ISTANA Raja Jan III Sobieski berdiri megah, memanjang di atas area 45 hektare di Wilanow, kawasan tepi kota Warsawa. Dindingnya yang disapu warna krem dihiasi relief di tiap-tiap jendela, yang jumlahnya ratusan, dan bagian atapnya penuh dengan deretan patung zaman Romantik. Raja Jan III Sobieski membangun istana berarsitektur barok ini pada abad ke-17 untuk tempat tetirah pada musim panas. Sobieski melengkapi istananya dengan furnitur Polandia, Prancis, dan Belanda abad ke-17. Di bagian belakang istana itu terhampar taman menawan yang juga bergaya barok.
Tapi kenyamanan mata ini mendadak terinterupsi manakala pandangan kita hinggap pada sebuah bangunan di sisi kiri bagian depan bangunan utama istana itu: sebuah bangunan yang tampak kukuh dengan tonjolan susunan batu di dindingnya, juga dalam warna krem, tapi tanpa hiasan relief dan tampak kusam. Di kanan dan kiri jalan menuju pintu masuknya ada dua patung kuda dalam posisi duduk dengan satu kaki terangkat mengapit jalan ke pintu masuk. Tapi di bagian atas pintu berbentuk huruf U terbalik itu tertera tulisan "Muzeum Plakatu".
Memang inilah Museum Poster Warsawa, yang dibuka pada 4 Juni 1968. Pemerintah komunis Polandia telah merenovasi bangunan yang dulu digunakan Raja Jan III Sobieski sebagai kandang kuda. Ada suasana kandang yang masih terasa ketika kita melewati pintu masuk ke ruangan kecil yang berfungsi sebagai tempat penjualan produk museum berupa buku, katalog, kartu pos, dan tentu saja poster: suram dan lengang. "Kami sedang menyiapkan pameran berikutnya," kata seorang laki-laki tua penjaga pintu masuk. Kelihatan beberapa laki-laki sedang sibuk menata panel di aula yang merupakan ruang utama museum ini.
Di ruangan inilah dipamerkan karya terbaik seniman poster dari seluruh dunia dalam Bienal Poster Internasional. Pameran dua tahunan ini sudah menjadi arena bergengsi bagi seniman poster dunia. Di ruangan ini pula digelar karya terbaik seniman poster Polandia dalam kompetisi Salon Poster Polandia, yang berlangsung setahun sekali. Pada saat pameran berlangsung, ratusan poster berbingkai dan berlapis kaca memenuhi bagian bawah dinding hingga sebatas langit-langit, dan masih ditambah lagi di lembaran panel yang dipasang di ruang tengah. Pengunjung seolah diserbu ribuan produk iklan dengan berbagai citraan bentuk, warna, dan tipografi. Bahkan, pada masa lalu, poster yang dipamerkan hanya ditempelkan langsung ke dinding, sebagaimana galibnya orang memasang poster di jalanan.
Suasana suram museum ini tak menghilangkan arti penting museum. Seiring dengan semakin longgarnya kontrol rezim komunis pada pertengahan 1950-an, pelan-pelan seni poster menjadi elemen budaya massa. Semua kegiatan publik membutuhkan poster. Dan itu mendongkrak produksi poster secara drastis. Pemerintah pun membayar seniman poster dengan harga yang bagus. Apresiasi pemerintah komunis terhadap poster bergerak lebih maju dengan memperlakukan poster tak hanya sebagai alat propaganda politik, tapi juga sebagai medium eskpresi seni. Buktinya, pemerintah lewat Museum Nasional Warsawa menggelar bienal poster berskala internasional sejak 1966, yang mengundang seniman poster dari negara kapitalis musuh rezim komunis Polandia, antara lain dari negara-negara Eropa, Amerika, dan Asia.
Hebatnya pula, pemerintah meningkatkan status kelembagaan Seksi Poster di Museum Nasional menjadi lembaga otonom di bawah Departemen Poster. "Departemen Poster tidak hanya merupakan departemen pertama di Museum Nasional, tapi juga museum pertama di dunia," kata Maria Kurpik, kurator Museum Poster. Kerja pertama seksi ini adalah menyelenggarakan pameran poster From the Young Poland until Our Days pada Juni 1966, yang membentangkan perjalanan sejarah seni poster Polandia, di ruang pamer Museum Nasional. Dua tahun kemudian, rezim komunis menyulap bekas kandang kuda Raja Jan III Sobieski di kompleks istana Wilanow menjadi Museum Poster yang notabene merupakan cabang dari Museum Nasional.
Sebanyak 500 koleksi poster Polandia di Museum Nasional pun diboyong ke Wilanow. Sejak saat itu, sumbangan koleksi mulai mengalir dari desainer poster Tadeusz Gronowski dan Henryk Tomaszewski serta dari kolektor lokal dan luar negeri. Kantor Pusat Distributor Film di Warsawa menyumbangkan ratusan poster film Polandia tahun 1948-1962. "Perhatian dan kemurahan hati orang membuat pengelola museum percaya diri sejak awal museum berdiri," ujar Maria Kurpik. Tapi museum ini juga menyeleksi koleksinya berdasarkan kualitas artistik.
Museum ini kebanjiran sumbangan poster asing dan itu kemudian memaksa pengelola mengubah kebijakan yang semula. Sejak saat itu, mereka menerima poster dari luar Polandia. Apalagi di antara sumbangan poster asing itu banyak karya yang sangat berharga, semisal karya poster Pablo Picasso, karya seniman poster klasik Prancis Eugene Grasset, Libraire Romantique, yang bertarikh 1887, dan juga karya terkenal Leonetto Cappiello, Le Thermogene.
Pengelola museum juga memperkaya koleksinya dengan melakukan pertukaran dengan kolektor Polandia, kolektor asing, dan lembaga sejenis di luar negeri. Mereka juga menyelenggarakan bienal dan mendirikan Salon Poster Polandia yang merawat sumber koleksi museum. Walhasil, dari semua ini, Museum Poster Wilanow menyimpan 57 ribu judul poster yang meliputi poster abad ke-19 hingga sekarang—20 ribu di antaranya poster asing. Museum ini melakukan pengoleksian secara sistematis, termasuk melengkapinya dengan biografi desainer poster, bibliografi, serta arsip pameran poster Polandia dan asing.
Bertambahnya koleksi tentu saja menambah pekerjaan. Museum ini melengkapi diri dengan kegiatan konservasi dan preservasi karena kertas punya banyak musuh: jamur, bakteri, dan serangga, yang membuat poster menjadi mudah rusak dan bahkan ada yang tercabik-cabik. Misalnya karya poster Karol Zyndram Maszkowski, "Pameran Pertama Seni Keagamaan Kontemporer Polandia di Krakow", 1911. Karya dengan teknik litografi ini sudah tercabik-cabik menjadi beberapa bagian. Studio konservasi menyatukannya kembali di atas kain kanvas. "Masalah utama poster adalah tingkat keasaman kertas dan kerapuhannya yang ekstrem," kata Kurpik, yang juga pernah menjadi konservator. Semua koleksi poster tua dengan kualitas kertas yang tidak sebagus kertas sekarang terancam masalah ini.
Dengan fasilitas yang sudah memadai, akhirnya Museum Poster siap menjadi tuan rumah penyelenggaraan Bienal Poster Internasional ke-14 pada 1994. Sebelumnya, bienal diselenggarakan di Museum Nasional, sejak bienal pertama pada 1966. Ratusan karya poster dari peserta asing dikirim dua tahun sekali ke Wilanow. Kompetisi seni poster yang sering juga disebut "Olimpiade Poster" ini menjadi peristiwa seni yang membuka perspektif baru bagi museum. Selain menyelenggarakan pameran tetap koleksi museum, pihak museum menyelenggarakan pameran individual, seminar, dan diskusi. Museum ini juga membawa koleksinya untuk dipamerkan di beberapa negara, sehingga mengukuhkan reputasi seni poster Polandia.
Rakyat Polandia patut bersyukur bahwa Museum Poster di Wilanow, Warsawa, berdiri 23 tahun setelah tentara Nazi-Jerman hengkang dari Polandia. Kalau Museum Poster ini dibuka sebelum 1945, mungkin nasibnya akan sama dengan nasib benda berharga berupa karya lukis, karpet, perak, dan keramik di istana Wilanow yang dibawa kabur pasukan Nazi setelah kalah perang. Jejak sejarah panjang seni poster Polandia tentu tak akan pernah ada di bekas kandang kuda Raja Jan III Sobieski.
Raihul Fadjri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini