Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Dari Chang-Dong untuk Dunia yang Getir

Tiga film Lee Chang-Dong akan diputar dalam sebuah sesi khusus. Tentang cinta dan jiwa-jiwa yang terimpit dunia.

6 Desember 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada Lee Chang-Dong, Oasis adalah tempat memaparkan kepedihan. Sutradara terkemuka dari Korea ini memperkenalkan Han Gong-Ju dan Hong Jong-Du, dua sosok yang menemukan fantasi bernama cinta yang sia-sia. Namun, dunia tak mengerti. Kondisi inilah yang terbentang perih di Oasis, film karya Lee Chang-Dong yang ditayangkan dalam Jakarta International Film Festival (JiFFest) tahun ini. Bersama film Green Fish dan Peppermint Candy, film ini akan menandai tema khusus retrospeksi untuk Chang-Dong, yang khusus mengunjungi Jakarta untuk festival ini.

Meski judul Oasis menyarankan keteduhan, film ini menyajikan kepedihan. Film peraih empat penghargaan Festival Film Venesia ke-59 ini mengutarakan cinta sebuah dunia yang tak memahami sebentuk cinta yang berbeda. Cinta yang merekatkan seorang gadis lumpuh dengan lelaki terbuang. Syahdan, pasangan ini bertemu di sebuah kamar sempit di apartemen kumuh di pinggiran Seoul. Ketika itu kamera berjalan lambat mengikuti gerakan seekor merpati putih yang terbang di langit-langit kamar. Saat bulunya meluruh, seberkas sinar tiba-tiba bergerak liar. Jong-Du (Sol Kyung-Gu) tampak silau mengikuti cahaya yang mendadak jatuh ke wajahnya. Saat ia membuka mata, seorang gadis lumpuh tampak menggelesot di lantai. Ia menggenggam cermin dengan kedua tangannya yang cacat. Dan Gong-Ju (dimainkan dahsyat oleh Moon So-Ri) menjadi sosok indah di mata Jong-Du.

Jong-Du memang sebuah sosok ganjil. Dia gemar mengunyah tahu mentah dan meneguk susu kardus di tengah musim dingin, tanpa selembar jaket penghangat. Ia baru saja bebas setelah dua setengah tahun dipenjara karena kasus tabrak lari. Bisa saja ia berhenti di jalan untuk membeli jaket penghangat. Tapi ia memilih menghabiskan sisa uangnya membeli kemeja untuk ibunya. Keanehan dirinya terbentuk sejak ia membuka menit pertama Oasis. Sembari mendenguskan hidungnya menahan dingin, ia juga tampak canggung dan tak waras saat mendekati seorang lelaki, meminta rokok dan meminjam pemantik, menikmati membuang ludah dari balkon sebuah apartemen, dan meminta koin kepada dua pelajar wanita untuk menelepon. Karakter ini semakin terbentuk ketika ia berkumpul bersama keluarganya. Ia bukanlah sosok lelaki dewasa yang menghadapi hidup secara bertanggung jawab. Lihatlah bagaimana ia menggagalkan pekerjaan awalnya sebagai kurir makanan. Ia mengejar mobil yang tengah melakukan syuting—hanya untuk sekadar bertanya apa yang mereka lakukan.

Ketertarikannya pada Gong-Ju juga ganjil. Pertemuan kedua mereka diakhiri dengan percobaan pemerkosaan yang dilakukannya. Namun, suatu malam, Gong-Ju meneleponnya, suatu tindakan yang terpicu hubungan seks tetangganya yang tanpa sengaja dilihatnya siang itu. Naluri purba telah mengantarkannya pada Jong-Du, seorang lelaki yang—meski berusaha menidurinya—membuktikan bahwa masih ada yang tertarik padanya.

Malam itu mereka menandai sebuah kedekatan. Jong-Du kerap menyambangi Gong-Ju—tentu secara diam-diam. Pasalnya, kakak Gong-Ju tak menerima Jong-Du, yang telah merenggut nyawa ayahnya—korban tabrak lari dua setengah tahun silam. Hubungan mereka memang menjadi sebuah hubungan tak biasa. Setiap malam, ia ketakutan memandang bayang-bayang pohon yang jatuh di sebuah lukisan oasis dunia tropis di kamarnya. Dengan cara sederhana, Jong-Du meneriakkan "abrakadabra" dan menyuruh pergi bayang-bayang itu.

Lewat dua karakter inilah Lee Chang-Dong mengganggu kemapanan definisi cinta yang dengan jahanam dibentuk pasar Hollywood sebagai sesuatu yang romantis, cengeng, atau melankolis. Chang-Dong lebih tertarik menghadirkan konflik antara perasaan subyektif kedua tokohnya dengan dunia obyektif yang mengelilingi mereka. Konflik ini mewakili pandangan dikotomis: kenyataan dan fantasi, self dan others, normal dan abnormal.

Dengan cara berbeda, konsep ini juga ditemukan di dua karya sebelumnya, Green Fish (1997) dan Peppermint Candy (1999). Tokoh utama selalu mengalami situasi terimpit. Lihatlah bagaimana Yong-Ho (juga diperankan Kyung-Gu) dalam film Peppermint Candy mengumpulkan serpihan jiwanya yang telah rusak setelah pengasingan keluarganya, kebangkrutan finansial, perlakuan hukum yang traumatik yang dialaminya saat mengikuti demonstrasi pelajar menuntut reformasi demokrasi pada 1987, wajib militer yang memaksanya menghadapi tragedi berdarah Kwangju pada 1980 dan kehilangan cinta pertamanya, Sun-Nim (diperankan So-Ri).

Sementara itu, dalam film Green Fish, jiwa limbung itu ditampilkan Mak-Dong (Han Suk-Kyu), yang baru saja kembali dari wajib militer. Keinginannya untuk menata hidup malah menyeretnya ke dalam lingkungan mafia. Ia terjebak di dalamnya bersama Miae (Sim Hye-Jin), gadis yang dicintainya sekaligus pacar Bae (Mun Seong-Geun), pimpinan gangster tempatnya bekerja.

Dunia di tangan Chang-Dong selalu kompleks dan pahit. Namun, ia menatanya dalam sebuah alur yang lembut, pelan, dan halus. Ia membiarkan getir menyesap kelu perlahan. Ini dipengaruhi latar belakangnya sebagai novelis. Alumni sastra dan bahasa Korea dari Universitas Kyungbuk ini terbilang sukses dengan tiga bukunya, The Booty (1983), Burning Papers (1987), dan There Are Lots of Shits in Nokcheon (1992), sebelum akhirnya dia banting setir di dunia film.

Karier sinemanya diawali sebagai penulis skenario. Ketika itu Park Kwang-Su (salah satu pendiri new wave di Korea) mengajaknya menulis skenario To the Starry Island pada 1993. Kerja sama bersama Kwang-Su berlanjut dalam A Single Park pada 1995. Naskah yang ditulisnya mengisahkan kehidupan nyata seorang aktivis buruh pada 1960-an dan berakhir dengan kariernya sebagai tokoh sayap kiri pada 1970-an.

Lelaki kelahiran Daegu, 1 April 1954, ini langsung menuai pujian dalam debutan penyutradaraan pertamanya di Green Fish. Ia diganjar Dragons and Tigers Award di Festival Film Vancouver ke-16. Film keduanya, Peppermint Candy, mendapat kehormatan membuka Festival Film Pusan keempat dan menjadi official selection dalam kategori director's fortnight di Festival Film Cannes. Film ini juga meraih tiga penghargaan di Karlovy Vary dan dua penghargaan di Bratislava. Dengan prestasi ini, wajar jika Chang-Dong sangat disegani dan kini ia menjabat Menteri Kebudayaan Korea sejak 2003.

Sejak menjadi pejabat, Chang-Dong memang tak lagi menggarap film. Sebagai sutradara, ia juga baru menghasilkan tiga film yang akan ditayangkan pada Jakarta International Film Festival. Dari ketiga karyanya, Chang-Dong memberikan sebuah dunia yang getir, sebuah dunia yang nyata.

F. Dewi Ria Utari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus