Warsawa di tengah musim gugur bukan hanya meruapkan romantisisme aroma daun-daun jingga keemasan yang berguguran di kota yang kelabu. Di sebuah taman, di tengah ibu kota Polandia itu, warna-warni bertebaran dari sejumlah poster di tembok-tembok kota.
Lihatlah dua anak itu. Tampaknya mereka masih berusia sekitar 10 tahun. Jari-jari kecil itu sibuk merekatkan lem di atas selembar poster di tembok yang sudah penuh dengan poster jalanan yang lain. Mereka mundur sejauh dua meter. Di hadapan mereka, terpampang potret seorang laki-laki dewasa yang memamerkan senyumnya. Kedua anak itu pun bergegas lari ke arah lain sembari membawa sejumlah poster yang tersedia. "Itu poster salah seorang calon Wali Kota Warsawa," ujar Marlena Drozdowska, seorang penerjemah kami.
Poster adalah bagian hidup Polandia. Di Warsawa, akhir Oktober tahun silam, seluruh kota bermandikan poster kandidat wali kota yang menyemarakkan pemilihan umum lokal. Tidak cuma mengisi tembok berbentuk bulat yang terdapat di seluruh pelosok kota, poster-poster itu menghiasi billboard yang terpajang rapi di tepi jalan dan dinding darurat yang menutup bangunan yang sedang dibangun. Poster kampanye wali kota itu bersanding dengan poster pertunjukan pemusik rock tahun 1970-an Santana, sekaligus berdampingan dengan poster pertunjukan teater, poster pertunjukan sirkus, dan poster-poster film terbaru. Semuanya poster, poster, dan poster. Dari poster dengan teknik fotografi konvensional hingga poster yang digarap dengan teknik grafis ataupun dengan teknik lukis. Inilah kota dengan sejuta poster: seni poster Polandia.
Seni poster Polandia sama kondangnya dengan gerakan buruh Solidaritas sejak terjadi gelombang pemogokan buruh di galangan kapal Gdansk pada Juli 1980 hingga Juni 1989 ketika Solidaritas menguasai hampir semua kursi di Sejm (parlemen) dan senat yang mengubur rezim komunis. Tadeusz Gronowski, pionir seni poster Polandia, sama populernya dengan seorang tukang las yang memimpin serikat buruh Solidaritas, Lech Walesa, yang kemudian menjadi presiden pertama Polandia setelah era komunis, pada 1990. Masyarakat Indonesia pernah menikmati sebuah pameran poster Polandia di Bentara Budaya Jakarta dua tahun silam, yang menampilkan 60 poster karya 20 tahun terakhir. Inilah poster-poster?yang titik awalnya memang ditargetkan sebagai "alat promosi" sebuah pameran ataupun pertunjukan?yang dianggap setara dengan cabang seni lain; salah satunya karena menolak verbalisme dan menyajikan sugesti. Menurut budayawan Nirwan Dewanto, adalah museum poster di Warsawa dan kepeloporan Polandia dalam Bienal Poster Internasional yang mengukuhkan tradisi poster sebagai karya seni (TEMPO, 23 April 2000).
Suatu masa yang disebut sebagai Mloda Polska atau era Polandia Muda adalah titik awal dimulainya sejarah panjang seni poster Polandia, 1890 hingga 1914. Sebelum era ini, semua karya seni berupa teknik cukil kayu dan lukisan dari seniman rakyat. Poster pertama yang diciptakan oleh pelukis sarat dengan pengaruh seni rakyat Polandia. Pada masa awal ini, sudah muncul kebutuhan medium poster sebagai alat promosi kegiatan ekonomi dan kebudayaan. Saat itu sempat muncul kelompok "Masyarakat Seni Terap Polandia " (The Society of Polish Applied Art), pada 1902, yang mengusung nasionalisme seni poster Polandia yang sarat dengan pola warna dekoratif dan garis ritmis. Kelompok ini menentang pengaruh asing terhadap seni poster tradisional Polandia.
Tapi pengaruh gaya dari luar Polandia tak terbendung. Art Nouveau dan Art Deco yang melanda daratan Eropa juga merambah ke Polandia. Karya seniman poster Teodor Axentowicz (1887-1963) bertajuk Sztuka sangat menunjukkan gaya Art Nouveau. Karya seniman perintis lainnya semacam Stanislaw Wyspianski (1869-1807) menjadi acuan standar bagi seni poster Polandia hingga saat ini. Salah satu karya posternya dibuat untuk pementasan teater. Gambar dan teksnya tak hanya sebagai ilustrasi, tapi lebih sebagai komentar terhadap isi lakon teater. Wyspianski menuangkan makna cerita ke dalam bentuk teks dan citraan sederhana.
Perang Dunia I mengakhiri periode Polandia Muda. Polandia terbelah di bawah kekuasaan Rusia, Austria, dan Jerman. Setelah kemerdekaan pada 1918, Jurusan Arsitektur Institut Politeknik Warsawa mengajarkan pola geometris yang mengandalkan kemurnian garis dan kurang setia terhadap tradisi seni lukis. Saat itu rakyat Polandia mulai memahami kekuatan poster sebagai alat advertensi. "Mereka merasa komunikasi masif dapat dilakukan dengan bentuk geometris," ujar Kristinn Rzepkowski, pengamat seni poster Polandia. Tadeusz Gronowski (1894-1990) adalah salah satu tokoh gaya geometris. Bagi Gronowski, seniman poster seharusnya tidak menyatakan kepribadiannya selama poster adalah sebuah komunikasi antara penjual dan publik. Karya poster Gronowski berupa iklan sabun menampilkan citraan seekor kucing hitam yang separuh badannya masuk ke baskom dan keluar sudah putih bersih dengan teks "Radion membersihkan untuk Anda!" Belakangan gaya geometris Gronowski menjurus ke gaya kubistik yang sempat bertahan 10 tahun.
Perkembangan seni poster meningkat justru pada saat krisis ekonomi 1929-1933. Kalangan bisnis lebih memilih mengiklankan produk mereka lewat poster daripada dengan medium lainnya. Pada masa itu terjadi pertarungan antara gaya geometris Gronowski dan gaya baru yang dipelopori seorang ilustrator buku, Edmund Bartlomiejczyk. Sembari mengajar di Akademi Seni Rupa Warsawa pada 1935, Bartlomiejczyk melakukan eksperimen seni poster dengan pendekatan yang cenderung ke bentuk karya seni lukis dengan pencitraan yang sangat realistis dan mencontoh bentuk.
Pada 1937, muncul seorang seniman poster yang paling berpengaruh, Tadeusz Trepkowski (1914-1954). Ia membuat poster layanan masyarakat dengan pencitraan yang lugas tanpa stilasi. Karyanya dipengaruhi prinsip komunikasi visual Gronowski dengan pencitraan sederhana, warna mentah, yang membawa orang langsung kepada pesan. Salah satu karyanya yang terkenal adalah poster antiperang berupa siluet bom raksasa dan gedung ringsek di dalamnya dengan tulisan besar "Nie!" ("Tidak"). Gaya lugas Trepkowski sejalan dengan garis kebijakan rezim komunis yang mulai berkuasa setelah Perang Dunia II usai. "Poster menjadi instrumen agitasi, propaganda, dan pendidikan," kata Mariusz Knorowski, asisten kurator Museum Poster di Wilanow, Warsawa.
Aparatus rezim komunis di Kantor Seni dan Propaganda secara efektif melakukan sensor terhadap karya seni poster. Karya seni harus berisi muatan sosialisme dalam bentuk realistis. Poster bergaya realisme sosial memenuhi ruang publik di santero Polandia, yang menampilkan ikon sosialisme berupa sosok buruh, petani, traktor, palu, bendera Polandia, tentara, senjata, foto Stalin, dan foto Lenin. Isi teks poster adalah menggalang dukungan terhadap rezim dan sosialisme. Bahkan, pada 1946, poster yang beredar menampilkan sosok tanpa kepala yang mengenakan tuksedo dengan teks bernada ancaman: "Trzeba stracic glowe aby glosowac NIE" ("Anda akan kehilangan kepala jika mengatakan TIDAK").
Umumnya poster yang diproduksi rezim komunis dibuat dengan teknik offset dan miskin warna. Seniman poster sekaliber Tadeusz Trepkowski sempat membuat poster bertajuk "Kita membangun Warsawa yang sosialis" (1950) berupa bendera merah menyala dengan sendok semen bergambar peta kota. Trepkowski juga membuat poster Kompetisi Internasional Chopin yang kelima pada 1954 bercorak realisme sosial. Ia meletakkan gambar tuts piano hitam-putih di tengah hamparan tanah pertanian dengan jejeran pohon yang ditata dengan perspektif ketat menuju langit yang cerah.
Di masa itu, partai komunis menguasai bioskop, gedung teater, dan ruang pameran, termasuk mempekerjakan seniman poster. Pemerintah mengontrol ketat ekspresi seniman poster. Tapi, sebagai imbalannya, seniman memperoleh honor yang menarik. Seniman poster yang tak ingin didikte rezim komunis lebih suka membuat poster pertunjukan teater, poster film, dan poster pameran, yang memungkinkan mereka bebas mengeksplorasi ekspresi estetika tanpa takut dimakan gunting sensor.
Seiring dengan kematian Stalin, belahan dunia Eropa Timur pun ikut berubah. Pengganti Stalin, Nikita Krushchev, membawa iklim politik baru sehingga Polandia relatif memperoleh otonomi politik dari Uni Soviet. Meski rezim itu masih mengontrol kesenian, pemerintah Polandia mengakui poster sebagai bentuk kesenian. Tak mengherankan, pada 1966, pemerintah Polandia menyelenggarakan bienal poster berskala internasional. Dua tahun kemudian, rezim komunis bahkan mendirikan museum poster dengan merenovasi bekas kandang kuda di kompleks istana Wilanow di pinggiran Kota Warsawa.
Poster tiba-tiba menjadi elemen kebudayaan massa. Bienal poster di Warsawa membangkitkan apresiasi terhadap seni poster. Kolektor poster tumbuh cepat. Galeri khusus yang menjual poster bertumbuhan dengan subur. Semua kegiatan kebudayaan, film, opera, teater, konser musik, dan kegiatan publik lainnya menggunakan poster sebagai medium promosi. Poster dicetak dalam jumlah ratusan ribu eksemplar. Dinding kota tak lagi menyediakan ruang kosong barang sedepa. Poster murahan menerobos ke rumah susun, digantung di dinding, pintu, bahkan di kamar mandi. "Saat itu saya membuat poster setiap minggu dan bahkan saya sering menolak order," kata Waldemar Swierzy, seorang seniman poster.
Harus diakui, poster pun menjadi salah satu alat ekspresi di masa itu.
Para seniman poster lebih leluasa membuat pernyataan sosial dan politik lewat karyanya. Pada masa ini lahirlah nama-nama besar Henryk Tomaszewski, Roman Cieslewicz, dan Jozef Mroszczak. Ketiganya melahirkan fenomena baru seni poster Polandia yang kondang disebut "Sekolah Poster Polandia" ("Polish School of Poster") pada akhir 1950-an. Karya Tomaszewski menampilkan makna dengan membangun interaksi antara obyek dan simbol. Karya posternya untuk pameran patung Henry Moore pada 1957 menggunakan gaya kekanak-kanakan dengan corak tulisan tangan "Moore" di atas bidang biru dengan sebuah patung Moore di atas huruf O kedua. Tomaszewski berharap posternya dibaca, bukan dilihat. Tomaszewski tetap mempertahankan garis kekanak-kanakan dengan deformasi bentuk, yang mirip gaya pelukis COBRA di Eropa Barat. Ia kemudian dikenal sebagai pakar penyederhana citraan.
Tomaszewski dan Jozef Mroszczak mengajar di Akademi Seni Rupa Warsawa dan menyelenggarakan bengkel kerja poster yang menghasilkan generasi baru seniman poster Polandia. Gaya "Sekolah Poster Polandia" ini tidak merujuk pada bentuk tertentu, tapi lebih merupakan semangat mengembangkan desain poster dengan pendekatan intelektual untuk mencari bentuk artistik baru, lebih personal mengekspresikan subject matter, lebih imajinatif, dengan komitmen membawa desain setara dengan karya seni rupa. Karya poster dibuat dengan berbagai teknik grafis dan lukis. Yang menarik, setiap karya poster diimbuhi dengan tanda tangan senimannya sebagaimana karya lukis. Generasi seniman poster era 1970-an semakin mengentalkan sifat intelektual genre "Sekolah Poster Polandia" ke corak poster konseptual lewat kelompok yang dipimpin Rafal Olbinski. Karakter utama kelompok ini adalah ketajaman, refleksi interpretasi terhadap realitas, sensitif terhadap peristiwa sosial.
Tahun 1980-an ditandai dengan munculnya kembali poster politik seiring dengan berdirinya serikat buruh Solidaritas di pelabuhan Gdansk. Untuk pertama kalinya selama 30 tahun poster politik muncul di ruang publik tanpa sensor. Dinding bangunan menjadi arena perang melawan propaganda pemerintah. Logo Solidaritas "Solidarnosc" dengan huruf N berhias bendera Polandia dalam warna merah menyala dengan tipografi sederhana menjadi senjata visual menentang rezim komunis. Logo ini karya Jerzy Janiszewski, satu dari sebagian besar seniman grafis yang mendukung Solidaritas dalam perang poster. Saat itu, untuk menyerang Solidaritas, yang dituduh sebagai antek Amerika Serikat, pemerintah Polandia segera mengeluarkan poster hitam-putih berhiaskan foto aktor koboi Ronald Reagan yang tengah menodongkan pistol. Di atas foto Presiden AS itu tertulis, "Dunia versi Sutradara: R. Reagan?." Kebebasan itu diganjar rezim komunis dengan undang-undang darurat perang pada 1982 untuk menghentikan pembangkangan Solidaritas.
Sejarah terus bergulir, seniman tak berhenti membuat poster. Saat pemilu 1990, Solidaritas mencetak poster kampanye berupa potret hitam-putih aktor koboi Gary Cooper yang berperan sebagai Sheriff Will Kane dari sekuen film High Noon. Di bagian pundak sang Sheriff terpampang menyala logo Solidaritas. Poster ini ditempelkan di setiap tempat pemungutan suara sehingga memberikan semangat kepada pendukung Solidaritas. Hasilnya? Solidaritas memborong 161 kursi di Sejm (parlemen) dan hanya menyisakan 1 kursi dari 100 kursi senat.
Ketika rezim komunis bangkrut, Polandia dibanjiri film Hollywood yang menampilkan poster murahan dengan teknik fotografi. Sebaliknya, kehidupan seni pertunjukan Polandia terlalu miskin untuk mencetak poster bermutu. Ekonomi pasar membuka peluang poster reklame, tapi banyak seniman yang terjebak tujuan komersial. Hanya seniman poster paling baik yang bisa bertahan meramaikan pameran di galeri dan museum, kompetisi, dan ulasan di media. Seniman poster semacam Stasys Eidrigevicius masih berbau semangat "Sekolah Poster Polandia". Karyanya menghadirkan dunia mimpi dan cerita dongeng ke dalam seni poster. Karya poster Eidrigevicius berupa figur sedih setengah orang setengah boneka bermata besar banyak terpampang di kota-kota Polandia. Sedangkan Wiktor Sadowski, pelukis poster yang menggunakan teknik cat air, mengeksplorasi nostalgia dan misteri. Salah satu karya Sadowski, berjudul The Magic Flute Mozart, pernah ditampilkan di pameran di Jakarta dua tahun silam.
Itulah sebabnya, ketika Roslaw Szaybo, salah seorang seniman poster "Sekolah Poster Polandia", pulang ke Warsawa setelah lama menetap di London, ia masih mendengar ucapan sinis teman lamanya: "Apa yang kamu dapat di luar negeri? Kamu malah menggarap poster komersial. Padahal di sini kamu bisa menggarap seni poster." Zaman keemasan "Sekolah Poster Polandia" rupanya masih tersisa.
Raihul Fadjri (Warsawa, Polandia)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini