muncul
berikutnya untuk membawakan lagu Panis Angelicus karya Cesar
Frank, berhasil menampilkan suara soprannya dengan indah.
Sebagai komposisi Barat yang terakhir dipilih An Die Musik karya
F.Schubert. Pada kesempatan inilah para pemain biola menunjukkan
aksi, mempermainkan dawai instrumen bersahut-sahutan dengan
lengking suara flut. Sesudah itu sayup-sayup terdengar suara
Sutejo K membuka lagu rakyat Sulawesi yang bernama Ati Raja -
aransemen Nicolai Varfolomejef. Liriknya yang terasa manis
kemudian dipercayakan pada Pranawengrum kembali.
Karya Jokolelono yang bernama Api Kemerdekaan sempat pula
diperdengarkan lewat paduan suara yang diaransir oleh Soetopo
sendiri. Lagu ini amat kompak. Boleh kata ia menjadi nomor emas
dari 10 lagu yang diserakkan pada malam penampilan itu. Soetopo
agaknya akan membawa angin segar ke pelataran TIM. Pada akhir
acaranya, ia ternyata menunjukkan diri juga sebagai seorang
komponis lewat komposisinya yang bernama Batu Nisan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini