Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Taking Lives
Sutradara: D.J. Caruso
Skenario: Jon Bokenkamp
Berdasarkan novel Michael Pye
Pemain: Angelina Jolie, Ethan Hawke, Olivier Martinez, Kiefer Sutherland
Produksi: Warner Bros.
Poster film ini menjanjikan sensasi erotika. Ada Angelina Jolie dengan sepasang bibir tebal yang setengah terbuka yang menjanjikan surga. Di belakangnya, Ethan Hawke "menerkam" dengan penuh berahi. Akibatnya, mereka yang tak pernah membaca novel karya Michael Pye bisa tertipu dan mengira film ini adalah film erotis seperti yang pernah disajikan Angelina Jolie dalam film dengan plot yang dungu berjudul Original Sin.
Sori, Bung, ini bukan film soal tempat tidurmeski Anda pasti sempat terkesiap ketika Ethan Hawke membuka kimono Angelina Jolie dan kamera menyorot buah dada Jolie yang menantang. Ini seharusnya sebuah film thriller, pencarian serial killer (pembunuh berantai) yang gemar mencari mangsa dan kemudian merampas seluruh nama dan identitas dan perangkat kehidupan korbannya.
Syahdan, seluruh AS dan Kanada telah terganggu oleh tingkah pembunuh serial Martin Asher hingga, apa boleh buat, Kepala Detektif Quebec Leclair (Tcheky Karyo) perlu memanggil detektif FBI yang jelita, Illeana Scott (Angelina Jolie), untuk bergabung dengan Detektif Paquette (Olivier Martinez) buat menginvestigasi pembunuhan yang baru saja terjadi di Montreal.
Scott adalah detektif yang lebih suka mencoba merasakan getar dan napas sang pembunuh daripada menerima undangan makan malam seorang lelaki ganteng. Hidupnya yang sendiri diisi dengan makan malam bersama foto-foto korban dan diagnosis forensik. Singkat kata, dia adalah Clarice Sterling versi baru. Bedanya, dia sering betul mendesah dalam setiap gerak-geriknya.
Intrik sesama detektifmaklum, dia detektif perempuan; siapa yang sudi dikalahkan perempuan?dan perjalanannya mencari pembunuh serial ini menjadi ramuan cerita yang terus-menerus membetot saraf. Scott-lah yang kemudian menemukan pola sang pembunuh. Dia adalah Martin Asher, seseorang yang tak bahagia dengan identitasnya dan selalu mencari "raga" yang baru untuk kemudian merampas nama, paspor, identitas, dan seluruh perangkat milik korban. Jika polisi atau keluarga korban mencium sesuatu yang tak beres, sang pembunuh mencari korban baru untuk kemudian berganti nama lagi. Tapi yang sulit dicari adalah di mana dan siapakah Martin Asher. Dia sudah berganti identitas berkali-kali.
Kelebihan Scott adalah kecekatan matanya yang mampu menangkap berbagai kejanggalan. Tapi, apa boleh buat, Scott adalah perempuan yang juga memiliki hasrat dan keinginan dicintai. Scott terpeleset. Baiklah, karena ini film thriller, kita tak akan mengungkap kejutan-kejutan akhir yang memang seru itu.
Bagaimanapun, jika Anda sudah membaca novel Taking Lives setebal 295 halaman karya Michael Pye, Anda akan merasa dikhianati film ini. Novel itu lebih berkisah dari mata sang pembunuh bernama Martin Arkenhout, seorang remaja Belanda yang berkelana ke AS. Lokasi pembunuhan versi novel mencakup berbagai negara di Eropa: Jerman, Belanda, Portugal, dan seterusnya. Tokoh Detektif Illeana Scott adalah tambahan versi film. Di dalam novel, detektifnya adalah seorang lelaki yang baru muncul di akhir cerita karena Pye lebih berkonsentrasi pada petualangan Arkenhout bergonta-ganti identitas.
Film dan novel adalah dua media yang memiliki karakter yang berlawanan. Film adalah media visual, sedangkan novel adalah dunia tekstual. Ketika para sineas mengangkat sebuah novel ke layar putih, mereka harus memperlakukan skenario film sebagai satu entitas yang berbeda. Namun ini bukan hanya perombakan. Ini adalah pengkhianatan. Para sineas film ini menggeser tokoh utama kepada seorang tokoh baru: Illeana Scott, yang jelas diciptakan untuk memenuhi hasrat pasar. Ada baiknya film ini disebut terinspirasi novel Michael Pye.
Pemeran lainnya, di luar Angelina Jolie, seperti Olivier Martinez dan Kiefer Sutherland, menyajikan acting yang standar. Ethan Hawke berdiri cemerlang sendirian. Bagaimanapun, film ini tetap berhasil menjaga ritme ketegangan hingga akhir cerita. Bagi mereka yang sudah biasa menyaksikan film thriller, pembunuhnya sungguh jelas karena resep film thriller selalu sama: pembunuhnya, atau orang jahat itu, selalu ada "di bawah lehermu", begitu dekat, tapi tak terlihat karena kedunguan kita. Sutradara D.J. Caruso berhasil menjaga rahasia itu dengan rapi hingga menit terakhir film ini.
Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo