Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Di Balik Gebrakan Amri

Disponsori taufiq ismail, amri yahya memamerkan lukisan batik di tim. Lukisannya berciri spontan, ekspresip & trampil. Lukisan berformat bundar terjual Rp 3 juta. lukisan cat minyak kurang menonjol.

14 Agustus 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENYAIR Taufiq Ismail agak heran tatkala membaca kembali tulisan almarhum Trisno Sumardjo dalam Almanak Seni 1957 yang berjudul "Kedudukan Seni Rupa Kita". Di sana Trisno Sumardjo mencoba membentangkan bahwa harapan pada senirupa Indonesia masih banyak. Bidang-bidang cukilan kayu, etsa, exlibris, fresco, patung, relief, monumen, keramik, displ, arsitektur, tata-kota dan sebagainya masih menantang untuk dikerjakan. "Tapi entah mengapa batik lupa disebutkan, barangkali juga memang tidak terpikirkan", kata Taufiq. Padahal dalam pengembaraannya ke luar negeri ia selalu kepergok bahwa batiklah agaknya yang tepat untuk dibanggakan sebagai"cap Indonesia" pada senilukis pribumi. Dengan alasan ini, ia kemudian tak ragu-ragu mensponsori pameran lukisan batik Amri Yahya di ruang pameran TIM -- 26 sampai dengan 3 Agustus yang lalu. Sementara Amri masih berada di Kopenhagen menjaga lukisan-lukisannya yang pameran keliling, isterinya muncul dengan senyum ramah dan bahagia di antara puluhan buah tangan suaminya. Sekali pandang, terasa Amri langsung menampilkan ciri-cirinya: spontan, ekspresip dan trampil. Garis-garisnya tegas, runcing seperti menyikut-nyikut membersitkan enerji yang menggebu-gebu. Dari segi teknis ada keunggulan yang bebas dari kecerobohan, sehingga terhidang sesuatu yang klimis, hampir menjadi formil. Ia sangat produktip. Dari satu batik ke batik yang lain begitu lancarnya seperti tembakan beruntun. Dari beberapa motif yang seluruhnya abstrak itu, lamat-lamat muncul bentuk kaligrafi. Kadangkala pula muncul garis-garis lengkung yang selektip di atas bidang yang putih bersih, mengimbangi suasana yang ramai di batik-batik lainnya. Muncrat Format lukisan batik tersebut beraneka ragam. Ada yang sedemikian besarnya sehingga menangkup seluruh tinggi dinding. Yang kecil-kecil tak sedikit. Ada pula yang bulat. Yang menarik, makin besar formatnya, makin garang kelihatan nafsu ekspresi yang muncrat, seakan-akan Amri tak suka membiarkan bidang-bidang itu tidak tersapu emosi. Di samping itu terasa pula kecendrungan untuk mencapai komposisi-komposisi yang terkunci selesai, sehingga tak ada sisa layi untuk dilanjutkan oleh imajinasi orang lain. Hal ini menolong keramaian dan kegarangan warna itu menjadi teduh dengan sendirinya. Maka di balik segala garis, bidang, warna yang melonjak-lonjak Amri masih sempat menyarankan ketenangan. Demikianlah sesudah beberapa saat batik-batik itu menohok dan mengagetkan, selanjutnya ia tidak lebih dari barang pajangan yang ramah. Tak pelak lagi, ini kontrol yang sudah menjadi satu dalam spontanitas Amri, untuk menjadikan ekspresinya sebagai penunggu dinding yang membuat orang betah. Lain halnya dengan batik-batik yang membiarkan dasar kain tetap putih. Di sana kadangkala hanya ada seperti serakan tinta hitam, mengesankan bentuk naga, akar pohon, percikan darah, atau lengkung bumi. Dalam beberapa karya sempat keluar irama-irama kecil yang lincah yang mengingatkan pada musik jazz. Lalu terasa bahwa Amri mencoba pula berekspresi dengan bidang-bidang yang efisien, di samping mengandalkan kekuatan garisnya. Meskipun keinginannya untuk menggugah orang agar mengalami proses kreatip dalam menikmati lukisan tidak sebesar usahana untuk mempercantik suasana (di rumah di mana lukisan batik itu akan disimpan), toh Amri masih melantunkan juga haru dari karya-karya batiknya. Rp 3 Juta Bagaimanapun ia telah mempertontonkan penguasaan teknik yang licin dan sukses. Yang terakhir ini karena di satu segi ia berhasil menjadikan lukisan batiknya sebagai kegiatan berekspresi bukan semata-mata kerajinan -- sementara itu ia berhasil pula membuatnya komersiil. Bayangkan, sebuah lukisan batik yang berformat bundar terjual dengan harga Rp 3 juta. Bukan main ini. Sebagaimana kata Taufiq, yang mendengar langsung pengakuan pelukisnya, mungkin benar Amri orang edan pertama yang berhasil menaikkan harga lukisan batik menjadi begitu fantastisnya. Sementara banyak pelukis masih menganggap lukisan batik lebih merupakan kerajinan daripada karya seni. Selain lukisan batik dengan judul-judul yang sama (Lebak I, Lebak II dan seterusnya) Amri juga menampilkan beberapa buah lukisan cat minyak. Tetapi jelas sekali kanvas-kanvasnya ini tidak mendapat perhatian sebesar batik-batiknya dari pelukis sendiri. Kalaupun sifat khas Amri yang total dan berani itu masih terasa pada perbenturan warna dan penguasaan komposisi bidang, batik-batiknya jauh lebih cemerlang. Pada beberapa lukisan bahkan terasa menjadi terlalu romantis dan kendor suasananya. Memang pada beberapa lukisan yang tidak begitu royal warna, muncul suasana lain. Semacam rasa sunyi dan jenuh. Kita hanya bisa menduga-duga, mungkin sekali waktu suasana ini akan mencuat lebih keras, sehingga Amri mengutarakan sesuatu yang lain. Bila ia telah berhasil menghantarkan sesuatu yang abstrak dari batiknya, tanpa dianggap sesuatu yang asing oleh para peminat batik yang awam terhadap senilukis, masih ada kemungkinan, bahwa sekali waktu ia akan menjadikan juga batik-batiknya itu tidak sepi dari pesan. Setidaknya untuk mengisi kekosongan dari kegurihannya kini. Putu Wijaya-

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus